Muslicha, Pahlawan bagi Lima Anaknya | YDSF

Muslicha, Pahlawan bagi Lima Anaknya | YDSF

18 Agustus 2023

Tidaklah mudah bagi Muslicha, membesarkan lima anaknya tanpa sosok suami sebagai pencari nafkah. Apalagi saat harga kebutuhan pokok kian mahal. Namun, demi masa depan buah hatinya, warga Balas Klumprik, Wiyung, Surabaya ini harus banting tulang memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sejak sang suami meninggal karena sakit liver pada akhir tahun 2017 lalu, Lika, sapaan akrabnya, praktis menjadi tulang punggung keluarga. “Merasakan jatuh bangunnya ditinggal suami ya di situ. Tidak pernah bekerja, tiba-tiba ditinggal suami dengan lima anak,” tutur perempuan 35 tahun ini.

Semasa hidup, suaminya bekerja sebagai polisi cepek di persimpangan jalan dekat rumah kontrakannya. Lika membantu suaminya dengan menjadi pembantu rumah tangga. Memang, hasilnya tidak seberapa. Tapi setidaknya bisa sedikit meringankan beban suami. Setelah suaminya meninggal, tanggung jawab menafkahi keluarga berpindah ke pundaknya.

Sebenarnya, Muslicha sudah terbiasa hidup sederhana. Rumah yang ia tinggali hanya ngontrak, Rp500.000/bulan. Itu belum biaya listrik dan air. Dulu bisa sedikit tenang karena masih ada suami yang memberinya nafkah. Hidupnya langsung berubah drastis sepeninggal suami.

Suami Meninggal

“Suami saya perginya mendadak. Tanggal 25 sakit, tanggal 28 meninggal. Padahal sebelumnya tidak ada tandatanda mau sakit,” kenangnya.

Muslicha sempat pesimis menjalani hidupnya. Di benaknya, bagaimana mungkin seorang perempuan bisa menghidupi lima anak sendirian. Lima anaknya pun masih kecilkecil: Hilwa (18 tahun), Adelicha (14), Aqlun (12), Ibrahim (4), dan Bilal (2 tahun).

Beruntungnya Muslicha kenal dengan Ustadz dan Ustadzah yang senantisa menguatkannya. “Wies ta yakin, kuncine yakin. Kalo sampean yakin pasti bisa,” ucapnya menirukan nasihat ustadzahnya.

Setiap ada masalah memang selalu ia adukan ustadzah yang membimbingnya. Ustadzahnya pun selalu mengingatkan agar Muslicha tetap kuat dan percaya pada takdir Allah. “Cuma segini kok nyerah, Allah memberi cobaan seperti ini berarti Allah menganggap saya mampu,” renungnya.

Ketika suaminya meninggal, saudaranya berencana membantu dengan cara mengasuh salah satu anaknya. Di mata saudaranya, Muslicha tidak mungkin bisa menghidupi kelima anaknya sendirian. Mereka ingin membantu dengan mengasuh salah satu anaknya. Tetapi Muslicha menolak. Karena ia tidak mau dipisahkan dengan anaknya.

“Kalau mau membantu silakan. Tapi jangan pisahkan aku dengan anak-anakku,” kenangnya.

Baca juga: Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur | YDSF

Memulai Usaha

Muslicha pun mulai bangkit. Ia mencoba usaha cuci alias laundry. Namun belum berhasil. Ia sempat mencoba jualan nasi di pujasera Balas Klumprik. Sewa stand Rp500.000/bulan, tentu bukan harga yang murah baginya. Tiga bulan pertama usahanya lumayan menjanjikan. Sampai akhirnya pemilik pujasera menaikkan sewa stand menjadi Rp600.000/ bulan. Akhirnya ia memutuskan tidak melanjutkan usahanya. Rombong yang ia gunakan jualan ia sewakan, 100.000/ bulan.

Muslicha disarankan oleh ustadzahnya untuk menghubungi YDSF Surabaya. Akhirnya ia mendapat bantuan rombong baru dari YDSF. Rombong inilah yang ia gunakan untuk berjualan. Ia berjualan sosis, tempura, dan minuman ringan lainnya di dekat SMA N 22 Surabaya. Ia dibantu kedua anaknya, Adelicha dan Aqlun. Mereka bergantian menjaga rombong milik ibunya. Adelicha sekolah di SMP 51 Surabaya, masuk siang. Sehinggga paginya bisa membantu ibunya. Ketika Adelicha sekolah, Aqlun yang kelas enam SD bergantian menjaga.

Selain berjualan makanan ringan, sejak dua bulan ini Muslicha juga bekerja sebagai pembantu di warung makan depan kontrakannya. Pagi setelah dhuhur sampai jam delapan adalah saat paling ramai orang mencari sarapan. Muslicha membantu mulai masak sampai melayani pembeli.

Setelah agak siang, orang-orang mulai bekerja, warung mulai sepi, Muslicha pulang untuk menengok anak-anaknya. Ketika jam makan siang ia kembali lagi ke warung. Ketika sore, warung akan tutup, ia ikut membantu bersih-bersih warung. Dari pekerjaannya ini ia digaji 30.000/hari. Mungkin bukan jumlah yang banyak. Tapi itu sudah cukup membuat ia bahagia. Setidaknya dapat menyambung hidup diri dan keluarga.

Tidak hanya bekerja, pemilik warung juga menawari Muslicha untuk menitipkan jualan di sana. Kesempatan ini tidak ia sia-siakan, ia pun membuat sayur-sayur, manisan, telur puyuh, ati ampela, semua ia titipkan di warung. Dengan sistem bagi hasil sehingga tidak membutuhkan modal yang besar.

Selain rombong, YDSF juga memberikan beasiswa Pena Bangsa kepada anaknya. “Alhamdulillah bisa membantu, kadang beasiswa Pena Bangsa saya gunakan untuk keperluan lainnya. Mana yang paling membutuhkan,” pengakuannya.

Baca juga: Kisah Sukses Mahasiswa Penerima Beasiswa Pena Bangsa YDSF

Mengutamakan

Dengan kondisinya saat ini, untuk kebutuhan makan seharihari saja sudah kualahan, apalagi untuk sekolah. Ia pun tidak bisa bekerja jauh-jauh karena harus mengurus anak-anaknya. Ibu mana yang rela menelantarkan anaknya. Ia pun bekerja demi mencukupi kebutuhan anak-anaknya.

Muslicha lahir di Surabaya. Tetapi ia tidak memiliki KTP Surabaya. Karena orangtuanya pindak ke Gresik dan suaminya berasal dari Sidoarjo. Ia sempat kesulitan mengurus administrasi untuk pembutan KTP karena tidak punya alamat tetap. Sampai akhirnya ia dibantu oleh Ketua RT setempat yang bersedia mencantumkan alamatnya untuk pembutan KK dan KTP bagi Muslicha.

Beruntung kini ia sudah mendapatkan KTP Surabaya, sehingga ia bisa mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) untuk mencari beasiswa bagi anaknya. Ia pun juga mengurus BPJS kesehatan untuk anak-anaknya. Agar kesehatan mereka terjamin.

Pokok iki tak urus sekolahe sama kesehatane. Aku karek golek mangan karo omah. Kalo ada apa-apa sama saya anak-anak sudah bisa mandiri. BPJS ikut pemkot, tidak membayar. Tak siapno anakku. Bojoku seng sehat ae isok meninggal” ujarnya sambil mengusap air mata.

“Setidaknya pendidikan mereka terjamin. Intinya aku ojok dipisahno karo anak-anak. Mohon doanya agar bisa kuat, bisa kumpul terus sama anak-anak” tutupnya.

 

Sumber: Majalah Al Falah Edisi 2018

 

Sedekah Mudah:


 

Artikel Terkait:

Cerita di Balik Panti Asuhan Al Hasan, "Penampung Bayi Terbuang" | YDSF
Kisah Qurban di Kawasan Minoritas Muslim | YDSF
Berdakwah di Pinggiran Jombang melalui Qurban YDSF
Kisah Mualaf: Islam Agama Tanpa Celah | YDSF
Inilah Kunci Sukses Bunda Yatim Mendidik Anak | YDSF
Meski Telah Sukses, Pengusaha Tahu Susu Ini Terus Gemar Berbagi | YDSF
Kisah Mualaf, Musibah Membuatku Hijrah | YDSF

Tags: kisah, kisah inspiratif, berjuang, pahlawan, pahlawan keluarga, bunda yatim, perjuangan bunda yatim, single mom, single parent

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: