Sepertinya masih
banyak muslimah yang belum mengerti bagaimana posisi antara imam dan jamaah
dalam shalat. Baik itu shalat dengan diimami oleh pria maupun sesama wanita. Kami
menyebutkan demikian, karena pada fenomena yang terjadi masih banyak praktik
shalat jamaah wanita yang belum sesuai dengan tuntunan syari.
Anjuran Shalat Jamaah Wanita
Membahas tentang
shalat jamaah wanita, memang tidak diwajibkan sebagaimana Rasulullah saw.
memerintahkan kaum pria. Utamanya, untuk shalat jamaah di masjid. Namun, ini
bukanlah alasan bagi seorang wanita untuk tidak mempelajari dan memahami
bagaimana syariat shalat berjamaah yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Belum
lagi, bila kita sedang berada dengan sesama muslimah bahkan meski jumlahnya hanya
dua orang (termasuk diri kita), alangkah baiknya penunaian shalat dilakukan
secara berjamaah.
Sama halnya
seperti pahala berjamaah yang dilakukan oleh kaum pria. Bagi wanita yang
menunaikan shalat berjamaah, maka juga akan mendapatkan pahala sebesar 27
derajat. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
Rasulullah saw. bersabda, "Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat
sendirian dengan selisih 27 derajat."
Bahkan,
Rasulullah saw. juga menganjurkan untuk melantunkan adzan dan iqamah saat
hendak melakukan shalat jamaah sesama wanita. Dalam riwayat Abu Daud,
disebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah mengunjungi Ummu Waroqoh di rumahnya,
lalu beliau memerintahkan seseorang untuk adzan dan Ummu Waroqoh ditunjuk untuk
mengimami para wanita tersebut.
Hal tersebut juga dapat diperkuat dengan hadits
berikut, dari Salim bin Abdullah, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah
kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin
pada kalian maka izinkanlah dia.” (HR. Muslim)
Tentu, bagi
perempuan yang telah menjadi seorang istri, bila hendak melakukan jamaah di
masjid atau pergi ke suatu tempat, pasti membutuhkan izin dari suami. Baik bagi
yang telah menjadi istri maupun yang masih sendiri, aturan wanita pergi ke
masjid pun sama. Yakni, dilarang memakai pewangi dan perhiasan berlebih yang
dapat mengundang syahwat serta hal-hal yang tidak diinginkan, hingga kewajiban
untuk mampu menjaga diri dari campur baur dengan pria yang bukan mahramnya.
Posisi Jamaah Wanita
Pembahasan ini
mungkin terdengar remeh, tetapi sebenarnya sangat penting. Mengetahui di mana
letak saat menjadi jamaah wanita juga merupakan bagian yang diperhatikan dalam
shalat. Bila pada artikel sebelumnya (Bagaimana
Posisi Imam & Shaf Wanita Saat Shalat Berjamaah | YDSF), kita telah
membahas posisi imam dan jamaah shalat untuk wanita. Maka, pada artikel kali
ini akan lebih banyak membahas tentang bagaimana apabila posisi jamaah wanita
berada sejajar dengan jamaah pria.
Baca juga:
Jamak Shalat Karena Macet | YDSF
Gerakan Shalat dan Terapi untuk Kesehatan | YDSF
Ketika posisi
jamaah wanita bersama dengan pria, sudah pasti imamnya adalah seorang pria. Mayoritas,
wanita akan memilih posisi yang semakin belakang saat berjamaah. Namun, apakah
benar demikian? Karena sayangnya, terlebih saat shalat tarawih, shaf belakang
ini kebanyakan justru yang tidak tertib mengikuti rangkaian shalat tarawih.
Dalam sebuah
hadits, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang
terdepan dan seburuk-buruknya adalah yang terbelakang. Sebaik-baik shaf wanita
adalah yang terbelakang dan seburuk-buruknya adalah yang terdepan.” (HR.
Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah).
Ustadz Zainuddin
MZ, Lc., M.A., Dewan Syariah YDSF memaparkan bahwa tidak ditemukan adanya
keharusan jamaah perempuan berada di belakang laki-laki. Hal ini sangat
berganting pada pengatuuran area jamaah laki-laki dan perempuan dalam mushala atau
masjid. Hadits ini juga tidak dapat dijadikan pedoman utama bila shalat jamaah
dilakukan antara sesama wanita.
Pria yang juga
mengajar di UINSA ini menambahkan jika kondisi masjid telah direkayasa, maka
pemahaman hadits pun tidak mungkin secara tekstual, melainkan secara
kontekstual.
Contohnya,
seperti di Masjid Nabawi, sayap kanan disket khusus untuk jamaah wanita, begitu
pula sepertiga sayap kirinya. Maka, para wanita yang datang lebih awal dalam shalat
jamaah tentu yang berada di shaf terdepan, kemudian shaf berikutnya dan
seterusnya. Pengaturan seperti ini juga dapat kita jumpai di Masjidil Haram.
Pun di Indonesia sudah banyak yang diatur demikian karena kondisi lahan atau
bangunan yang tidak memungkinkan untuk menempatkan jamaah wanita berada di
belakang pria.
Berdasarkan
pengaturan tersebut, maka posisi jamaah wanita akan berada sejajar dengan
jamaah pria. Jangan sampai karena kita tidak memahami makna dari pengembangan
fikih yang ada justru menjadi penghalang bagi orang lain yang hendak melakukan
shalat. Merasa hanya yang belakang yang terbaik, justru menjadi penghalang pintu
masuk, sedangkan di depannya masih banyak shaf yang kosong.
Yang perlu kita
ingat bahwa kaidah fikih dapat berkembang seiring berubahnya kondisi, tetapi
tetap berada pada garis syari islami. (ay)
Zakat di YDSF
Artikel Terkait
Waktu Terbaik Terkabulnya Doa | YDSF
ZAKAT DARI UANG PESANGON PENSIUN | YDSF
Mendahulukan Jamak-Qashar dalam Shalat Fardhu | YDSF
FIDYAH DALAM ISLAM DAN KETENTUANNYA | YDSF
Kisah Mualaf, Musibah Membuatku Hijrah | YDSF
WAKTU MEMBAYAR ZAKAT MAAL | YDSF
Sujud Setelah Shalat | YDSF