Kisah Mualaf: Islam Agama Tanpa Celah | YDSF

Kisah Mualaf: Islam Agama Tanpa Celah | YDSF

23 Oktober 2019

Panggil saja aku Abdullah. Ya, sejak menjadi seorang muslim, aku lebih suka dipanggil demikian. Sebelum menikah, kedua orangtuaku memiliki keyakinan berbeda. Papiku berasa dari Jogja dan tumbuh dewasa di Blora, Jawa Tengah, keyakinan Katolik. Sedangkan, mamiku berdarah Tionghoa besar di Binjai, Medan.

Kemudian mami memilih untuk ikut agama papi. Terus terang saja, aku memiliki cukup banyak kesulitan pada masa awal perpindahanku ke Islam dengan latar belakang keluarga seperti itu. Apalagi aku adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Hanya aku, satu-satunya yang beriman dalam Islam di keluarga kami.

Pertanyaanku tentang agama mulai muncul saat masih bersekolah SMP. Aku pernah bertanya pada mami, “Mi, Tuhan Yesus itu Tuhan ya?? Terus Allah, bapa itu siapa?? Kalau Tuhan Yesus itu Tuhan kenapa ada orang-orang sebelumnya?? Tuhan Yesus juga punya ibu namanya Maria (Maryam, dalam Islam)”.

“Iya Ti, (Titi itu panggilan aku karena aku anak terakhir) Tuhan Yesus itu adalah anak Allah dan Allah, roh kudus ada di dalam Yesus,” jawab mami.

Sejak saat itu tak ada pembahasan lebih lanjut. Namun, seiring berjalannya waktu, aku mengenal seorang perempuan muslim, RR. Dia dengan gamblang mengutarakan padaku bahwa agama yang aku anut saat itu adalah salah.

“Mana ada Tuhan Yesus itu seorang manusia dijadikan Tuhan,” kata RR.

Akhirnya pertanyaan-pertanyaan baru pun muncul. Hanya saja memang, saat itu aku belum tergerak untuk mencari tahu. Aku pun kemudian jatuh cinta kepada RR. Tekad ingin menikahinya pun tersemat. Namun aku harus membuatnya seagama denganku.

Hingga aku pun mendapatkan ide untuk mencari kelemahan dalam Islam. Aku ingin menunjukkan padanya bahwa ada sesuatu pula dalam Islam yang kurang. Agar RR mau memeluk Katolik.

Nihil. Itulah yang kudapatkan. Tak satu pun referensi yang menyebutkan kelemahan Islam. Islam bukan hanya mengajarkan beriman pada Allah, tetapi juga pada nabi-nabiNya, yang salah satunya adalah Isa (Yesus). Isa dalam Islam bahkan lebih dimuliakan daripada di agamaku sebelumnya.

Galau terus menghadang. RR sama sekali tidak pernah memaksakan aku untuk langsung mencoba ibadah atau pun mencari tahu tentang Islam. Karena RR pun mengaku bahwa dirinya hanyalah seorang Islam KTP, yang shalat pun dalam setahun bisa dihitung dengan jari. Aurat juga dibuka sesuka hati.

Tetapi, ia punya cara yang unik. RR justru menyuruhku untuk berdoa sesuai dengan keyakinanku saat itu. Menurutnya, mungkin dengan berdoa pada ‘Tuhanku’, aku bisa mendapatkan jawaban dari segala keraguan yang menghinggapi batinku.

Tidak ada yang spesial, tidak ada ketukan Tuhan dan tidak ada jawaban. Semuanya terasa biasa saja. Hanya seperti rutinitas.

Kemudian RR yang saat itu jalan-jalan dengan adiknya mengajak aku untuk menemani mereka shalat maghrib di Masjid Cheng Ho, Surabaya. Ketika aku menyaksikan dengan langsung proses shalat mulai dari adzan hingga salam, hatiku pun gemetar.

Takjub, merinding, bahkan air mata pun menetes melihat sebuah keagungan Allah yang disajikan dalam bentuk sesederhana itu. Ada yang istimewa dalam agama Islam. Aku pun terus mencari tahu dan belajar tentang Islam.

Lalu, pada suatu malam, saat RR sedang ada hajatan (pernikahan ibu dengan ayah sambungnya, karena ayah kandung RR telah berpulang), aku mengisi waktu senggang dengan melihat YouTube.

