Dalam Islam,
debat menjadi salah satu perbuatan yang hukumnya berada di tengah-tengah. Bisa
diperbolehkan apabila debat tersebut memakai dasar ilmu dan bertujuan untuk
kebaikan. Namun, bisa pula tidak diperbolehkan jika hanya adu mulut tanpa ilmu
hingga berakhir pertengkaran antar kedua belah pihak.
Seringkali debat
terjadi antar sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari antar kaum
awam hingga kaum intelektual, dengan topik pembahasan yang sederhana hingga
yang serius. Bahkan, di Indonesia sendiri terdapat event debat secara
publik setiap lima tahun sekali jelang pemilihan umum (pemilu).
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), debat merupakan aktivitas pertukaran pendapat
antar dua orang atau lebih mengenai suatu hal dengan memberi alasan untuk
mempertahankan pendapat masing-masing. Dijelaskan pula arti mendebat
(men.de.bat) bermakna membantah pendapat orang lain dengan mengajukan alasan
atau pendapat pribadi.
Debat Menurut Pandangan Islam
Sejatinya, debat
menjadi salah satu aktivitas yang sering dilakukan oleh setiap manusia. Debat bisa
terjadi dalam proses komunikasi antar kedua belah pihak sebab pendapat yang saling
bertolak belakang dan tak ada yang mau mengalah. Dari sini lah akhirnya manusia
memiliki kebiasaan suka berdebat atau membantah.
Tabiat manusia
yang satu ini bahkan disebutkan dalam firman Allah Swt. melalui Al-Qur’an. Allah
berfirman,
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا
فِى هَٰذَا ٱلْقُرْءَانِ لِلنَّاسِ مِن كُلِّ مَثَلٍ ۚ وَكَانَ ٱلْإِنسَٰنُ أَكْثَرَ
شَىْءٍ جَدَلًا
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini
bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.”
(QS. Al-Kahfi: 54).
Syaikh
Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, seorang ulama tafsir abad 14 Hijriyah
menjelaskan bahwa dalam ayat di atas Allah Swt. telah menerangkan seluruh hal
yang baik dan buruk dalam Al-Qur’an disertai dengan berbagai macam perumpamaan.
Hal ini dimaksudkan agar setiap manusia mengerti sehingga bisa mematuhi Allah.
Terlebih, Allah juga memberikan karunia akal pikiran untuk manusia dapat
membedakan mana yang benar dan tidak. Namun demikian, karena pengaruh hawa
nafsunya sendiri dan tipu daya syaitan serta iblis, manusia menjadi makhluk
yang paling banyak mendebat.
Perilaku suka berdebat
juga diabadikan pada ayat-ayat lain dalam Al-Qur’an. Banyak kisah-kisah
perdebatan para nabi dan orang-orang shalih terdahulu. Seperti perdebatan Nabi
Ibrahim a.s. dengan umatnya (QS. Maryam: 41-49), perdebatan Nabi Musa a.s
dengan Raja Fir’aun (QS. Al-Isra: 101-104), perdebatan Nabi Nuh a.s. dengan
kaumnya (QS. Hud: 27-34), dan masih banyak lagi.
Baca juga: Potret Pendidikan Karakter Keluarga Nabi Ibrahim | YDSF
Namun, perlu
digarisbawahi bahwa perdebatan para nabi terdahulu bukanlah debat kusir yang
ingin meraih menang sendiri. Melainkan atas dasar dakwah untuk menyebarkan
ajaran yang benar dari Allah Swt. Cara debatnya pun tak asal berbicara omong
kosong, tetapi disertai dengan ilmu, berdasarkan firman Allah Swt., juga dengan
cara baik tanpa menyakiti orang-orang dihadapannya.
Meski demikian, berdebat
bukanlah pilihan utama dalam dakwah Islam. Mayoritas ulama pun menganjurkan
debat sebagai pilihan terakhir untuk menebar dakwah, setelah melalui cara bi
al-hikmah wa al-mau’izah al hasanah (menyampaikan tujuan atau hikmah dan
memberi pelajaran yang baik) sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. (QS.
An-Nahl: 125).
Nabi saw. sendiri
menganjurkan umat Islam untuk menghindari segala bentuk perdebatan. Baik itu
debat di atas kebatilan maupun kebenaran. Sebab, debat dapat mengakibatkan
kerasnya hati, memicu permusuhan antar sesama muslim, juga menghilangkan berkah
ilmu apabila keras dalam debatnya.
Rasulullah saw.
bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada di
atas kebatilan, maka Allah akan bangunkan sebuah rumah baginya di pinggiran
surga. Dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan padahal dia berada di atas
kebenaran, maka Allah akan membangun sebuah rumah baginya di atas surga.” (HR.
Tirmidzi, Shahih at-Targhib wat Tarhib).
Baca juga: Pesan Rasulullah Saw. Untuk Umat Muslim Jelang Akhir Zaman | YDSF
Lalu, Bagaimana Debat yang Diperbolehkan
dalam Islam?
Sebagaimana
firman Allah Swt. yang menjelaskan bahwa salah satu sifat manusia ialah suka
berdebat, maka akan sulit bila menghindari suatu perdebatan. Dalam hal ini,
Islam membolehkan debat untuk dijadikan sebagai opsi terakhir ketika akan
menebarkan dakwah Islam atau perihal kebenaran lainnya.
Namun, dengan
catatan debat tersebut menggunakan dasar ilmu dan dalil, bukan malah debat
kusir tanpa pengetahuan, hanya menggunakan otot saja dan paling keras dalam
berdebat. Dalam hadits, Nabi saw. bersabda, “Orang yang paling dibenci oleh
Allah adalah orang yang paling keras debatnya.” (HR. Bukhari & Muslim).
Selain itu, juga
terdapat beberapa adab yang harus diikuti umat muslim ketika hendak berdebat. Dalam
kitab adab Al-Ikhtilaf fil Islam disebutkan sejumlah adab berdebat, di
antaranya:
1. Debat diawali
dengan husnudzan atau prasangka baik antar sesama muslim. Hal ini dilakukan,
agar masing-masing tidak merasa benar serta menghindari permusuhan.
2. Menyampaikan
debat dengan perkataan baik tanpa menyakiti sesama muslim.
3. Menyampaikan
debat atas dasar ilmu, dalil, dan sumber lain yang dapat dipercaya.
4. Saling menghargai
dan memberi kesempatan dalam penyampaian pendapat.
5. Tidak
memaksakan kehendak bahwa pendapat yang disampaikan paling benar.
6. Tidak berkata
kasar, mencaci, atau menjatuhkan sesama muslim.
7. Berdiskusi dengan
tenang dan meluruskan niat untuk menemukan solusi terbaik yang lebih benar.
8. Akhiri dengan
berlapang dada dan komitmen untuk menjalankan kebenaran yang ditemukan bersama.
Itulah beberapa
penjelasan tentang debat dalam Islam. Sebagai seorang muslim, memang lebih baik
untuk menghindari segala bentuk perdebatan. Namun, apabila tetap diperlukan
berdebat untuk dakwah Islam, para ulama berpendapat boleh saja dengan syarat
tetap memperhatikan ilmu serta adabnya. Wallahua’lambisshowab. (yul)
Tetap Sedekah Agar Mendapat
Berkah:
Artikel Terkait:
Proses Pemilihan Pemimpin Umat Islam Pasca-Rasulullah | YDSF
Menyiapkan Pemimpin Dari Masjid | YDSF
Menyiapkan Pemimpin | YDSF
Beda Pendapat dengan Ibu | YDSF
Mendidik Generasi Berdaya Juang Pahlawan | YDSF
Generasi Masa Kini Berpedoman Al-Qur’an | YDSF
Memupuk Sifat Kedermawanan Dan Meneladani Rasulullah | YDSF
Muhasabah ala Sahabat Rasulullah saw. | YDSF