Bagi masyarakat
umum, bulan Februari menjadi salah satu bulan yang dipenuhi dengan cinta.
Sedangkan dalam Islam, wujud cinta bukan hanya ditunjukkan pada momen-momen
tertentu. Namun, baiknya tetap ditunjukkan setiap saat.
Selain itu,
makna cinta bukan hanya spesifik untuk pasangan. Melainkan, kepada
makhluk-makhluk ciptaan-Nya serta lingkungan sekitar pun juga harus kita
cintai. Bahkan, kepada Allah Swt. dan Rasulullah saw. juga harus kita berikan
ruang di hati kita untuk memberikan cinta terbaik. Sejatinya, cinta yang tidak
akan pernah meninggalkan kita adalah cinta Allah Swt. dan Rasulullah saw.
Cinta memiliki
kata dasar dari bahasa Arabnya yaitu al-hubb. Ibnu Faris mengatakan
bahwa dalam kata hubb terdapat tiga makna, salah satunya yaitu menyertai dan
tetap. Oleh karenanya, ini memberikan konsekuensi dalam pelaksanaan cinta untuk
tetap berdampingan dan memiliki ikatan. Sedangkan, menurut ar-Raghib
al-Asfahaniy, cinta (mahabbah) merupakan sebuah keinginan terhadap
sesuatu yang dianggapnya baik.
Dalam Al-Qur’an,
cinta disebutkan lebih dari 80 kali. Dan, ditunjukkan bagaimana manusia
memiliki kecintaan terhadap harta bendanya, saudaranya, sesama makhluk hidup.
Hingga, bagaimana seharusnya memiliki kecintaan yang sempurna kepada Allah Swt.
dan Rasulullah saw. Pengategorian ini membuat kita hendaknya mampu menempatkan
wujud cinta sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Berawal dari
hubungan hati yang bermula karena empati. Berlanjut dengan adanya rasa rindu
yang kemudian membuahkan kemesraan dan rasa saling membutuhkan. Akibatnya,
sifat cinta ini menumbuhkan karakter baru yaitu merawat dan menjaga. Yang
membuat adanya kepedulian. Sedangkan, level paling tinggi dari kecintaan adalah
kepada Allah Swt. dan Rasulullah saw. Dengan selalu taat dan ittiba’ ajaran
syariat.
Tingkatan Cinta dalam Islam
Membahas tentang
konsep cinta dalam Islam, maka kita akan menemukan banyak referensi. Biasanya
yang populer adalah pendapat dari Imam Al Ghazali dan Ibnu Qayyim. Sedangkan,
dalam buku Kepribadian Muslim karya Dr. Irwan Prayitno, beliau memaparkan
terdapat beberapa tingkatan cinta yaitu:
Baca juga:
Karakteristik Para Hamba yang Dicintai Allah | YDSF
JENIS CINTA DALAM ISLAM MENURUT IBNU QAYYIM| YDSF
1.
Al ‘Alaaqah (Kecenderungan)
– Al-Maadah (Benda-benda) – Al-Intifaa’ (Pemanfaatan)
Cinta yang sekadar hubungan hati terhadap fisik atau material. Bentuknya berupa
pemanfaatan untuk kepentingan hidup dan berdakwah. Jangan sampai berlebihan.
2.
Al-‘Athf (Simpati)
– Al-Insaan (Manusia) – Ad’Da’wah (Berdakwah)
Cinta kepada sesama manusia, yang mana tidak dibatasi untuk umat Islam
saja. Sebagai sesama makhluk sosial, meski berbeda keyakinan hendaknya kita
tetap memberikan rasa simpati. Namun, jangan sampai berlebih hingga lupa
terhadap kecintaan kita kepada Allah dan Rasulullah saw.
3.
Ash-Shabaabah
(Empati) – Al-Muslim (Muslim) - Al-Ukhuwwah (Persaudaraan Islam)
Bentuk yang ketiga ini juga masih merupakan perwujudan cinta untuk sesama
manusia. Bedanya, tingkatnya menjadi lebih tinggi. Bukan hanya sekadar memiliki
rasa simpati, tetapi juga bertindak membantu (empati).
4.
Asy-Sayuq
(Rindu) – Al-Mu’min (Orang Beriman) – Ar-Rahmah wa Al-Mawaddah
(Kasih Sayang dan Cinta Kasih)
Tingkatan ini adalah saat di mana cinta telah mencapai sebuah rasa rindu.
Sehingga, minim sekali (semestinya) terjadi perpecahan bila sudah berada pada titik
ini.
5.
Al-‘Isyq
(Mesra) – Ar-Rasuul wa Al-Islaam (Rasul dan Islam) – Al-Ittibaa’
(Mengikuti)
Setelah memiliki rasa rindu, maka akan muncul kemesraan. Baiknya, mesra ini
kita arahkan untuk Allah Swt. dan Rasulullah saw. Karena, saat seseorang telah memiliki
kemesraan terhadap yang dicintainya, maka ia akan rela berkorban. Mengikuti apa
yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang dilarang.
6.
At-Tatayuum Allah (Menghamba Allah) – Al-‘Ubuudiyah (Pengabdian)
Urutan
cinta tertinggi adalah menghambakan diri hanya kepada Allah dalam bentuk
pengabdian. Allah Swt. Yang diwujudkan dengan taat syariat.
Melalui cinta
inilah, seseorang dapat terbentuk karakternya. Yakni walaa (loyalitas) dan
baraa (melepaskan diri). Maksudnya, seseorang yang telah mencapai level cinta
tertinggi kepada Allah Swt. dan Rasulullah, maka mereka akan berupaya seoptimal
mungkin agar cintanya menghasilkan buah terbaik. Membentuk pribadi yang lebih
baik dari hari ke hari, hingga berada pada level ikhlas dalam berbuat dan
beramal. Berikutnya, ia juga akan tegas melepaskan diri dari bentuk-bentuk
kekufuran yang dapat menjauhkan dari cintanya.
Wujud Cinta dengan Berbagi
Artikel Terkait
Menikah Tapi Tidak Cinta Suami | YDSF
ZAKAT DARI UANG PESANGON PENSIUN | YDSF
Kisah Cinta Rasulullah Pernah Ditolak | YDSF
FIDYAH DALAM ISLAM DAN KETENTUANNYA | YDSF
Kisah Mualaf, Musibah Membuatku Hijrah | YDSF
WAKTU MEMBAYAR ZAKAT MAAL | YDSF
Kisah Abu Dahdah, Si Pemilik Kebun Kurma di Surga | YDSF