Sampailah aku pada sebuah judul video: Kebohongan Islam!. Hatiku pun terusik, niat jahat agar RR murtad kembali muncul. Namun, siapa sangka bahwa apa yang dituliskan pada judul dengan isinya sangat berbeda. Video tersebut justru menceritakan bagaimana sosok Ustadz Yusuf Estes menjadi seorang muslim.

Beliau bahkan menjelaskan perbandingan orang-orang muslim yang mampu menghafal Alquran dengan berapa banyak orang Katolik yang mampu menghafal kitab mereka sendiri. Allah menjadikan Islam benar-benar bersungguhsungguh dalam mengajarkan dan memberikan pedoman kepada pemeluknya. Aku pun semakin haru dan tak bisa menghentikan derasnya air mata.

Bermula dari video tersebut, aku pun mulai mempelajari tentang kitab agamaku dulu. Aku mencoba mencari tahu apakah ada dari isinya yang sama dengan Alquran. Dan bagaimana umat Katolik merefleksikan kitabnya dalam kehidupan.

Ternyata benar. Dalam Alkitab (milikku saat itu) juga mengatakan dihalalkan bagimu makanan di lautan, menjelaskan pula tentang makanan yang diharamkan, juga perintah untuk menyembah Tuhan Allah dengan sujud kepadaNya.

Umat Islam mempraktikkan semuanya dalam hidup mereka. Namun, kaum Nasrani? Ah tidak perlu dijawab kukira. Bahkan aku sendiri pun saat itu tidak taat dengan Alkitabku.

Belajar dan belajar lagi. Dan alhamdulillah tepat pada 24 Desember 2016, aku berikrar syahadat di Masjid Ramlie Musofa, Jakarta Utara. Pergolakan, pastilah ada. Bahkan aku sama sekali tak dianggap dalam keluarga sejak menjadi seorang muslim. Hingga saat pernikahan pun semua biaya, penentuan hari, dan pengurusannya hanya aku yang mengurusnya. Keluarga hanya hadir sebagai formalitas.

Kakakku pun sering menghinaku lantaran Islam yang akhirnya kupilih. Pada akhirnya aku pun menjadi sosok yang ‘bodo amat’ terhadap mereka. Tak peduli siapa yang suka dan tidak suka dengan aku dan Islamku.

Kemudian, saat aku mempelajari Alquran, sampailah aku pada surah Al Isra ayat 23, yang mengatakan bahwa Allah menempatkan orangtua nomor satu setelahNya, bahkan kita dilarang berkata uffah kepada orangtua.

Dari situlah aku mulai memperbaiki akhlakku terhadap orangtua. Tak jarang, aku sering menawarkan makan dan sesekali memberikan mereka hadiah sebagai perwujudan sayang dan baktiku.

Allah memang Maha membolak-balikkan hati hambaNya. Seiring aku memperbaiki akhlakku, orangtuaku pun juga menjadi baik padaku. Bahkan tak jarang, Mami berujar, “Cuma Christy (namaku dulu) yang bisa dihandalkan. Sudah berubah, Christy jadi baik sekarang. Kalau memang Islam sekarang yang bisa buat kamu seperti ini, semoga memang lebih baik seperti itu”. Masyaa Allah, haru dan syukur menyelimutiku.

Kini aku semakin belajar, menata hati dan diri, agar selalu bersyukur pada Allah. Bahkan dalam hal-hal kecil. Dan kini RR menjadi istriku. Allah juga mengirimkan cahaya untuknya. Hijab syar’i telah menutupi auratnya. Ia sedang berhijrah bersamaku pula. (AyuSM)

 

Sumber: Majalah Al Falah Edisi Agustus 2019

 

Baca juga:

Kisah Mualaf dari Ausi, Terlahir Tak Kenal Tuhan | YDSF

Kisah Keluarga Teladan dalam Al Quran | YDSF

Memahami Kembali Keutamaan & Manfaat Sedekah

HUKUM BAYAR ZAKAT ONLINE DALAM ISLAM

Bahagia dengan Gemar Berbagi | YDSF

TIPS MENJADI MUSLIM BERKUALITAS | YDSF

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: