Setiap orang menginginkan ketenangan.
Membutuhkan kedamaian dalam keluarganya. Sayangnya banyak manusia salah jalan. Ada
yang mencari ketenangan dengan mengonsumsi obat-obatan. Bahkan kemudian
melampaui batas.
Ada yang mencari ketenangan dengan
berlibur di gunung atau pantai. Maka banyaklah paket wisata ke pantai dan
gunung. Konsep traveling digencarkan untuk memberi sensasi kenyamanan dan
ketenangan.
Namun ternyata ketenangan tidak ada pada
tempat-tempat itu. Lalu manusia membuat klaim-klaim tertentu tentang ketenangan
dan kedamaian. Lantas di manakah ketenangan itu? Kemanakah mencari kedamaian?
Berikut ini nasihat tentang hakikat ketenangan dan kedamaian. Kita simak wejangan dari Allah, dari Rasulullah saw. dan dari para ulama tentang hakikat ketenangan.
Carilah Ketenangan (Sakinah) di Majelis Ilmu/Agama
“Tidaklah suatu
kaum duduk/bermajelis lalu berzikir (mengingat) Allah, melainkan mereka
dikelilingi oleh para malaikat, diliputi oleh rahmat, diturunkan sakinah
(ketenangan), dan merekadisebut oleh Allah di hadapan malaikat yang ada di
sisi-Nya.’” (HR. Muslim, no.2700)
Di riwayat lain, “Tidaklah suatu
kaum berkumpul dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah (masjid), sembari membaca
Kitab Allah, saling mendaras (mengkaji) di antara mereka, melainkan turun
ketenangan pada mereka, rahmat menyelimuti mereka, malaikat mengerumuni mereka
dan mereka akan disebut Allah pada makhluk di sisi-Nya.” (HR. Abu Dawud)
Inilah pesan Nabi Muhammad saw. kemana
harus mencari sakinah (ketenangan). Akan lebih lengkap jika suami istri beserta
anak-anak secara rutin hadir di majelis ilmu agama. Bukankah setiap keluarga
mengharapkan rumah tangga yang sakinah?
Boleh saja keluarga itu mencari ketenangan
dengan berlibur ke pegunungan atau tempat wisata. Tapi, pesan nabi ini adalah
petunjuk dari Allah. Dan hanya Allah yang memahami kebutuhan manusia.
Baca juga: 5 Tips Membersihkan Hati, Pikiran, dan Niat | YDSF
Carilah Ketenangan dalam Shalat
Rasulullah saw. bersabda, “Wahai
sekalian manusia. Kalian semua sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan
Rabbnya (ketika shalat di masjid). Oleh karena itu, janganlah di antara kalian
mengeraskan suara kalian ketika membaca Al-Qur’an sehingga menyakiti saudaranya
yang lain.”
Ibnu Taimiyah mengulas hadits nabi ini
dengan penjelasan, “Dari sini tidak boleh bagi seorang pun mengeraskan
bacaan Al-Qur’annya sehingga menyakiti/mengganggu saudaranya yang lain seperti
menyakiti saudara-saudaranya yang sedang shalat.” (Majmu’ Al Fatawa, 23/64
dari islampos.com).
Bahkan ketika kita membaca surat Al-Fatihah,
di situlah dialog yang mesra antara mukmin dengan Allah. Dalam sebuah hadits Qudsi,
Allah mengabarkan hal ini.
Allah berfirman, “Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan bagi hamba-Ku apa yang dia mohonkan. Maka ketika hambaKu membaca alhamdulillahi robbil alamin: hambaKu memujiKu. Ketika hambaKu membaca arrohmanir rohim: hambaKu telah memujiKu. Ketika hambaKu membaca maaliki yaumiddin: hambaKu memuliakan Aku. Ketika hambaKu membaca iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in: ini adalah bagianKu dan bagian hambaKu dan bagi hambaKu apa yang dimintanya (begitu seterusnya hingga akhir surat)” (HR. Muslim).
Carilah Ketenangan di dalam Zikir pada Keheningan Malam
Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah memberi nasihat,
“Carilah hatimu di tiga tempat ini: di saat engkau mendengarkan Al Quran, di
saat engkau berada di majelis zikir (majelis ilmu) dan di saat engkau
menyendiri bermunajat kepada Allah. Jika engkau tidak temukan hatimu di sana,
maka mintalah kepada Allah agar memberimu hati karena sesungguhnya engkau sudah
tak punya hati lagi.” (Al Fawaid 1/148).
Firman Allah, “Sungguh, bangun
malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan Al-Quran pada waktu itu) lebih
berkesan.” (QS. Al-Muzammil 6).
Baca juga: Akhlaq Baik, Cerminan Hati Bersih | YDSF
Carilah Ketenangan Saat Menyelami Makna-makna Ayat Al-Quran
Nabi saw berpesan, “Hati ini bisa
berkarat seperti berkaratnya besi jika terkena air.” Lalu Nabi ditanya, “Apa
pembersihnya?” Sabda beliau, “Banyak mengingat mati dan membaca Al-Quran.” (HR.
Al Baihaqi).
Setiap perbuatan itu ada tata caranya.
Seperti halnya kita mengendarai mobil atau mengoperasikan komputer. Demikian
juga dengan Al Quran. Ada tata caranya.
“Tidaklah kami
melewatkan satu ayat pun dari Rasulullah kecuali kami membacanya, menghafalnya,
memahaminya, dan mengamalkannya.” Di riwayat lain ada tambahan:
mengajarkannya.
Maka, begitulah ketenangan jiwa akan akan
terisi dengan menjiwai Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. “Dan kemudian dikatakan
kepada orang yang bertakwa, “Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?” Mereka
menjawab, “Kebaikan (khoiron)” (QS. An Nahl 30).
Carilah ketenangan bercengkrama tentang
kebajikan bersama orang shalih Imam Al Hasan Al Bashri pernah mengungkapkan
perasaannya tentang teman-temannya di majelis ilmu/agama. “Sahabat-sahabat kami
lebih mahal daripada keluarga kami. Sebab, keluarga kami mengingatkan kami
kepada dunia. Sedangkan sahabat-sahabat kami mengingatkan kami kepada akhirat.”
Menjauh dari majelis ilmu dan
pertemuan dengan orang-orang shalih dapat mengeraskan hati. Karena itu, Wali
Songo punya senandung nasihat tentang Tombo Ati (Penyejuk Jiwa) ada lima:
berpuasa, membaca dan memahami Al-Qur’an, zikir di malam hari, shalat malam dan
mengakrabi dengan orang shalih.
Sumber: Majalah Al
Falah Edisi Bulan Juli 2021
Features Image by unsplash
Sedekah dari Rumah:
Artikel Terkait:
Bukti dari Keimanan | YDSF
Tips Meraih Pahala Terbaik dari Allah | YDSF
Menjaga Kebersihan dan Kesehatan Jiwa, Dari Awal Hingga Akhir | YDSF
Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur | YDSF
Perbaiki Hati Sebelum Amal | YDSF
Melangitkan Doa untuk Menjemput Harapan | YDSF