Siapa yang Harus Membayar Fidyah Istri? | YDSF

Siapa yang Harus Membayar Fidyah Istri? | YDSF

25 Maret 2022

Dalam Islam, ketika seorang istri dalam keadaan hamil/menyusui dan khawatir akan kondisi bayinya, maka diperbolehkan tidak berpuasa selama Ramadhan, namun wajib membayar fidyah.

Perintah kewajiban menunaikan fidyah bagi beberapa golongan yang tidak berpuasa selama bulan Ramadhan, telah dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 184,

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

 “Beberapa hari yang telah ditentukan, maka barang siapa di antara kalian yang sakit atau dalam bepergian, wajib baginya untuk mengganti pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya, diwajibkan untuk membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin. Barang siapa yang berbuat baik ketika membayar fidyah (kepada miskin yang lain) maka itu lebih baik baginya, dan apabila kalian berpuasa itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui.“

Dalam ayat ini dijelaskan, ada dua kasus orang yang tidak berpuasa. Pertama, karena sakit atau bepergian, maka dia harus menggadha. Kedua, karena memang tidak mampu, yang sesuai hadits-hadits dijelaskan yaitu orang yang sudah lanjut usia, hamil atau menyusui, atau karena kerja berat.

Pada QS. Al Baqarah ayat 184 juga dijelaskan bahwa, seseorang dapat dikatakan ‘sah’ dalam membayar fidyah, dengan sudah memberi makan kepada satu orang miskin untuk sehari puasa yang ditinggalkan. Maksud dari “memberi makan” disini, yaitu dengan memberikan makanan yang siap makan atau memberi mereka dengan bahan makanan sehingga nantinya bisa dikonsumsi.

Baca juga: Fidyah dalam Islam dan Ketentuannya | YDSF

Kadar Penunaian Fidyah

Imam An Nawawi memiliki dua pendapat mengenai ukuran dan jenis fidyah yang harus ditunaikan, “(Pendapat pertama), kadar (fidyah) ialah satu mud dari makanan untuk setiap hari. Jenisnya, seperti jenis makanan pada zakat fithrah. Maka yang dijadikan pedoman ialah keumuman makanan penduduk di negerinya. Demikian ini pendapat yang paling kuat. Dan ada pendapat yang kedua, yaitu mengeluarkan seperti makanan yang biasa dia makan setiap hari. Dan pendapat yang ketiga, diperbolehkan untuk memilih di antara jenis makanan yang ada.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadz-dzab (6/420))

Kadar dan ukuran fidyah jika dilihat dari konteks surah Al-Baqarah ayat 184, berarti makanan yang dapat dimakan dan mengenyangkan. Dalam ukuran sekarang ini kira-kira makanan satu porsi nasi dan lauk pauknya. Tetapi, di kalangan ulama fiqih, ada yang mengatakan cukup satu mud — 4-6 gram. Sementara Ibnu Abbas r.a., mengatakan satu sha' - 2,5 kg.

Namun, mayoritas ulama lebih condong dengan ukuran satu porsi makanan sehari-hari. Bisa diganti dengan uang seharga satu kali porsi makan. Misalnya harga satu porsi makanan Rp. 20.000,- berarti tinggal dikalikan dengan jumlah hutang puasa, jika satu bulan berarti Rp. 20.000,- x 30 hari = Rp. 600.000,-

Menurut Ustadz Zainuddin MZ, Lc., M.A., Dewan Syariah YDSF, penunaian fidyah dapat dilakukan untuk sekali, dua kali, atau tiga kali makan dalam satu hari. Dan, juga bisa ditunaikan melalui uang. Sehingga, bila dikonversikan ke dalam bentuk nominal pun, fidyah yang ditunaikan masing-masing orang itu dapat berbeda-beda.

Penunaian fidyah, seperti ditegaskan dalam Al-Qur’an diperuntukan oleh fakir miskin. Jika dibayarkan dengan memberi makan/nasi bungkus untuk berbuka puasa di masjid-masjid, maka hal itu tidak boleh dilakukan. Mungkin saja itu dilakukan, namun akan sulit membedakan apakah penerimanya benar-benar fakir miskin atau bukan. Jadi, baiknya ketika menunaikan fidyah diserahkan secara langsung kepada sasaran yaitu fakir miskin.

Baca juga: Hukum Menggabungkan Qadha Puasa dan Puasa Sunnah | YDSF

Bolehkah Suami Membayarkan Fidyah Istri?

Salah satu kewajiban suami dalam islam yaitu memberi nafkah yang baik untuk istrinya. Nafkah yang dimaksudkan disini yakni harta yang dikeluarkan suami untuk kebutuhan istri dan anak-anaknya. Baik itu kebutuhan sandang, pangan, maupun papan. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman,

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya.” (QS. Ath Tholaq: 7).

Hal ini juga berlaku untuk pembayaran fidyah. Mengenai uang yang dipakai untuk fidyah, terserah dari mana saja, uangnya sendiri atau uang suami, sama saja. Menggunakan uang suami pun boleh hukumnya. Hal yang demikian itu disebut 'mujmal' atau global. Ahli Ushul Fiqh mengatakan : al-Mujmalu yabqa ala ijmalihi, malam yubayyan. (Kalimat yang mujmal itu tetap dalam kemujmalannya, selama belum dijelaskan). Dan ini suatu kemurahan agama Islam.

 

Sumber: Disadur dari Majalah Al Falah Edisi September 2003

 

Featured Image by Pexels

 

Tunaikan Fidyah di YDSF:


Artikel Terkait:
Mendahulukan Qada’ Puasa, Lalu Puasa Syawal | YDSF
NIAT MELAKUKAN QADHA PUASA PENGGANTI RAMADHAN | YDSF
Panduan Zakat Sedekah Ramadhan | YDSF
5 Hal yang Sebaiknya Dilakukan untuk Menyambut Bulan Ramadhan
ALASAN WAJIB TUNAIKAN ZAKAT | YDSF

Tags: Fidyah, fidyah istri, membayar fidyah

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: