Zakat untuk Harta Cicilan | YDSF

Zakat untuk Harta Cicilan | YDSF

24 Maret 2022

Perkembangan zaman yang semakin pesat, mempengaruhi segala aktivitas masyarakat, termasuk dalam bidang perekonomian. Saat ini, marak penggunaan sistem kredit (cicilan) dalam transaksi jual beli. Lalu, sebenarnya harta yang dibeli dengan sistem cicilan dikenakan zakat atau tidak? Simak penjelasannya dalam artikel ini!

Manusia dalam menjalani hidup, pasti akan selalu dihadapkan dengan kebutuhan dan keinginan. Terkadang, seringkali kita tidak bisa membedakan mana yang kebutuhan, mana yang keinginan. Hingga membuat kita harus memenuhi hal tersebut, meski dengan jalan kredit (sistem cicilan), misalnya ketika membeli rumah. Padahal, apapun yang kita beli pasti kelak akan di hisab ketika di akhirat kelak. Oleh karenanya, Islam mengatur perkara hisab melalui penunaian zakat pada setiap harta yang telah mencapai nishab.

Dalam islam, menunaikan zakat menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Tak hanya zakat fitrah, namun juga ada jenis zakat lain yang wajib ditunaikan saat harta kita telah memenuhi ketentuannya. Zakat yang dimaksud yakni zakat maal.

Zakat maal berasal dari dua kata, yakni zakat dan maal. Maal berarti harta. Menurut bahasa, harta dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dimiliki dan digunakan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa zakat maal adalah zakat yang wajib dikeluarkan atas harta yang kita miliki ketika telah memenuhi nishab.

Zakat maal sendiri terbagi menjadi beberapa jenis yang meliputi, zakat pertanian, zakat penghasilan/profesi, zakat hewan ternak, zakat perdagangan, dan zakat atsman (emas & perak). Semua jenis zakat tersebut memiliki ketentuan masing-masing sesuai syariat Islam.

Baca juga: Zakat dalam Islam | YDSF

Harta Cicilan, Perlu Zakat atau Tidak?

Harta yang masih dalam bentuk cicilan memiliki arti bahwa harta tersebut bukan sepenuhnya milik kita (karena masih dalam tahap kredit). Oleh karenanya, harta cicilan tidak terkena kewajiban zakat. Termasuk rumah yang masih dalam tahap cicilan, tidak wajib dizakatkan. Bahkan usai cicilanpun tidak terkena zakat. Kecuali jika rumah itu dijadikan komoditas, maka terkena zakat ketika barang itu sudah laku. Misalnya real estate, baru akan terkena zakat jika sudah laku. Contoh lain adalah hotel, baru terkena zakat ketika sewa hotel itu terkumpul dan mencapai nishab dalam setahun.

Beda halnya dengan membayar utang. Karena harta cicilan termasuk hutang, maka wajib hukumnya untuk dibayar sesuai dengan waktu yang diberikan. Bila sudah mampu membayar utang namun tidak dilaksanakan, maka termasuk dosa besar. Seperti yang diungkap Rasulullah saw.,

Layyul wajid yuhillu ‘irdhahu wa ‘uqubatahu

“Orang yang sudah mampu, tetapi menunda-nunda pembayaran menyebabkan dibolehkannya nama baik dicemarkan dan dihukum.” (HR Abu Daud).

Sementara itu, zakat wajib dikeluarkan setelah dikurangi dari keperluan pokok, berdasar firman Allah, yang artinya, “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfi kir.” (QS Al Baqarah 219).

Berkurangnya jumlah zakat karena untuk membayar utang akan terjadi dengan sendirinya. Karena, setiap bulan utang harus terbayar, sementara penghasilan tetap, otomatis jumlah uang yang terkumpul itu berkurang. Artinya ketika kita mengeluarkan zakat, otomatis tidak termasuk uang yang sudah dibayarkan utang. Sehingga jika zakat dan utang itu dibayar setiap bulan, maka zakat akan berkurang. Dan jika hal itu berjalan 1 tahun, berarti akan berkurang dalam setahun itu.

Baca juga: Zakat Maal | YDSF

Syarat Harta yang Terkena Kewajiban Zakat

Ketika akan menunaikan zakat maal, harta yang terkena kewajiban zakat harus memenuhi syarat-syarat sesuai syari’at Islam. Beberapa syarat tersebut meliputi:

1.   Dimiliki secara penuh, yakni harta tersebut mutlak milik individu yang akan berzakat.

2.  Harta tersebut memiliki potensi berkembang bila diusahakan atau dikembangkan menjadi sebuah usaha.

3.  Mencapai nishab, yakni harta tersebut telah mencapai ukuran/jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan yang ditentukan secara syari. Jika tidak, maka tidak wajib dizakatkan. Dan lebih baik diperuntukkan ke infaq atau sedekah.

4.  Melebihi kebutuhan pokok. Yaitu, orang yang hendak berzakat minimal kebutuhan pokok hidupnya terpenuhi terlebih dahulu.

5.  Bebas dari hutang. Bila harta yang dimiliki harus dikurangi dengan tanggungan hutang sehingga mengakibatkan besarnya harta tidak memenuhi nishab zakat maal, maka orang tersebut bebas dari kewajiban mengeluarkan zakat maal.

6. Memenuhi haulnya. Kepemilikian dari setiap harta yang akan dizakatkan juga harus dihitung masa kepemilikannya. Bila hingga haulnya (satu tahunnya) jumlah harta tersebut masih sama dan memenuhi nishab, maka wajib mengeluarkan zakat.

 

Sumber: Disadur dari Majalah Al Falah Edisi 292 Bulan Juli 2012

 

Featured Image by Pexels

 

Zakat Mudah Satu Klik:


Artikel Terkait:
Cara Menghitung Zakat Penghasilan | YDSF
Panduan Zakat Sedekah Ramadhan | YDSF
Syarat Zakat Profesi atau Penghasilan | YDSF
Zakat dari Uang Pesangon Pensiun | YDSF
Bayar Zakat Emas Setiap Tahun, Perlukah? | YDSF
Beda Zakat Penghasilan dan Zakat Maal | YDSF

Tags: harta cicilan, kredit, zakat harta cicilan

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: