Qarun adalah
seorang yang hidup di zaman Nabi Musa as. dan dibinasakan oleh Allah Swt. atas
kesombongannya. Ia tidak mau menunaikan perintah zakat yang telah Allah
berikan, padahal saat ia dalam kondisi susah, Allah menolong dan telah
memberikannya banyak harta.
Kisah Qarun
diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al-Qashas ayat 76 sampai 81. Dalam beberapa
ayat itu, disebutkan bagaimana dari awal Qarun memohon pertolongan hingga
menolak dengan sombong perintah zakat dari Allah Swt.
Taat pada Allah di Saat Susah
Qarun dikenal
sebagai salah satu sepupu dari Nabi Musa as.
Dalam beberapa catatan, Qarun juga disebut sebagai “Munawwir” karena
memiliki suara paling indah saat membaca kitab Taurat di zaman itu.
Bahkan, ia
merupakan salah satu dari 70 laki-laki dari kaum Nabi Musa as. yang dimohonkan
taubat karena menyembah patung lembu. Pria yang memiliki banyak anak ini
juga disebut-sebut pandai dalam berbisnis. Meski, saat itu dirinya sempat
mengalami kesulitan untuk menafkahi keluarganya.
Qarun lantas
mendatangi Nabi Musa as. dan meminta beliau mendoakannya agar diberi harta
benda yang melimpah. Karena sempat dikenal sebagai seorang yang saleh dan
mengikuti ajaran Nabi Ibrahim as. dengan baik, Nabi Musa as. pun setuju untuk
mendoakannya.
Dirinya juga
sempat berjanji, bahwa kelak saat menjadi kaya akan lebih taat beribadah dan
menolong orang yang susah. Allah Swt. mengabulkan doa Nabi Musa as.,
dengan memberikan Qarun harta benda yang diinginkannya. Ia memiliki ribuan
gudang yang dipenuhi emas dan perak.
Sombong dan Menolak Perintah
Zakat dari Allah
Sayangnya, semua
pemberian Allah Swt. itu membuat Qarun menjadi gelap mata. Dirinya pernah
memamerkan harta kekayaannya dengan mengenakan pakaian mewah, didampingi total
600 pelayan laki-laki dan perempuan.
Karena jumlah kekayannya
sangat melimpah, orang-orang kuat keberatan membawa kunci-kunci gudangnya. Dalam
riwayat Khaitsamah disebutkan bahwa untuk mengangkut kunci gudang kekayaan
milik Qarun harus dengan 60 bighal (sejenis kuda kecil). Kesombongan Qarun itu terabadikan dalam
Al-Qur’an surah Al-Qashas ayat 76.
Setelah sifat
sombongnya mulai nampak, Qarun juga menjadi seorang munafik. Saat Qarun marah
dan tidak memberikan sedikit pun dari kekayaan yang dimilikinya saat diminta
untuk menunaikan zakat. Dirinya bahkan mengatakan bahwa seluruh kekayaan yang
ia dapat adalah hasil kerja keras dan ilmu yang dimilikinya, tanpa ada
pertolongan Allah. Hal
tersebut juga tercatat dalam Al-Qur’an surah Al-Qashas ayat 78.
Juga disebutkan bahwa saat mulai memiliki
kekayaan berlimpah, Qarun berpaling dari ajaran Allah. Ia memilih megikuti
budaya Mesir Kuno. Qarun menyembah Sobek, “Penguasa Air” dalam mitologi Mesir
Kuno.
Baca juga: MEMUPUK SIFAT KEDERMAWANAN DAN MENELADANI RASULULLAH | YDSF
Para ahli tafsir
berbeda pendapat dalam menafsirkan firman Allah Swt. tersebut. Imam Ibnu Katsir
menyebutkan tiga penafsiran mereka sebagai berikut.
Pertama, “Sesungguhnya Allah memberiku harta
karena kecintaanNya dan ilmuku. Karena itu, aku layak menerimanya.” Juga dikatakan,
“Sesungguhnya aku diberi harta karena pengetahuan Allah, karena aku berhak mendapatkannya,
dan karena cinta-Nya padaku.” Ucapan seperti ini sesuai dengan firman Allah
Ta’ala yang berbunyi, “Maka apabila manusia ditimpa bahaya, ia menyeru Kami,
kemudian apabila Kami memberikan kepadanya nikmat dari Kami, ia berkata, ‘Sesungguhnya
aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku...”(QS Az Zumar 49).
