Dalam menghitung zakat maal seseorang, terdapat beberapa
faktor yang perlu diperhatikan sebagai pengurang zakat, salah satunya hutang.
Karena, untuk dapat menentukan besarnya zakat yang dikeluarkan dapat diperoleh
dari pendapatan netto atau pendapatan bruto.
Terdapat beberapa jenis dalam zakat maal, di antaranya yaitu
zakat profesi atau penghasilan, zakat emas, zakat perdagangan, zakat pertanian,
dan zakat peternakan. Memang, secara umum, nishab zakat maal adalah 20 dinar
emas atau setara dengan 85 gram emas murni. Namun, pada setiap jenis zakat
tersebut memiliki nishab yang berbeda-beda.
Sedangkan untuk zakat penghasilan atau zakat profesi, karena
merupakan jenis baru dalam zakat maal. Dan, dulu belum ada maka tentu saja
tidak ada nash atau teks dalil khusus
(dari Al-Qur'an atau As-Sunnah) yang bisa dijadikan dasar secara khusus. Maka
dasar ijtihad yang digunakan oleh para ulama yang menyetujuinya adalah dalil
qiyas. Sebagaimana yang dibahas dalam Fiqih Zakat karya Prof. Dr. Yusuf
Al-Qardhawi hafidzahullah.
Nishab Zakat Penghasilan atau Zakat Profesi
Sehingga, untuk zakat penghasilan terdapat dua qiyas.
Pertama, menggunakan 85 gram emas sebagaimana zakat maal pada umumnya, hal ini
diperuntukkan bagi yang memiliki penghasilan rutin dengan haul satu tahun. Kedua,
bagi yang bekerja berdasarkan proyek, maka nishab zakat penghasilannya
diqiyaskan pada zakat pertanian yaitu sebesar 653 kg beras.
Mengapa demikian? Untuk pendekatan pertama, digunakan karena
penghasilan rutin akan diterima dengan nominal yang tetap dengan kurun waktu
satu tahun. Sedangkan, untuk yang kedua karena saat seseorang menerima gaji
berdasarkan proyek yang ia kerjakan, kurun waktunya tidak menentu, sehingga
diqiyaskan seperti petani yang memanen dengan hasil dan kurun waktu tidak
menentu.
Hutang Sebagai Pengurang Zakat
Lalu, bagaimana dengan hutang jatuh tempo yang dimiliki?
Apakah hutang dapat menjadi pengurang zakat?
Perhitungan besaran zakat yang dikeluarkan oleh seseorang
dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu penghasilan netto dan penghasilan
bruto.
Baca juga: Waktu Membayar Zakat Maal | YDSF
Alur pada perhitungan netto adalah seluruh pintu penghasilan
diakumulasi terlebih dahulu, kemudian dicek apakah sudah memenuhi nishab zakat.
Bila sudah memenuhi, maka dari akumulasi tersebut dikurangi dengan kebutuhan
hidupnya (membayar hutang, cicilan rumah, keperluan sehari-hari, dsb.). Bila
sudah diketahui, maka sisanya itulah yang kita ambil 2,5%nya untuk ditunaikan
zakat.
Berbeda dengan perhitungan brutto. Dari akumulasi seluruh
penghasilan yang dimiliki oleh seseorang tidak perlu dikurangi dengan kebutuhan
atau kewajiban lainnya. Langsung diambil 2,5%nya untuk ditunaikan zakat
penghasilannya.
Kedua pendekatan perhitungan ini memang menjadi perdebatan
di antara ulama. Kembali lagi, yang dapat mengukur apakah kita mampu untuk
menunaikan zakat adalah diri sendiri. Bila dengan pendekatan brutto kita merasa
sudah mampu untuk zakat dan memenuhi kebutuhan hidup selama haul itu maka tidak
mengapa. Namun, bila belum, sebaiknya menggunakan metode perhitungan netto.
Karena prinsipnya, zakat itu diwajibkan atas orang muslim
yang kaya atau mampu (ghani/aghniyaa')-(lihat
HR. Muttafaq 'alaih tentang pengiriman Mu'adz bin Jabal ra. sebagai dai ke
Yaman). Batas kekayaan atau kemampuan minimal adalah jika seseorang memiliki
penghasilan yang mencukupi kebutuhan pokoknya beserta keluarganya, lalu masih
memiliki kelebihan yang mencapai batas nishab.
Oleh karenanya, bila kita mengikuti pendekatan perhitungan
netto, maka hutang juga dapat menjadi salah satu faktor pengurang zakat. Tapi
yang mengurangkan itu bukanlah keseluruhan hutang seorang muzakki, melainkan
hutang yang jatuh tempo saja.
Maksudnya adalah, jika ia membayar zakatnya tiap bulan
misalnya, maka kadar hutang yang mengurangkan harta zakatnya hanyalah hutangnya
yang jatuh tempo bulan itu saja. Begitu pula jika ia membayarkan zakatnya
setiap akhir haul (tahun), maka yang mengurangkan adalah hutangnya yang jatuh
tempo selama satu tahun itu.
Dan, hutang jatuh tempo yang dimaksud bukan hanya hutang
untuk kebutuhan sehari-hari saja. Tetapi, hutang yang berkaitan dengan cicilan
rumah, kendaraan, dan lain-lain pun selama itu jatuh tempo dalam masa haul,
juga dapat menjadi pengurang zakat.
Disadur dari Majalah Al Falah Edisi Februari 2009
Qurban di YDSF
Artikel Terkait
Wakaf
dalam Perspektif Mikro Ekonomi Islam | YDSF
ZAKAT
UNTUK HARTA CICILAN | YDSF
Wakaf
Terbaik untuk Orang Tua Tercinta | YDSF
BEDA
ZAKAT PENGHASILAN DAN ZAKAT MAAL | YDSF
Benarkah
Memotong Kuku di Hari Jum’at itu Sunnah? | YDSF