Berbicara soal
warisan, memang merupakan salah satu hal yang sangat sensitif. Salah langkah
sedikit saja, dapat memicu kericuhan bahkan memecah persaudaraan dalam
keluarga. Oleh karenanya, Islam mengajarkan dengan detail tentang pembagian
warisan. Mulai dari siapa saja yang berhak menerima waris hingga perhitungan
persentasenya.
Pada zaman
dahulu, Sa’id ibn Jubair dan Qatadah mengatakan bahwa kaum musyrik hanya
memberikan hartanya kepada anak-anaknya yang besar, tetapi mereka tidak
memberikan hak untuk wanita dan anak-anak. Sehingga, Allah Swt. menurunkan
firman berupa surah An-Nisaa’ ayat 7, “Bagi laki-laki ada hak bagian dari
harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak
bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”
Selain itu, Islam
juga mengajarkan agar tidak meninggalkan anak-keturunan dalam keadaan yang
lemah, yakni lemah akidah, ibadah, ilmu, dan ekonomi. Hal ini juga tercermin
dalam kisah dari Abu Ishaq Sa’ad bin Abi Waqqash Malik bin Uhaib bin ‘Abdi
Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay Al-Quraisy Az-Zuhri.
Dirinya berkata, “Rasulullah
menjengukku ketika haji Wada’, karena sakit keras. Aku pun berkata, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya sakitku sangat keras sebagaimana engkau lihat,
sedangkan aku mempunyai harta yang cukup banyak dan yang mewarisi hanyalah
seorang anak perempuan. Bolehkah saya sedekahkan 2/3 dari harta itu?” Beliau
menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi, “Bagaimana kalau separuhnya?” Beliau
menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi, “Bagaimana kalau sepertiganya?” Beliau
menjawab, “Sepertiga itu banyak (atau cukup besar). Sesungguhnya jika kamu
meninggalkan ahli warismu kaya, itu lebih baik daripada kamu meninggalkan
mereka dalam keadaan miskin sehingga mereka terpaksa meminta-minta kepada
sesama manusia. Sesungguhnya apa yang kamu nafkahkan dengan maksud untuk
mencari ridha Alah pasti kamu diberi pahala, termasuk apa yang dimakan oleh
istrimu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pembagian Waris Sesuai Syari
Syarat Berhak Menerima Warisan
Dalam Islam,
seseorang berhal menjadi ahli waris dengan beberapa penyebab, yaitu:
1.
Nasab (keturunan)
Merupakan hubungan kekerabatan. Status hali waris termasuk bapak dari pihak
yang diwarisi, atau anak-anaknya, atau kerabat jalur ke sampingnya, seperti
saudara-saudara beserta anak-anak mereka, dan paman-paman (dari jalur bapak).
(QS. An-Nisaa’: 33)
2.
Pernikahan
Melalui akad yang sah, maka suami istri dapat saling mewarisi. Bahkan, juga
masih berhak mewarisi saat status talak raj’i, sedangkan dalam talak
ba’in (dapat saling mewarisi) jika suami menalak istrinya pada masa
sakitnya, di mana dia meninggal dunia pada masa sakitnya tersebut.
3.
Wala’
(perwalian)
Ketika
seseorang memerdekakan budak (laki-laki atau perempuan), kemudian budak
tersebut meninggal tanpa memiliki ahli waris, maka orang yang memerdekakan
berhak mewarisinya sebagai ganti pemerdekaannya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Baca juga: Hukum Hadiah Undian (Quiz, Giveaway) dalam Islam | YDSF
Besaran Warisan
Dalam kitab Minhajul
Muslim karya Syaikh Abu Bakar al-Jaza ‘Iri, menyebutkan bahwa terdapat enam
besaran warisan, meliputi:
1.
Setengah
Terdapat lima ahli waris yang berhak menerima setengah bagian, mereka
yaitu:
a.
Suami,
jika istrinya yang meninggal dunia tidak memiliki anak laki-laki dan tidak pula
memiliki cucu dari anak laki-laki (baik cucu laki-laki atau perempuan);
b.
Anak
perempuan, jika dia merupakan anak tunggal;
c.
Cucu
perempuan dari anak laki-laki, jika sendirian dan tidak ada bersamanya cucu
laki-laki dari anak laki-laki pula;
d.
Saudari
sekandung, jika sendirian (tidak ada saudara laki-laki, tidak ada bapak, tidak
ada anak, atau tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki);
e.
Saudari
sebapak, jika sendirian (tidak ada bersamanya saudara laki-laki, tidak ada
bapak, tidak ada anak laki-laki, dan tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki);
2.
Seperempat
Hanya ada dua orang ahli waris saja yang berhak mendapatkan seperempat
bagian dari warisan, yaitu:
a.
Suami,
jika istrinya meninggal dunia memiliki anak atau cucu dari anak laki-laki, baik
laki-laki maupun perempuan;
b.
Istri,
jika suaminya yang meninggal tidak memiliki anak laki-laki atau tidak memiliki
cucu dari anak laki-laki, baik cucu laki-laki ataupun cucu perempuan.
3.
Seperdelapan
Yang berhak mendapatkan seperdelapan dari bagian warisan adalah satu orang
ahli waris, yaitu istri. Dan, jika mereka terdiri dari beberapa istri, maka
mereka berbagi warisan seperdelapan itu. Hal itu terjadi, jika suaminya yang meninggal
memiliki anak atau cucu dari anak laki-laki, baik laki-laki atau perempuan.
4.
Dua
Pertiga
Terdapat empat ahli waris dalam besaran ini, yaitu:
a.
Dua anak
perempuan atau lebih, ketika tidak ada anak laki-laki, yakni mereka tidak
memiliki saudara keduanya;
b.
Dua
cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jika tidak ada anak sekandung
dan jika tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki;
c.
Dua
saudari sekandung atau lebih, jika tidak ada bapak dan anak kandung (baik laki-laki
atau perempuan), serta tidak ada saudara sekandung;
d.
Dua
saudari sebapak atau lebih, jika tidak ada ahli waris yang telah disebutkan
pada dua saudari (poin ketiga) dan tidak ada saudara sebapak.
Baca juga: Berbakti Kepada Orang Tua yang Meninggal | YDSF
5.
Sepertiga
Yang berhak mendapatkan sepertiga dari bagian warisan, yaitu:
a.
Ibu,
jika orang yang meninggal dunia tidak memiliki anak dan cucu dari anak
laki-laki (baik laki-laki ataupun perempuan) dan tidak memiliki dua saudara
atau lebih (baik laki-laki atau perempuan);
b.
Dua
saudara seibu, jika berbilangan dua atau lebih, sementara orang yang meninggal
dunia tidak memiliki bapak dan kakek, anak laki-laki, dan cucu dari anak
laki-laki (baik laki-laki atau perempuan);
c.
Kakek,
jika dia bersama saudara-saudara; sementara bagian sepertiga itu lebih banyak
(bagiannya) baginya ketika jumlah saudara lebih dari dua orang laki-laki atau
empat perempuan.
6.
Seperenam
Terakhir, bagian seperenam bagian dari harta waris berhak diterima oleh:
a.
Ibu,
jika orang yang meninggal dunia memiliki anak dan cucu dari anak laki-laki,
atau sejumlah saudara dua atau lebih (baik sekandung, sebapak, atau seibu);
b.
Nenek,
jika orang yang meninggal dunia itu tidak memiliki ibu. Dan, dia mewarisinya
sendiran. Dan jika dia bersama dengan nenek yang lainnya yang sederajat
dengannya, maka dia ikut berbagi rata besama setengah-setengah.
Bila Pembagian Warisan Tidak
Sesuai Syariat
Berbicara tentang
pembagian waris, memang tidak bisa begitu saja kita hanya membaca. Perlu
berkonsultasi bahkan bila perlu juga dihitungkan oleh ahlinya. Agar
meminimalisir, pembagian warisan yang tidak sesuai syariat Islam yang dapat
berujung pada perselisihan keluarga.
Perlu dipahami,
bahwa syariat itu hikmahnya untuk berkelanjutan, bukan untuk kepentingan
sesaat. Maka pembagian waris seharusnya sesuai dengan aturan syariat. Jika
setelah itu ada yang ikhlas hak warisnya diberikan kepada saudaranya, maka
tidak disalahkan. Begitulah cara efektif untuk menjaga keharmonisan hubungan
keluarga.
Yang sudah mampu
boleh menghibahkan hak warisnya kepada saudara-saudaranya, biar di kemudian
hari tidak menjadi sengketa di antara cucu dan cicitnya.
Jangan lupa untuk
menyertakan setiap anggota keluarga atau perwakilannya bila sedang membicarakan
atau mengurus soal waris. Mari kita jaga ikatan keluarga dari hal-hal yang
sederhana.
Menyatu dalam Kebaikan Ramadhan
Artikel Terkait
Waktu Terbaik Terkabulnya Doa | YDSF
ZAKAT DARI UANG PESANGON PENSIUN | YDSF
Mendahulukan Jamak-Qashar dalam Shalat Fardhu | YDSF
FIDYAH DALAM ISLAM DAN KETENTUANNYA | YDSF
Siapa yang Harus Membayar Fidyah Istri? | YDSF
WAKTU MEMBAYAR ZAKAT MAAL | YDSF
Sujud Setelah Shalat | YDSF
BONUS GAJI ATAU THR MASUK HITUNGAN ZAKAT PENGHASILAN | YDSF