Kedua,
“Bahwasanya ilmu kimia telah membantuku.” Ilmu kimia pada masa lalu berbeda
makna dengan ilmu kimia zaman modern ini. Bahkan bagi mereka, dahulu kimia
merupakan ‘ilmu’ yang memiliki kesan mistis. Karena dapat mengubah macam-macam logam,
seperti besi dan tembaga menjadi emas murni. Menurut pandangan mereka Qarun
mampu mengubah logam menjadi emas. Karenanya harta kekayaan dan
perbendaharaannya menjadi banyak. Namun Ibnu Katsir membantah pendapat ini. Menurutnya
pendapat ini lemah karena ilmu kimia sendiri adalah ilmu batil, karena tidak
ada yang mampu mengubah suatu zat kecuali Allah. Allah Ta’ala berfirman, “Hai
manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu.
Sesungguhnya segala yang kamu seru selain selain Allah sekali-kali tidak dapat
menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya…”(QS.
Al-Hajj 73).
Ketiga, ia
mengetahui nama Allah yang paling agung (ismullah al-a’dzam), lalu ia berdoa dengan
nama itu, maka hartanya bertambah disebabkan hal itu. Qarun menyangka bahwa Allah
memberinya nikmat karena ia layak dicintai Allah dan layak mendapatkan harta itu
disebabkan berbagai kelebihan yang dimilikinya, sedangkan yang lainnya bukanlah
orang yang pantas memiliki harta itu. Ia mengatakan, “Sesungguhnya aku hanya
diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.”
Sedikitnya Harta Bukan Bukti
Kehinaan
Qarun tidak
memahami bahwasanya Allah sedang mengujinya dengan harta. Banyaknya harta
bukanlah ukuran kecintaan Allah kepadanya, juga sedikitnya harta bukanlah tanda
kebencian Allah. Karena hakikat sebuah harta bukanlah bukti kemuliaan maupun kehinaan
seseorang. Qarun benar-benar tidak mengetahui semua ini. Karena itu, ia terjerumus
dalam ujian harta.
Baca juga:
Peradaban Islam di Spanyol vs. Ukraina | YDSF
KISAH ABDURRAHMAN BIN AUF, BERSEDEKAH TIDAK TAKUT MISKIN | YDSF
Sesungguhnya
harta adalah fitnah, ujian, dan cobaan. Banyaknya harta bukanlah bukti atau
tanda adanya kecintaan dan kemuliaan dari Allah, dan sedikitnya pun bukanlah
bukti kehinaan dan kebencian Allah. Sesungguhnya patokan diterimanya seseorang
di sisi Allah adalah iman dan taqwa. Sesungguhnya orang yang paling mulia
disisi Allah adalah orang yang paling taqwa, bukan orang yang paling kaya.
Inilah penjelasan tegas Al Quran, ”Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat 13)
Inilah pemahaman
orang-orang yang beriman dan bertaqwa serta orang-orang yang memiliki persepsi
imani dan qur’ani yang benar. Karena itu, mereka tidak melampaui batas dan
berbuat kezaliman jika memiliki harta yang banyak, melainkan mereka gunakan dalam
ketaatan kepada Allah dan bersyukur kepada Rabb Pemberi kenikmatan. Begitu pula
sebaliknya, mereka tidak pernah berputus asa dan bersedih jika hanya memiliki
harta yang sedikit.
Adapun
orang-orang yang telah kehilangan parameter keimanan dan pandangan Qur’ani, mereka
menyangka bahwasanya harta adalah tolok ukur kemuliaan dan kehinaan seseorang.
Jika mendapat harta banyak, ia akan mengelolanya seperti Qarun dan berkata,
“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.” Namun
sebaliknya, jika sedikit harta yang didapatkannya maka ia akan bersedih. Al
Quran telah menyebutkan persepsi orang-orang itu dengan firman Allah, “Adapun
manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya
kesenangan maka dia berkata, ‘Tuhanku telah memuliakanku.’ Adapun bila Tuhannya
mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata, ‘Tuhanku menghinakanku’”
(QS. Al Fajr 15-16).
Disadur
dari Majalah Al Falah Edisi Desember 2017
Doa Memohon Rezeki Berkah & Umur Panjang
Sedekah Mudah di YDSF
Artikel Terkait:
KORBAN BENCANA BOLEH TERIMA ZAKAT | YDSF
Apa Itu Wakaf? Pengertian, Dalil, dan Hukum Wakaf | YDSF
HUKUM BAYAR ZAKAT ONLINE DALAM ISLAM
Haid, Tidak Boleh Ngaji dan Dzikir? | YDSF
ZAKAT PENGHASILAN SUAMI-ISTRI BEKERJA | YDSF
Hukum Arisan Dalam Islam | YDSF