Tahukah Anda terhadap Panti Asuhan Al Hasan Jombang?
Bukan rahasia lagi, bila lembaga panti asuhan banyak yang menopang keuangan dan pendanaannya dari uluran para donatur. Sementara para donaturnya sendiri banyak yang berasal dari daerah perkotaan. Itu sebabnya, para pengelola banyak yang mendirikan pantinya di daerah perkotaan. Sehingga bisa dikenal dan dapat meningkatkan jumlah donaturnya.
Namun agaknya hal ini tak berlaku pada Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) & Panti Asuhan Al Hasan, Desa Watugaluh, Kecamatan Diwek, Jombang. Bukan saja berada di daerah pelosok pedesaan. Bahkan pengasuhnya, H. Miftahul Hinan berusaha agar pantinya dapat mandiri dan memenuhi kebutuhannya sendiri.
Hinan, sapaan Miftahul Hinan menceritakan, sebenarnya lembaga ini sudah berdiri sejak 1989 di bawah kepemimpinan ayahnya, almarhum K.H Ahmad Dhofir. Awalnya, sang kyai ini memiliki perhatian untuk merawat anak-anak yang merupakan santri ngawulo (santri yang tidak dipungut biaya). Kemudian, untuk menampung anak-anak itu didirikanlah Panti Al Hasan.
“Karena pada awal-awal tahun ’90-an, mencapai puncak jumlah anak yang tidak tertangani. Orang fakir dan dhuafa yang tidak bisa bersekolah. Itu yang membuat, Kyai Dhofir berkeinginan melembagakan wadahnya menjadi LKSA Panti Asuhan Al-Hasan,” jelas pria yang juga sering disapa Miftah ini.
Berdiri dengan ala kadarnya, Kyai Dhofir berusaha memenuhi kebutuhan pangan para anak yatim-piatu, sekaligus mengajar mengaji. Saat itu, sekolah belum menjadi perhatian khusus. Hingga 2003, sang kyai meninggal dunia digantikan Miftahul Hinan, putra kedua Kyai Dhofir.
Semasa kepengasuhannya, Hinan menjelaskan banyak perubahan yang dilakukan. Dimulai dari sistem yang ala kadarnya diganti dan menyesuaikan Standar Nasional Kepengasuhan Anak (SNKA) dengan berusaha memenuhi hak-hak anak. Seperti sekolah formal 9 tahun, kebutuhan empat sehat lima sempurna, dan sarana-prasarana juga terbilang sangat memenuhi.
“Bahkan anak-anak itu kami sekolahkan hingga lulus SMA, bahkan ada yang lulus kuliah. Ditambah untuk fasilitasnya, insya Allah kami bisa dibilang paling bagus. Anak-anak itu kami beri masing-masing satu dipan satu kasur, satu selimut, satu guling dan bantal,” jelas Hinan. Khusus untuk bayi dan batita (bawah tiga tahun), dilengkapi dengan AC.
Saat ini, Panti Al Hasan menampung 96 anak. Dengan rincian 13 bayi, 15 batita, 9 balita (bawah lima tahun), 36 usia SD dan selebihnya SMP-SMA. Anak-anak ini merupakan hasil rujukan dari Polres Jombang, lembaga Woman Crisis Center, Dinas Sosial, dan sesama lembaga. Panti Al Hasan seakan spesialis penampung bayi terbuang. “Daripada diambil panti lain, lebih baik kita selamatkan jiwa dan agama anak-anak tak berdosa ini,” tutur Hinan.
“Dari situlah anak kita daftarkan, kenapa anaknya harus masuk Panti Al Hasan. Kemudian kita identifikasi, dengan file pendukung anak dan berita acara atau Kartu Keluarga (KK). Ketika anak itu tidak jelas orang tuanya, dari sana kita urus akta kelahirannya dengan catatan berita acara itu sebagai dasarnya,” ungkapnya.
Foto : Pengasuh Panti Asuhan Al Hasan, Bapak H. Miftahul Hinan
Mission Impossible
Saat awal mengasuh, Hinan mengaku amanat mengelola panti almarhum ayahnya merupakan sesuatu yang sulit. Selain lokasinya di desa, jumlah anak yang ditampung semakin bertambah, yang otomatis pengeluaran yang dibutuhkan kian membesar.
“Ini mission impossible. Bantuan pemerintah pun sangatlah minim,” ungkap pria kelahiran Jombang, 14 Agustus 1969 ini. Bayangkan, untuk kebutuhan susu dan diapers (popok) sekitar Rp 25-30 juta sebulannya, kebutuhan listrik Rp 5 juta dan upah staf dan pengurus Rp 20 juta.
“Ini belum kebutuhan makan, pendidikan, pembangun infrastruktur dan lainnya. Kami tidak bisa sebutkan, ketimbang jadi fitnah karena jumlahnya besar. Bahkan bisa mengalahkan kebutuhan panti di daerah perkotaan,” ujarnya.
Bagaimana mengatasinya? Hinan mengungkapkan, ia menggunakan manajemen terbalik. Pihaknya berupaya dan berikhtiar dahulu, bukan meminta dulu. Ketika ada yang mau membantu, dipersilakan. Bukan kebalikannya, mencari dulu baru ikhtiarnya. Hal Ini dilakukan oleh Hinan dan tim dengan mencoba mendirikan badan-badan usaha milik panti. Dimulai dari mini market, pertanian, budi daya sapi dan lain sebagainya.
Konsep ‘manajemen terbalik’ ini merupakan hikmah yang dialaminya. Ia menceritakan, panti yang dipimpinnya memiliki seorang donatur tetap yang rutin tiap bulannya mengirimi beras dan memang bantuan itu ditunggu-tunggu kala itu. Namun suatu ketika, sang donatur telat mengirimi beras. Lalu, dirinya utang beras ke pedagang untuk sarapan dan makan siang. Pikirnya sore nanti barangkali datang. Ternyata, tak kunjung datang hingga lima hari berturut-turut.
Dari sanalah, ia mulai menerapkan konsep ‘manajemen terbalik’ di pantinya. Diupayakan dengan sekuat tenaga, barulah setelah itu tawakkal dan yakin seyakin-yakinnya kepada Allah Swt.
“Setelah ikhtiar, tinggal yakin. Sebab anak-anak (panti) itu memiliki rezekinya sendiri-sendiri. Karena Allah sudah menjamin setiap orang dan anak-anak termasuk anak yatim-piatu itu memiliki jatah rezekinya sendiri. Sekarang kita sebagai pengurus pantinya tinggal ikhtiar untuk membuat magnet rezeki itu,” ujar mantan guru SMA ini.
Kru YDSF pernah berkunjung ke Panti Asuhan Al Hasan Jombang tanggal 10 Mei 2017 dan terakhir tanggal 2 Januari 2018, YDSF memberikan bantuan kepada Panti Asuhan sebesar 60 juta untuk Tahun 2017, jumlah tersebut tidaklah berpengaruh besar untuk Panti Asuhan, mengingat akan kebutuhan yang sangat besar untuk membesarkan anak-anak tersebut. Oleh karena itu, kami masih perlu uluran tangan dari para dermawan untuk membantu Panti Asuhan tersebut. Mari kita bersama-sama bantu mereka.
Bantuan dapat disalurkan melalui rekening kemanusiaan YDSF di bawah ini :
BCA. 0883837743 Atas nama Yayasan Dana Sosial Al Falah
Konfirmasi Transfer :
AlHasan#Nama#Nominal#+Angka Unik (029)
Contoh :AlHasan#Kholiq#1.000.029
Kirim ke : 081 615 44 5556
Atau hubungi kantor YDSF terdekat
Call center
031 505 6650/54
Donasi Online www.ydsf.org