Hukum Halal Bihalal dalam Islam | YDSF

Hukum Halal Bihalal dalam Islam | YDSF

16 April 2024

Halal bihalal merupakan sebuah tradisi yang sering kita rayakan saat Idulfitri, namun bagaimana sebenarnya hukum halal bihalal dalam Islam?

Halal bihalal adalah sebuah aktivitas silaturahmi dengan saling bermaafan dengan tujuan untuk memperkuat tali persaudaraan dan menumbuhkan rasa kasih sayang. Kegiatan ini menjadi hal yang seolah “wajib” setiap lebaran fitri tiba. Bahkan, saat momen ini pula rasa gengsi dan perseisihan yang pernah ada seolah terlupakan karena besarnya rasa saling lapang dada.

Dinarasikan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia bersilaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Makna Halal Bihalal

Dari pendekatan bahasa Arab, halal bihalal berasat dari kata “halla” atau “halala” yang mempunya banyak arti sesuai dengan konteks kalimatnya. Di antaranya yaitu penyelesaian problem (kesulitan), meluruskan benang kusut, mencairkan yang beku, atau melepaskan ikatan yang membelenggu.

Maka, secara kontekstual bahasa, halal bihalal diartikan sebagai suatu kegiatan saling bermaafan atas kesalahan dan kekhilafan sesudah lebaran melalui silaturahmi, sehingga dapat mengubah hubungan sesama manusia dari benci menjadi menjadi senang, dari sombong menjadi rendah hati dan dari berdosa menjadi bebas dari dosa.

Sedangkan dalam hukum fiqih Islam, di dalam kalimat halal bihalal terdapat kata halal yang berarti sesuatu yang diperbolehkan. Berbanding terbalik dengan kata haram yang merupkaan suatu tuntutan yang harus ditinggalkan karena berpotensi melahirkan dosa dan mengkibatkan siksaan.

Dengan demikian, makna halal bihalal ditinjau dari segi hukum adalah menjadikan sikap yang tadinya haram atau berdosa menjadi halal dan tidak berdosa lagi. Hal tersebut dapat tercapai bila syarat-syarat lain terpenuhi, yaitu syarat taubat. Seperti menyesali perbuatan, tidak mengulangi lagi, meminta maaf dan jika berkaitan dengan barang maka dikembalikan kecuali mendapat ridha dari pemiliknya.

Di Makkah dan Madinah, tradisi halal bihalal tidak dikenal. Karena itu, bisa dikatakan halal bihalal made in Indonesia atau ciptaan umat Islam Indonesia. Oleh karenanya, dalam bahasa para ulama menyebutkan bahwas halal bihalal adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara.

Baca juga: Bolehkah Zakat Diberikan untuk untuk Non-Muslim? | YDSF

Hukum Halal Bihalal

Meski belum pernah dicontohkan atau terdapat hadits secara langsung tentang halal bihalal, para ulama bersepakat bahwa melakukan halal bihalal hukumnya adalah mubah dalam Islam. Hal ini dikarenakan meninjau tujuan utama dari halal bihalal itu sendiri, yaitu silaturahmi. Hasil dari silaturahmi inilah kemudian dapat menumbuhkan rasa gembira dan segala hal positif yang insya Allah dijaga agar tidak menyimpang dari syariat.

Agar kegiatan halal bihalal lebih bermakna dan memperhatikan ketentuan syari, maka terdapat beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Berikut merupakan hal-hal yang dilarang terjadi dalam agenda halal bihalal:

1.       Mengakhirkan permintaan maaf hingga datangnya Idulfitri

Ketika melakukan kesalahan atau kezaliman pada orang lain, sebagian orang menunggu Idulfitri untuk meminta maaf, seperti disebutkan dalam ungkapan yang terkenal “urusan maaf-memaafkan adalah urusan hari lebaran”. Sehingga jadilah “mohon maaf lahir dan batin” menjadi ucapan yang wajib saat perayaan IdulFfitri. Padahal, makna Idulfitri lebih dari sekadar saling memaafkan, tetapi meraih kemenangan pasca Ramadhan.

Selain itu, belum tentu juga kita akan hidup sampai Idulfitri tiba. Itulah alasan utama kita agar menyegerakan meminta maaf setiap memiliki khilaf atau melakukan zalim kepada sesama.

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa melakukan kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) darinya, karena di sana (akhirat) tidak ada lagi perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi maka keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan kepadanya.” (HR. Bukhari).

2.       Ikhtilat (campur baur lawan jenis)

Dinarasikan dari Abu Usaid al-Anshari, ia mendengar Rasulullah saw. bersabda saat keluar dari masjid dan kaum pria bercampur baur dengan kaum wanita di jalan. Maka beliau mengatakan kepada para wanita, “Mundurlah kalian, kalian tidak berhak berjalan di tengah jalan, berjalanlah dipinggirnya,” maka para wanita melekat di dinding, sehingga baju mereka menempel di dinding, saking lekatnya mereka kepadanya.” (HR. Abu Daud).

3.       Berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram

Dari Ma’qil bin Yasar r.a. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh jika seorang di antara kalian ditusuk kepalanya dengan jarum dan besi, itu lebih baik baginya dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Tabrani).

Al-Albani berkata, “Ancaman keras bagi orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Di dalamnya terkandung dalil haramnya menjabat tangan wanita (yang bukan mahram), karena tidak diragukan lagi bahwa berjabat tangan termasuk menyentuh. Banyak umat Islam yang jatuh dalam kesalahan ini.”

Bismillah, semoga ikhtiar kita dalam mempererat silaturahmi dimudahkan Allah dan dijauhkan dari segala hal yang tidak sesuai syariat.

 

Wakaf di YDSF


 

Artikel Terkait

Pesan Rasulullah Saw. Untuk Umat Muslim Jelang Akhir Zaman | YDSF
BAYAR ZAKAT UNTUK ORANG YANG MENINGGAL | YDSF
Mendahulukan Qadha Puasa, Lalu Puasa Syawal | YDSF
KEJAR BERKAH, RUTIN SEDEKAH | YDSF
Keutamaan Bulan Syawal? l YDSF
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF

Tags: hukum halal bihalal, bukum halal bihalal dalam islam, halal bihalal dalam islam, ydsf, halbil

Share:


Baca Juga

Sedekah di YDSF lebih mudah, melalui: