Tertulis No Pork Bukan Jaminan Halal | YDSF

Tertulis No Pork Bukan Jaminan Halal | YDSF

9 Agustus 2020

Dalam beberapa kemasan produk pangan, atau di resto, kedai, sering dijumpai produsen atau pemilik sengaja menuliskan label no pork. Tujuannya, memberi tahu konsumen bahwa produk atau restonya tidak menggunakan bahan dari  babi. Harapannya, konsumen muslim tidak ragu membeli.

Pemilik usaha atau produsen menyadari, selama ini persepsi masyarakat terhadap masalah halal-haram hanya tertuju pada seputar pork atau babi. Umumnya memang, orang menganggap yang perlu diwaspadai terkait masalah halal haram adalah babi. Seperti lemak babi, kaldu babi, dan sejenisnya. Ketika di label tertulis no pork, sudah merasa aman. Apalagi ditambah label beef yang artinya daging sapi atau chicken artinya daging ayam.

Orang merasa sudah nyaman. Penulis sering menjumpai persepsi dan perilaku ini. Misalnya ketika bepergian ke luar negeri dan menginap di hotel. Persepsi ini tampaknya juga yang difahami oleh kalangan non muslim.  Seorang kawan non muslim yang menyeponsori kunjungan ke  luar negeri dengan penuh percaya diri mengajak anggota rombongan muslim, untuk mencicipi masakan di hotel yang memang tertulis beef, artinya bahan daging sapi. Dalam persepsinya beef mestilah halal.

Tentu patut ditanyakan, apakah jika tertulis no pork mesti aman dari aspek halal? Benarkah ketika tertulis label beef atau chicken mesti aman bagi muslim. Maka harus disadari, yang diharamkan tidak hanya babi. Hewan halal seperti sapi, kambing, ayam, untuk bisa menjadi halal harus disembelih dengan benar sesuai tata cara penyembelihan menurut syariat Islam. Jika cara menyembelih tidak sesuai dengan syariat, meskipun hewan halal, dagingnya haram dikonsumsi. Demikian pula lemak dan produk turunannya.

Baca juga: HALALKAH MAKANAN YANG MENGANDUNG RUM ATAU ESSENCE RUM? | YDSF

Dalam kehidupan sehari-hari penggunaan produk hewani hampir tidak bisa dihindari. Bahkan masakan dari bahan-bahan nabati pun diolah dengan bumbu-bumbu yang mengandung unsur hewani. Penggunaan produk hewani meliputi produk olahan langsung seperti aneka  olahan dan masakan daging. Contohnya: steak, rawon, sate, soto, soup, rendang, gulai, kari, dendeng, krengsengan, bali, semur, dan sebagainya.

Ada yang hanya menggunakan aromanya saja yang dari hewan,  seperti kaldu, penggunaan tulang yang orang Jawa menyebut balungan, dan sebagainya. Yang lebih canggih, di era kontemporer saat ini, produk hewani dipakai sudah dalam bentuk produk turunan, misalnya monogliserida, digliserida, enter-ester asam lemak, gelatin, dan sebagainya.

Jadi di era modern ini permasalahan halal haram tidak lagi sederhana. Tidak banyak yang membayangkan jika produk es krim itu memungkinkan juga menggunakan bahan-bahan yang bersumber dari hewani. Misalnya saja penggunaan bahan dengan kode E471, kode untuk monogliserida atau digliserida stearate. Bahan ini dapat bersumber dari nabati maupun hewani. Bahan dengan kode E471 digunakan sebagai emulsifier beberapa produk makanan dan minuman. Produk krimmer yang biasa dicampurkan ke dalam minuman kopi atau teh juga biasa menggunakan bahan dengan kode E471 ini. Demikian pula produk margarin, produk-produk rerotian, dan sebagainya.

Lebih jauh lagi, produk-produk kosmetika seperti penyegar, pelembab, lotion, pembersih, produk lipstik, dan bedak kocok, juga menggunakan komponen bahan dari sumber lemak yang bisa dari nabati maupun hewani.  Inilah kompleksitas masalah halal haram di era modern ini. Solusi menghadapinya adalah dengan sertifikasi halal. Sertifikasi halal adalah cara untuk memastikan bahwa keseluruhan bahan dan proses produksi dari suatu produk yang akan dipakai, baik produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika, bisa dijamin aman dari aspek kehalalan dan kesuciannya. Proses sertifikasi  halal dilakukan dengan cara meneliti dan mengendalikan cara berproduksi yang dijamin halal melalui penerapan sebuah sistem pengendalian.

Inilah latar belakangnya kenapa di era modern ini perlu ada sertifikasi halal. Alhamdulillah di Indonesia  sudah ada undang-undang yang mengatur tentang sertifikasi halal. Yang menjadi harapan adalah bagaimana agar undang-undang Jaminan Produk Halal ini dapat terimplementasikan secara efektif.

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi Januari 2020

 

Baca juga:

MEMBUAT SERTIFIKASI HALAL TIDAK DI LPPOM MUI | YDSF

Cara Menghitung Zakat Profesi | YDSF

Sejarah Sertifikasi Halal di Indonesia | YDSF

Zakat Sebagai Pengurang Pajak | YDSF

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: