Seorang muslim
yang taat, pasti akan merasa bahwa dirinya selalu berada dalam pengawasan Allah
Swt. Kesadaran inilah yang membuat kita dapat lebih berhati-hati dalam
bertindak. Lebih bisa untuk melakukan pengontrolan diri. Jangan sampai
melakukan pelanggaran meski tak terlihat oleh sesama.
Ada yang mengistilahkan
pengontrolan diri dengan mujahadah an-nafs. Terdiri dari dua kata, mujahadah
yang berarti melawan; bersungguh-sungguh serta kata nafs yang diartikan
dengan hawa nafsu. Sehingga pada pemaknaan ini, pengontrolan diri adalah bagaimana
seseorang bersungguh-sungguh dalam melawan hawa nafsunya.
Tetapi, ada juga
yang mengistilahkan pengontrolan diri dengan muraqabah, berasal dari
kata dasar raqaba-muraqabatan. Tersusun dari huruf ra, qa, dan ba,
menunjukkan makna sesuatu yang berdiri tegak dan lurus untuk menjaga sesuatu
yang lain. Dari sinilah makna ar-raqib diartikan dengan penjaga. Dalam
asmaul husna, ar-raqib bermakna Allah yang Maha Mengawasi dan tak ada
satupun yang luput dari penjagaan dan pengawasan-Nya.
Dari turunan
istilah yang kedua tersebut, maka manusia yang merasa dirinya dalam pengawasan
Allah Swt. akan selalu berusaha untuk mengontrol dirinya. Selalu berada dalam ketaatan
dan berusaha untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Dalam sebuah
hadits, Rasulullah saw. bersabda, “Jagalah (perintah dan larangan) Allah, niscaya
Allah akan menjagamu. Jagalah (perintah dan larangan) Allah, niscaya kamu akan
mendapatkan-Nya di hadapanmu selalu (membantumu).” (HR. Tirmidzi)
Peran dari merasa
selalu diawasi akan membuat kita menjadi lebih mudah untuk melawan hawa nafsu. Sehingga,
pengontrolan diri dilakukan dalam setiap gerak, perkataan, perbuatan, hingga
niatan dalam hati. Tak terkecuali di waktu dan kesempatan apapun.
Tujuan terakhir
dari pengontrolan diri ini tak lain hanyalah untuk mengejar kedekatan dan
ganjaran terbaik dari Allah Swt. Oleh karenanya, mengontrol diri bukan hanya
dilakukan saat sedang bersama orang lain saja, atau hanya untuk mengharap
penilaian baik dari orang lain.
Iblis Tak Bisa Mempengaruhi,
Ganjaran Telah Menanti
Sering kali kita
mendengar alasan bahwa seseorang melakukan penyimpangan karena bisikan iblis.
Padahal, iblis pun pernah menyampaikan bahwa dirinya tidak dapat mempengaruhi
orang-orang terpilih yang selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Perkataan iblis
tersebut diabadikan dalam Al-Qur’an surah Shad ayat 82-83, “(Iblis)
menjawab, “Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali
hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.””
Pengakuan ini
muncul saat Nabi Yusuf a.s. dituduh melakukan zina terhadap permaisuri al-Azis.
Memang, ada banyak kisah orang-orang terdahulu tentang pengontrolan diri,
tetapi dari kisah Nabi Yusuf inilah kita dapat mempelajari bahwa semua itu
kembali ke pribadi masing-masing. Bagaimanapun kondisinya, bahkan meski kita
bukanlah seorang nabi dan rasul, maka bukan alasan bagi kita untuk mampu
melakukan kontrol diri dengan sebaik mungkin.
Baca juga:
Pahala Juga Disegerakan di Dunia | YDSF
Saat Amal Baik Batal Dilakukan | YDSF
Dalam surah lain,
yakni Yusuf ayat 24, disebutkan bahwa sebenarnya Nabi Yusuf pun akan memiliki kehendak
atas godaan dari sang permaisuri al-Azis bila beliau tidak melihat tanda-tanda
dari Allah Swt. Sehingga, Allah menguatkan hatinya untuk tetap berada pada
kebenaran.
Karena keteguhan
hatinya, Allah Swt. memberi ganjaran kepada Nabi Yusuf a.s. yaitu meninggikan
derajatnya. Berbeda dengan istri al-Azis yang tidak bisa menahan hawa nafsunya,
Allah menjatuhkan kehormatan dirinya.
Kisah lain,
datang dari Nabi Sulaiman a.s. Beliau rela menyembelih kudanya yang membuatnya
terseibukkan dari shalat ashar hingga matahari terbenam. Lantas, Allah
menggantikannya dengan angin yang menjadi kendaraannya yang mengantarkan ke
mana pun beliau mau. (QS. Shad: 30-33)
Tips Menanamkan Sikap Kontrol
Diri dalam Islam
Nikmat dari
pengontrolan diri tidak hanya dapat dipetik oleh si pelakunya. Melainkan, juga
dapat menjaga lingkungan dan masyarakat sekitarnya jauh dari mudharat. Contoh,
seseorang yang menahan dirinya untuk tidak berkata kasar kepada orang lain,
maka bukan hanya dirinya yang mendapat pahala, tetapi orang yang hendak
dimakinya tersebut juga tidak akan merasa sakit hati. Ukhuwah pun dapat terjalin
dengan baik.
Lalu, bagaimana
cara agar mudah menanamkan sikap kontrol diri?
Pertama, mengenal
nama-nama dan sifat Allah Swt. Ketika sudah mengenal dan mempelajarinya, maka keyakinan
serta kecintaan terhadap Allah Swt. akan semakin mantap. Sehingga, kita akan
lebih berhati-hati dalam bertindak dan berucap.
Kedua, mencari
lingkungan pertemanan yang selalu dapat membuat kita dekat dengan Allah Swt.
Rasulullah saw. bersbda, “Janganlah kamu berkawan dengan orang mukmin dan hendaklah
tak ada orang yang mengonsumsi makananmu, kecuali orang yang bertakwa.” (HR.
Abu Dawud).
Ketiga, selalu
takut dengan su’ul khatimah (akhir hidup yang tidak baik). Orang yang benar-benar
memahami perannya di dunia ini adalah mereka yang selalu ingat pada kematian.
Saat teringat tentang itu, maka seseorang akan selalu berusaha untuk
memperbaiki diri dan menghindari hal-hal yang dapat membuat Allah murka.
Keempat, mencerna
dengan penuh taat tentang perbandingan kehidupan di surga dan neraka. Bila
seseorang selalu mengingat dan paham betul akan ada kehidupan yang lebih abadi
dibanding dunia ini, maka mereka akan menyiapkan bekal terbaik sejak dini.
Terakhir, muhasabah.
Ya, setiap lembar kehidupan yang telah kita lewati hendaknya kita tutup dengan
muhasabah dan memohon ampunan. Dengan begitu, kita akan berusaha untuk
mengulang kesalahan yang sama. (ay)
Kejar Berkah, Rutin Sedekah
Artikel Terkait
Waktu Terbaik Terkabulnya Doa | YDSF
ZAKAT DARI UANG PESANGON PENSIUN | YDSF
Mendahulukan Jamak-Qashar dalam Shalat Fardhu | YDSF
FIDYAH DALAM ISLAM DAN KETENTUANNYA | YDSF
Kisah Mualaf, Musibah Membuatku Hijrah | YDSF
WAKTU MEMBAYAR ZAKAT MAAL | YDSF
Sujud Setelah Shalat | YDSF