Demi terlihat
kekinian dan terkesan trendy, banyak dari para wanita bahkan anak perempuan
mewarnai (semir) rambutnya. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang menyemir
rambut ini merupakan para wanita muslim. Sayangnya, dengan dalih supaya merasa “aman”
(secara agama), dibuatlah berbagai bahan untuk mewarnai rambut.
Memang,
Rasulullah saw. tidak memberikan sabda secara langsung tentang larangan
mewarnai atau menyemir rambut. Namun, secara tegas beliau bersabda bahwa bagi
umat muslim dilarang menyemir rambut dengan warna hitam.
Dari Ibnu ‘Abbas r.a.
berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Pada akhir zaman nanti akan muncul
suatu kaum yang bersemir dengan warna hitam seperti tembolok merpati. Mereka
itu tidak akan mencium bau surga.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Hibban
dalam shahihnya, dan Al Hakim).
Meski melarang
penggunaan warna hitam untuk menyemir rambut dan jenggot, Rasulullah saw.
pernah menyuruh Abu Quhafah (ayah Abu Bakar) menggunakan warna lain. Perintah
ini ada saat seusai terjadinya Fathu Makkah. Sebagaimana dalam hadits disebutkan,
“Suatu hari ketika Fathu Makkah, Abu Quhafah dipanggil oleh Rasulullah. Saat
itu, rambut kepala dan jenggotnya berwarna putih seperti merpati. Kemudian
Rasulullah bersabda: ‘Ubahlah warna ubanmu ini, namun jangan gunakan warna
hitam.’” (HR. Jabir).
Ternyata, apa
yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. tersebut merupakan salah satu sikap umat muslim
agar menyelisihi kaum Yahudi dan Nasrani. Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah
saw. bersabda, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak menyemir
uban mereka, maka selisilah mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi, HR.
Bukhari dan Muslim)
Seiring
berkembangnya zaman, kebiasaan kaum non muslim pun juga semakin beragam. Dan,
mungkin bagi sebagian orang menjadi terlihat “keren”. Salah satunya soal
mengecat rambut. Kini, berbagai warna dan gaya pun digunakan. Tak jarang,
membuat iman seseorang menjadi goyah. Dalihnya hanyalah, “yang penting kan
bukan warna hitam” atau “yang penting kan semirnya halal (bahannya tidak
mencegah air wudhu masuk pori-pori kepala, dsb.).
Sahabat yang dirahmati Allah, mari kita renungkan sejenak. Pada setiap larangan Rasulullah saw. pasti memiliki alasan dan insya Allah akan mendapatkan buah terbaik bagi mereka yang patuh. Bila kita ingin menyemir rambut hanya untuk gaya-gayaan, maka mari kembali pada perintah Rasulullah saw. berikut: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Baca juga: Batasan Air untuk Wudhu | YDSF
Lalu, bagaimana wudhu seseorang
yang rambutnya telah disemir atau diwarna?
Dalam Majalah Al
Falah edisi Agustus 2009, pihak redaksi mendapatkan pertanyaan dari salah satu
donatur Yayasan Dana Sosial al-Falah (YDSF), tentang bagaimana sahnya wudhu
bila terlanjur mengecat atau semir rambut.
Adapun tentang
mengecat rambut, masih bermasalah. Karena saat wudhu, rambut tidak disiram
tetapi diusap. Sedang pengusapannya itu cukup dengan kebasahan telapak tangan
dan cukup pada bagian atas, tidak sampai ke pangkal rambut. Sehingga tidak
tergambar adanya pemerataan setiap utas rambut.
Juga, apakah
pengecatan rambut itu seperti mengecat tembok hingga dasar tembok tidak
terlihat? Ataukah sekadar pewarnaan? Sehingga dengan kasus-kasus tersebut,
tergambar ketertinggalan seutas atau dua utas rambut tidak membatalkan wudhu.
Namun, lebih
afdhal dan tidak bermasalah, kalau rambut tidak usah diwarnai cat. Kalaulah mau
mewarnai cukup dengan bahan yang tidak menghalangi masuknya air ke pori-pori dan
rambut. Seperti, inai/pacar. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah saw., “Sesungguhnya
bahan yang terbaik yang kalian gunakan untuk menyemir uban adalah hinna’
(pacar) dan katm (inai).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An
Nasa’i).
Pun ada pendapat
yang menyatakan bahwa baiknya menyemir rambut itu hanya dilakukan untuk menutup
uban saja. Seperti yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw. Semoga kita
tidak menjadi golongan orang-orang yang fasik. Aamiin. (ay)
Zakat di YDSF
Artikel Terkait
Waktu Terbaik Terkabulnya Doa | YDSF
ZAKAT DARI UANG PESANGON PENSIUN | YDSF
Mendahulukan Jamak-Qashar dalam Shalat Fardhu | YDSF
FIDYAH DALAM ISLAM DAN KETENTUANNYA | YDSF
Kisah Mualaf, Musibah Membuatku Hijrah | YDSF
WAKTU MEMBAYAR ZAKAT MAAL | YDSF
Sujud Setelah Shalat | YDSF