Perkembangan zaman yang semakin
pesat, mempengaruhi segala aktivitas masyarakat, termasuk dalam bidang perekonomian.
Saat ini, marak penggunaan sistem kredit (cicilan) dalam transaksi jual beli. Lalu,
sebenarnya harta yang dibeli dengan sistem cicilan dikenakan zakat atau tidak?
Simak penjelasannya dalam artikel ini!
Manusia dalam menjalani hidup,
pasti akan selalu dihadapkan dengan kebutuhan dan keinginan. Terkadang,
seringkali kita tidak bisa membedakan mana yang kebutuhan, mana yang keinginan.
Hingga membuat kita harus memenuhi hal tersebut, meski dengan jalan kredit
(sistem cicilan), misalnya ketika membeli rumah. Padahal, apapun yang kita beli
pasti kelak akan di hisab ketika di akhirat kelak. Oleh karenanya, Islam
mengatur perkara hisab melalui penunaian zakat pada setiap harta yang telah
mencapai nishab.
Dalam islam, menunaikan zakat
menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Tak hanya zakat fitrah, namun juga ada
jenis zakat lain yang wajib ditunaikan saat harta kita telah memenuhi
ketentuannya. Zakat yang dimaksud yakni zakat maal.
Zakat maal berasal dari dua kata,
yakni zakat dan maal. Maal berarti harta. Menurut bahasa, harta dapat
diartikan sebagai segala sesuatu yang dimiliki dan digunakan. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa zakat maal adalah zakat yang wajib dikeluarkan atas harta
yang kita miliki ketika telah memenuhi nishab.
Zakat maal sendiri terbagi
menjadi beberapa jenis yang meliputi, zakat pertanian, zakat
penghasilan/profesi, zakat hewan ternak, zakat perdagangan, dan zakat atsman
(emas & perak). Semua jenis zakat tersebut memiliki ketentuan masing-masing
sesuai syariat Islam.
Baca juga: Zakat dalam Islam | YDSF
Harta Cicilan, Perlu Zakat
atau Tidak?
Harta yang masih dalam bentuk cicilan
memiliki arti bahwa harta tersebut bukan sepenuhnya milik kita (karena masih
dalam tahap kredit). Oleh karenanya, harta cicilan tidak terkena kewajiban
zakat. Termasuk rumah yang masih dalam tahap cicilan, tidak wajib dizakatkan.
Bahkan usai cicilanpun tidak terkena zakat. Kecuali jika rumah itu dijadikan komoditas,
maka terkena zakat ketika barang itu sudah laku. Misalnya real estate,
baru akan terkena zakat jika sudah laku. Contoh lain adalah hotel, baru terkena
zakat ketika sewa hotel itu terkumpul dan mencapai nishab dalam setahun.
Beda halnya dengan membayar utang.
Karena harta cicilan termasuk hutang, maka wajib hukumnya untuk dibayar sesuai dengan
waktu yang diberikan. Bila sudah mampu membayar utang namun tidak dilaksanakan,
maka termasuk dosa besar. Seperti yang diungkap Rasulullah saw.,
“Layyul wajid yuhillu ‘irdhahu
wa ‘uqubatahu”
“Orang yang
sudah mampu, tetapi menunda-nunda pembayaran menyebabkan dibolehkannya nama
baik dicemarkan dan dihukum.” (HR Abu Daud).
Sementara itu, zakat wajib
dikeluarkan setelah dikurangi dari keperluan pokok, berdasar firman Allah, yang
artinya, “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: ‘yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfi kir.” (QS Al Baqarah 219).
Berkurangnya jumlah zakat karena
untuk membayar utang akan terjadi dengan sendirinya. Karena, setiap bulan utang
harus terbayar, sementara penghasilan tetap, otomatis jumlah uang yang
terkumpul itu berkurang. Artinya ketika kita mengeluarkan zakat, otomatis tidak
termasuk uang yang sudah dibayarkan utang. Sehingga jika zakat dan utang itu
dibayar setiap bulan, maka zakat akan berkurang. Dan jika hal itu berjalan 1
tahun, berarti akan berkurang dalam setahun itu.
Baca juga: Zakat Maal | YDSF
Syarat Harta yang Terkena Kewajiban
Zakat
Ketika akan menunaikan zakat
maal, harta yang terkena kewajiban zakat harus memenuhi syarat-syarat sesuai
syari’at Islam. Beberapa syarat tersebut meliputi:
1. Dimiliki
secara penuh, yakni harta tersebut mutlak milik individu yang akan berzakat.
2. Harta
tersebut memiliki potensi berkembang bila diusahakan atau dikembangkan menjadi
sebuah usaha.
3. Mencapai
nishab, yakni harta tersebut telah mencapai ukuran/jumlah tertentu sesuai
dengan ketetapan yang ditentukan secara syari. Jika tidak, maka tidak wajib
dizakatkan. Dan lebih baik diperuntukkan ke infaq atau sedekah.
4. Melebihi
kebutuhan pokok. Yaitu, orang yang hendak berzakat minimal kebutuhan pokok
hidupnya terpenuhi terlebih dahulu.
5. Bebas
dari hutang. Bila harta yang dimiliki harus dikurangi dengan tanggungan hutang
sehingga mengakibatkan besarnya harta tidak memenuhi nishab zakat maal, maka
orang tersebut bebas dari kewajiban mengeluarkan zakat maal.
6. Memenuhi
haulnya. Kepemilikian dari setiap harta yang akan dizakatkan juga harus
dihitung masa kepemilikannya. Bila hingga haulnya (satu tahunnya) jumlah harta
tersebut masih sama dan memenuhi nishab, maka wajib mengeluarkan zakat.
Sumber: Disadur
dari Majalah Al Falah Edisi 292 Bulan Juli 2012
Featured Image
by Pexels
Zakat Mudah Satu Klik:
Artikel Terkait:
Cara Menghitung Zakat Penghasilan | YDSF
Panduan Zakat Sedekah Ramadhan | YDSF
Syarat Zakat Profesi atau Penghasilan | YDSF
Zakat dari Uang Pesangon Pensiun | YDSF
Bayar Zakat Emas Setiap Tahun, Perlukah? | YDSF
Beda Zakat Penghasilan dan Zakat Maal | YDSF