Bagi wanita,
shalat berjamaah di masjid memang bukanlah hal yang wajib. Namun, bukan berarti
wanita tidak diperbolehkan sama sekali shalat berjamaah di masjid. Dalam
pelaksanaannya, tetap harus memperhatikan hal-hal sesuai syariat agar tidak
menimbulkan fitnah. Begitu mulianya Islam memperlakukan wanita, sehingga
betul-betul dijaga melalui syariat bagaimana adab, bergaul, hingga
beribadahnya.
Dalam sebuah
hadits dari Salim bin Abdullah, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian
menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin pada
kalian maka izinkanlah dia.” (HR. Muslim)
Saat Rasulullah
saw. bersabda demikian, tentu ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Di
antaranya, seorang wanita yang hendak ke masjid harus menutup aurat, dilarang
memakai wewangian dan perhiasan berlebih, serta menjaga diri agar tidak terjadi
ikhtilat (bercampur baur antara wanita dan pria). Oleh karenanya, antara jamaah
pria dan wanita pasti memiliki batasan atau yang kita sebut dengan hijab untuk
memisahkannya.
Lantas, bagaimana posisi imam
dan shaf jamaah wanita?
Bila wanita diimami oleh pria
Seorang wanita
boleh saja diimami oleh pria lain (bukan mahram) saat shalat. Namun, dengan
syarat tidak boleh hanya berdua saja. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah
seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya
karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali
apabila bersama mahromnya.” (HR. Ahmad, Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan hadits ini shahih lighairihi)
Terdapat beberapa
hadits yang menyebutkan tentang penempatan jamaah wanita bila bebarengan
shalatnya dengan para pria. Hadits tersebut dinarasikan dari Abu Hurairah, Abu
Sa’id al-Khudri, dan Jabir bin Abdullah. Dalam hadits yang dimaksudkan,
Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik shaf laki-laku adalah yang terdepan dan
seburuk-buruknya adalah yang terbelakang. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang terbelakang
dan seburuk-buruknya adalah yang terdepan.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi,
Nasai, dan Ibnu Majah).
Dalam bukunya
yang berjudul ‘Hadits Shaf Shalat Wanita’, Ustadz Zainuddin MZ, Lc., M. A.
(Dewan Syariah YDSF), memaparkan bahwa dalam kajian hadits tidak ditemukan
adanya keharusan jamaah perempuan berada di belakang laki-laki, karena sangat
bergantung pada pengaturan areanya.
Beliau juga
menyebutkan bahwa maksud dari hadits di atas tidak mungkin dipahami secara
denotatif, sebagaimana yang ada dalam hadits, “Irbad bin Sariyah r.a., berkata
Rasulullah saw. memohonkan ampunan bagi yang berada di shaf pertama sebanyak
tiga kali, sedangkan bagi yang berada di shaf kedua sebanyak satu kali.” (HR.
Nasai, Ibnu Majah, Darimi, Ahmad, Abdurrazq).
Baca juga:
MENDAHULUKAN JAMAK-QASHAR DALAM SHALAT FARDHU | YDSF
Gerakan Shalat dan Terapi untuk Kesehatan | YDSF
Hadits kedua ini
dimaksudkan jika laki-laki dan perempuan shalat bersama dalam satu area tanpa
ada rekayasa sketsa atau hal lain, berbeda jika kondisinya: wanita berjamaah
dengan wanita atau kondisi masjid telah direkayasa sehingga area wanita berbeda
(tidak berada di belakang pria). Jangan sampai memahami karena ingin berada di belakang,
kemudian menyusahkan jamaah lain yang baru datang.
Bila wanita diimami oleh wanita
Seorang wanita
diperbolehkan menjadi jamaah dari imam wanita, baik itu dilakukan di rumah
maupun di masjid. Saat jamaah itu dilakukan di masjid, harus dipastikan betul
bahwa tidak ada jamaah lain (utamanya yang terdekat) yang sudah diimami oleh
pria.
Shalat jamaah
bagi wanita juga akan mendapatkan pahala 27 derajat, sama sebagaimana para pria
melakukan shalat berjamaah. Bahkan, ketika yang berkumpul adalah para wanita,
Rasulullah saw. juga menganjurkan untuk tetap melafadzkan adzan dan iqamah.
Sebagaimana dalam riwayat Abu Daud, “Rasulullah saw. pernah mengunjungi Ummu
Waroqoh di rumahnya. Dan beliau memerintahkan seseorang untuk adzan. Lalu
beliau memerintah Ummu Waroqoh untuk mengimami para wanita di rumah tersebut.”
Lalu bagaimana
posisi imam dan jamaahnya? Untuk imam jamaah wanita, berada di tengah shaf
paling depan, sejajar tetapi lebih maju sedikit. Bukan berada sendirian paling depan
seperti imam laki-laki dalam shalat. Seperti yang dilakukan Ummu Waroqoh saat
mengimami shalat ashar para perempuan di rumahnya.
Bila jumlah yang
sejajarnya genap, maka diusahakan jumlah jamaah sebelah kanan lebih banyak.
Sedangkan, bila jamaahnya hanya dua orang (imam dan satu jamaah), maka posisi imam
berada di sebelah kiri. (ay)
Zakat di YDSF
Artikel Terkait
Sujud Setelah Shalat | YDSF
ZAKAT DARI UANG PESANGON PENSIUN | YDSF
Pelaksanaan Shalat Sunnah Rawatib | YDSF
FIDYAH DALAM ISLAM DAN KETENTUANNYA | YDSF
Tidak Shalat Jumat Lebih dari Tiga Kali | YDSF
WAKTU MEMBAYAR ZAKAT MAAL | YDSF