Salah satu sumber
kekayaan yang harus dikeluarkan zakatnya adalah gaji yang didapatkan dari
pekerjaan. Baik secara rutin maupun yang didapatkan berdasarkan proyek
insidentil. Zakat dari hasil gaji ini tergolong dalam zakat penghasilan, yang
mana masuk di dalam salah satu zakat maal dalam fikih kontemporer.
Allah Swt.
berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk
lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah: 267)
Zakat Penghasilan: Zakat dari
Hasil Gaji
Saat seseorang memiliki
penghasilan atau gaji yang telah memenuhi syarat nishab dan haul zakat, maka
harus ditunaikan zakatnya. Untuk nishab dan haul zakat penghasilan, menggunakan
qiyas zakat maal secara umum (85 gram emas murni) dan zakat pertanian (653
kilogram). Penjelasannya:
·
Qiyas
dengan 85 gram emas
Bila seseorang memiliki penghasilan rutin yang diterima setiap bulannya
dengan durasi waktu (haul) selama satu tahun, maka nishab yang digunakan adalah
85 gram emas. Satu tahunnya biasa dihitung berdasarkan tahun hijriyah.
·
Qiyas
dengan 653 kg beras
Sedangkan
bila seseorang mendapatkan penghasilan secara tidak rutin berdasarkan proyek
insidentil yang dikerjakan, maka nishab yang digunakan adalah 653 kg. Sedangkan
durasi waktunya tidak perlu menunggu satu tahun. Namun, dianjurkan untuk
langsung ditunaikan setiap kali mendapatkan hasil gaji tersebut.
Zakat penghasilan
disebut juga dengan zakat profesi. Memang, pada zaman Rasulullah saw. zakat jenis
ini tidak dijabarkan secara gamblang. Namun, seiring berjalan waktu dan zaman, bertambah
banyaknya lapangan pekerjaan dan kebiasaan hidup manusia, para ulama fikih
kontemporer sepakat bahwa perlu adanya sebuah zakat yang ditunaikan untuk
pekerjaan selain bertani, beternak, dan berdagang (sebagaimana zakat yang sudah
ada sebelumnya).
Baca juga:
Cara Menghitung Zakat Profesi | YDSF
Zakat dari Uang Pesangon Pensiun | YDSF
Untuk dapat
menunaikannya pun terdapat dua pendekatan. Pertama, dengan pendekatan bruto
yaitu menghitung terlebih dahulu semua penghasilan dalam kurun waktu (haul sesuai
jenis penghasilan yang didapatkan), lalu langsung menguranginya dengan zakat 2,5%
bila nishabnya terpenuhi. Kedua, pendekatan netto yakni mengurangi seluruh
penghasilan kotor dengan kebutuhan dan tanggungan, setelahnya bila masih
memenuhi wajib zakat maka baru ditunaikan 2,5%nya.
Selain
penghasilan pokok bulanan, ada beberapa hal lain yang juga dapat dimasukkan dalam
perhitungan untuk dikenakan zakat, yaitu:
·
Bonus,
seperti Gaji 13 atau semacamnya;
·
THR
(Tunjangan Hari Raya), karena pada umumnya THR berjumlah sama seperti gaji
bulanan yang diterima;
·
Pesangon
pensiun;
·
dll.
(yang termasuk dalam unsur gaji/penghasilan).
Zakat Mengurangi Penghasilan
Kena Pajak
Indahnya Islam. Saat seseorang menunaikan kewajibannya berzakat, maka juga dapat digunakan sebagai penghasilan kena pajak yang disetorkan kepada pihak negara. Sehingga, pajak yang dikeluarkan pun dapat berkurang (karena persentasenya disesuaikan dengan penghasilan yang telah dikurangi zakat). Tak hanya menunaikan zakat, namun kemudahan dan keringanan pembayaran pajak pun didapatkan.
Zakat di YDSF:
Artikel Terkait:
Hukum Zakat Penghasilan dalam Islam | YDSF
2 JENIS HARTA BENDA WAKAF | YDSF
Waktu Membayar Zakat Maal | YDSF
Mengenal Istilah-istilah dalam Wakaf | YDSF
Wakaf dalam Perspektif Mikro Ekonomi Islam | YDSF