Sertifikasi Halal Produk Obat | YDSF

Sertifikasi Halal Produk Obat | YDSF

19 Oktober 2022

Obat pun butuh disertifikasi halal. Mengingat, untuk dapat membuat suatu obat terdiri dari beberapa bahan. Memang, mungkin untuk alasan medis, terdapat pengecualian. Namun, bila ada bahan subtitusi lain yang lebih layak dan jelas kehalalannya tentu harusnya diutamakan. Belum lagi, belakangan ini sedang marak kasus gagal ginjal akut yang diderita anak-anak. Salah satu penyebabnya yang telah ditemukan adalah karena kandungan yang ada dalam obat anak.

Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia dan hewan (Ansel: 1989). Dari perspektif halal haram, ketentuan obat pada manusia pada dasarnya sama seperti pada makanan dan minuman. Artinya ketika berobat manusia juga diperintahkan untuk mencari obat yang halal.

Batas Halal Haram dalam Obat

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan menurunkan obat dan menjadikan setiap penyakit ada obatnya maka berobatlah kalian, jangan berobat dengan yang haram." (HR. Abu Dawud)

Berobat adalah suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindari bagi orang yang sakit, sekalipun sebenarnya mengonsumsi obat adalah suatu yang tidak disukai. Secara normal tidak ada orang yang berkeinginan mengonsumsi obat tanpa sebab. Dengan demikian obat adalah bahan yang dibutuhkan dalam kondisi terpaksa. Maka jika keberadaan obat yang suci dan halal tidak tersedia sementara berobat adalah kebutuhan yang mendesak, menggunakan bahan najis pun diperbolehkan jika memang bahan tersebut bisa menyembuhkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt: "Tetapi siapa saja dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Baqarah 173)

Maka kriteria kebolehannya adalah karena terpaksa, sangat membutuhkan, bukan karena sekadar memenuhi keinginan semata dan pemakaiannya tidak melampaui batas. Dan memang dalam mengonsumsi obat tidak boleh melampaui batas tetapi harus patuh pada dosis dan aturan pakai yang ditentukan.

Dalam hal ini pula bisa disimak pendapat Imam Izz al-Dîn bin Abdi al-Salam dalam karyanya Qawa'id al-Ahkam: "Boleh atas seseorang berobat dengan bahan yang najis ketika tidak ditemukan bahan suci karena maslahat yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan lebih utama daripada maslahat menghindari najis. Namun tidak diperbolehkan berobat dengan khamr (miras) menurut pendapat yang kuat kecuali apabila secara pasti diketahui dapat menyembuhkan dan tidak ditemukan obat selain itu.”

Kebolehan untuk mengonsumsi bahan najis sebagai obat karena terpaksa ini merupakan bagian dari ciri ajaran Islam yang rahmatan li al-alamiin. Islam yang menjadi rahmat tidak diturunkan untuk menciptakan kesulitan atau menjadi beban bagi kehidupan, namun justru Islam diturunkan sebagai tuntunan hidup agar manusia tidak terjerembab kedalam kenistaan yang akan menjatuhkan martabatnya sebagai makhluk yang mulia.

Baca juga: 
TERTULIS NO PORK BUKAN JAMINAN HALAL | YDSF
KRITERIA PRODUK HALAL DAN FATWA MUI | YDSF


Jikalau manusia diperintahkan untuk hanya mengonsumsi yang halal termasuk ketika berobat, hal tersebut agar kemuliaan manusia tidak runtuh dan tetap bertahan sampai hayatnya hingga menghadap Sang Pencipta. Nah, bisa dipahami bahwa kebolehan untuk menggunakan bahan najis sebagai obat adalah bersifat keringanan yang disebabkan oleh kondisi yang tidak semestinya atau kondisi yang abnormal.

Tidak sepatutnya kondisi abnormal ini menjadi pembenaran bagi negara atau pemerintah untuk tidak mengupayakan ketersediaan bahan obat yang halal. Karena pada asalnya berobat juga diperintahkan untuk menggunakan bahan yang halal. Pemerintah adalah lembaga publik yang memperoleh mandat dari publik yakni warga negara untuk melakukan pengelolaan sektor publik.

Kebijakan Penggunaan Bahan Halal pada Obat

Pemerintah yang baik adalah pemerintah yang mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan dan melayani apa yang menjadi kebutuhan publik yang implementasinya diatur dalam peraturan perundangan.

UUD 1945 memberikan dasar-dasar konstitusional bagi setiap warga negara Republik Indonesia untuk dijamin hak asasinya termasuk hak beragama dan beribadah menurut agamanya. Hal ini ditegaskan antara lain dalam pasal 29 ayat (2). Sedangkan memilih produk halal adalah tuntutan agama dan ba- gian dari ibadah, sehingga penyediaan produk yang dijamin halal merupakan amanat konstitusi yang harus diwujudkan dalam rangka memberikan jaminan kepada warga negara khususnya yang beragama Islam untuk dapat menjalankan haknya, yaitu mengamalkan agama sesuai dengan keyakinan yang dianutnya. Lebih-lebih lagi tidak kurang dari 86% penduduk Indonesia beragama Islam.

Sangat tidak tepat pandangan yang menyatakan bahwa produk obat tidak perlu disertifikasi halal dengan alasan dalam keadaan darurat obat yang haram boleh dikonsumsi. Jika alasan seperti ini yang digunakan, sama artinya dengan pemerintah sengaja mengkondisikan warganya terus menerus berada dalam keadaan darurat.

Lebih dari itu, keberadaan pemerintah menurut ajaran Islam merupakan pilar bagi tegaknya negara dan terpeliharanya agama. Seperti yang disampaikan oleh Imam Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Mawardi, "Kepemimpinan merupakan tempat pengganti kenabian dalam menjaga agama dan menga- tur dunia, dan memilih orang yang menduduki kepemimpinan tersebut hukumnya adalah wajib menurut ijma."

Berangkat dari pandangan di atas, eksistensi pemerintah bagi umat Islam tidak saja diperlukan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tetapi juga mengatur agar nilai-nilai agama dapat diamalkan tanpa ada halangan. Penyediaan obat yang halal merupakan suatu keharusan bagi pemerintah karena berobat dengan yang halal adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pengamalan ajaran agama tersebut.

Wa Allâhu a'lamu bi al-shawâb.

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi Januari 2017

 

Bantu Penyintas Bencana

 

Artikel Terkait:

Konsumsi Obat Berbahan Haram | YDSF
BAYAR ZAKAT UNTUK ORANG YANG MENINGGAL | YDSF
Hukum Percaya Pawang Hujan dalam Islam | YDSF
MENGELUARKAN SEDEKAH DARI BUNGA BANK | YDSF
Kandungan STMJ dan Ginseng Mengandung Arak | YDSF
2 JENIS HARTA BENDA WAKAF | YDSF


Indonesia #SiagaBencana



Tags: sertifikasi halal obat, obat halal, obat, ydsf

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: