Dalam sebagian pendapat menyebutkan bahwa
salah satu anjuran sunah yang dapat dilakukan pada sepuluh malam terakhir
Ramadhan adalah shalat Tasbih. Sama seperti namanya, dalam setiap gerakan
shalatnya kita dianjurkan untuk banyak membaca tasbih, yaitu ucapan "Subhanallah
walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar". Bacaan tasbih ini
mengandung pengakuan akan kebesaran dan kemuliaan Allah, serta pengakuan bahwa
hanya Dia-lah yang berhak disembah. Dengan membaca tasbih sebanyak-banyaknya,
kita diajak untuk merenungi kebesaran Allah dan mensucikan diri dari segala dosa.
Namun, apakah shalat Tasbih ini terdapat dalam
syariat atau pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.?
Mari kita membaca terlebih dahulu hadits yang
populer digunakan sebagai landasan dianjurkannya shalat Tasbih.
Dalil Shalat Tasbih
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. berkata
kepada ‘Abbas bin Abdul Mutthalib,
“Wahai Abbas, wahai pamanku, sukakah paman,
aku beri, aku karuniai, aku beri hadiah istimewa, aku ajari sepuluh macam
kebaikan yang dapat menghapus sepuluh macam dosa? Jika paman mengerjakan ha
itu, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa paman, baik yang awal dan yang akhir,
baik yang telah lalu atau yang akan datang, yang di sengaja ataupun tidak, yang
kecil maupun yang besar, yang samar-samar maupun yang terang-terangan. Sepuluh
macam kebaikan itu ialah; “Paman mengerjakan shalat empat rakaat, dan setiap
rakaat membaca Al-Fatihah dan surat, apabila selesai membaca itu, dalam rakaat
pertama dan masih berdiri, bacalah: “Subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha
illallah wallahu akbar (Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah
selain Allah dan Allah Maha besar)” sebanyak lima belas kali, lalu rukuk, dan
dalam rukuk membaca bacaan seperti itu sebanyak sepuluh kali, kemudian
mengangkat kepala dari rukuk (i’tidal) juga membaca seperti itu sebanyak
sepuluh kali, lalu sujud juga membaca sepuluh kali, setelah itu mengangkat
kepala dari sujud (duduk di antara dua sujud) juga membaca sepuluh kali, lalu
sujud juga membaca sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dan membaca sepuluh
kali, Salim bin Abul Ja’d jumlahnya ada tujuh puluh lama kali dalam setiap
raka’at, paman dapat melakukannya dalam empat rakaat. Jika paman sanggup
mengerjakannya sekali dalam sehari, kerjakanlah. Jika tidak mampu, kerjakanlah
setiap Jumat, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap bulan, jika tidak mampu,
kerjakanlah setiap tahun sekali. Dan jika masih tidak mampu, kerjakanlah sekali
dalam seumur hidup.”
Hadit tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud dan
Ibnu Majah. Para ulama menyepakati bahwa hadits ini bersifat hasan lighairihi. Hadits
ini dinilai kuat oleh sekelompok ulama, yang diantaranya adalah Abu Bakar
Al-Ajurri, Abul Hasan Al-Maqdisi, Al-Baihaqi, dan yang sebelum mereka adalah
Ibnul Mubarak. Demikian juga dengan Ibnus Sakan, An-Nawawi, At-Taaj As-Subki,
Al-Balqini, Ibnu Nashiruddin Ad-Dimsyiqi, Ibnu Hajar, As-Suyuthi, Al-Laknawi,
As-Sindi, Az-Zubaidi, Al-Mubarakfuri penulis kitab At-Tuhfah, dan
Al-Mubarakfuri penulis kitab Al-Mir’aat dan Al-Allamah Ahmad Syakir serta
Al-Albani dari kalangan orang-orang terakhir.
Sedangkan, dalam hadits lain diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi, dari Anas bin Malik, bahwasannya Ummu Sulaim menemui Nabi saw. Seraya
berkata, ajarilah saya beberapa kalimat yang saya ucapkan di dalam shalatku,
maka beliau bersabda,
“Bertakbirlah kepada Allah sebanyak sepuluh
kali, bertasbihlah kepada Allah sepuluh kali dan bertahmidlah (mengucapkan
alhamdulillah) sepuluh kali, kemudian memohonlah (kepada Allah) apa yang kamu
kehendaki, niscaya Dia akan menjawab: ya, ya, (Aku kabulkan permintaanmu).”
(perawi) berkata, dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ibnu Abbas,
Abdullah bin Amru, Al Fadll bin Abbas dan Abu Rafi’. Abu Isa berkata, hadits Anas
adalah hadits hasan gharib, telah diriwayatkan dari Nabi saw. selain hadits ini
mengenai shalat tasbih, yang kebanyakan (riwayatnya) tidak shahih. Ibnu
Mubarrak dan beberapa ulama lainnya berpendapat akan adanya shalat tasbih,
mereka juga menyebutkan keutamaan shalat tasbih. Telah mengabarkan kepada kami
Ahmad bin ‘Abdah, telah mengabarkan kepada kami Abu Wahb dia berkata, saya
bertanya kepada Abdullah bin Al Mubarak tentang shalat tasbih yang di dalamnya
terdapat bacaan tasbihnya, dia menjawab, ia bertakbir kemudian membaca
SUBHAANAKA ALLAHUMMA WA BIHAMDIKA WA TABAARAKASMUKA WA TA’ALA JADDUKA WALAA
ILAAHA GHAIRUKA kemudian dia membaca SUBHAANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHA
ILLALLAH WALLAHU AKBAR sebanyak lima belas kali, kemudian ia berta’awudz dan
membaca bismillah dilanjutkan dengan membaca surat Al-Fatihah dan surat yang
lain, kemudian ia membaca SUBHAANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHA ILLALLAH
WALLAHU AKBAR sebanyak sepuluh kali, kemudian rukuk dan membaca kalimat itu
sepuluh kali, lalu mengangkat kepala dari rukuk dengan membaca kalimat tersebut
sepuluh kali, kemudian sujud dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, lalu
mengangkat kepalanya dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, kemudian
sujud yang kedua kali dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, ia
melakukan seperti itu sebanyak empat rakaat, yang setiap satu rakaatnya membaca
tasbih sebanyak tujuh puluh lima kali, disetiap raka’atnnya membaca lima belas
kali tasbih, kemudian membaca Al Fatehah dan surat sesudahnya serta membaca
tasbih sepuluh kali-sepuluh kali, jika ia shalat malam, maka yang lebih
disenagi adalah salam pada setiap dua raka’atnya. Jika ia shalat disiang hari,
maka ia boleh salam (di raka’at kedua) atau tidak. Abu Wahb berkata, telah
mengabarkan kepadaku ‘Abdul ‘Aziz bin Abu Rizmah dari Abdullah bahwa dia
berkata, sewaktu rukuk hendaknya dimulai dengan bacaan SUBHAANA RABBIYAL
‘ADZIIMI, begitu juga waktu sujud hendaknya dimulai dengan bacaan SUBHAANA
RABBIYAL A’LA sebanyak tiga kali, kemudian membaca tasbih beberapa kali bacaan.
Ahmad bin ‘Abdah berkata, Telah mengabarkan kepada kami Wahb bin Zam’ah dia
berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Abdul ‘Aziz dia adalah Ibnu Abu Zirmah,
dia berkata, saya bertanya kepada Abdullah bin Mubarak, jika seseorang lupa
(waktu mengerjakan shalat tasbih) apakah ia harus membaca tasbih pada dua sujud
sahwi sebanyak sepuluh kali-sepuluh kali? Dia menjawab, tidak, hanya saja
(semua bacaan tasbih pada shalat tasbih) ada tiga ratus kali.”
Ibnu Hajar dalam At Talkhish menyatakan, “Yang
benar seluruh jalan yang membicarakan hadits tersebut dhaif. Hadits Ibnu ‘Abbas
memang mendekati syarat hasan. Akan tetapi hadits tersebut mengalami syadz
(menyelisihi perawi yang lebih kuat) karena adanya perawi yang bersendirian
tanpa adanya syahid (hadits pendukung ) yang dapat teranggap. Shalat ini pun
menyelisihi shalat lainnya yang biasa dilakukan.”
Baca juga: 7 Keberkahan di Hari Jumat, Saatnya Perbanyak Amalan Sunah | YDSF
Hukum Shalat Tasbih Menurut Pendapat Ulama
Dengan adanya beberapa perselisihan pendapat
tentang keshahihan dalil shalat Tasbih, menyebabkan terdapat pula perbedaan
pendapat tentang hukum shalat Tasbih. Terdapat tiga pendapat tentang penunaian
shalat Tasbih, yaitu:
Pendapat pertama: Shalat tasbih disunahkan. Pendapat ini adalah pendapat sebagian ulama Syafi’iyah. An Nawawi
dalam sebagian kitabnya menyatakan bahwa shalat Tasbih adalah sunah hasanah.
Lalu beliau berdalil dengan hadits yang membicarakan tentang shalat Tasbih.
Menurut ulama Salafiyah shalat Tasbih
dikerjakan dengan empat rakaat salam dan tidak boleh lebih dari itu. Jika di
siang hari, maka dilakukan dengan sekali salam dan jika dikerjakan pada malam
hari maka dilakukan dengan dua kali salam pada tiap dua raka’atnya. Shalat
Tasbih afdhalnya dikerjakan sehari sekali, jika tidak bisa maka dilakukan
setiap hari Jumat (sepekan sekali), jika tidak bisa lagi maka dikerjakan
sebulan sekali, namun jika tidak bisa pula maka setahun sekali. Jika tidak bisa
lagi, maka seumur hidup sekali.
Pendapat kedua: Shalat Tasbih tidak mengapa
dilakukan, artinya dibolehkan (mubah). Ulama yang berpendapat seperti ini
mengatakan, “Seandainya hadits tentang shalat Tasbih tidaklah shahih, maka
ini adalah bagian dari hadits yang membicarakan tentang fadhilah amal
(keutamaan amalan), maka tidak mengapa jika menggunakan hadits dhaif.”
Namun, juga tidak tepat bila penunaian shalat Tasbih
dilakukan pada momen tertentu, seperti malah Jumat, sepuluh hari malam terakhir
Ramadhan, dan sebagainya. Hal ini dikarenakan tidak ada hadits pendukung lain
yang menyebutkan kapan waktu ditunaikannya shalat Tasbih.
Pendapat ketiga: Shalat Tasbih tidak
disyariatkan. An Nawawi dalam Al Majmu’ mengatakan,
“Tentang disunahkannya shalat Tasbih, maka itu adalah pendapat yang kurang
tepat karena haditsnya adalah hadits yang dhaif. Shalat Tasbih pun adalah
shalat yang berbeda dengan shalat biasanya karena tata caranya yang berbeda.
Oleh karena itu, tepatnya shalat tersebut tidak berdasar dari hadits dan tidak
satu pun hadits shahih yang membicarakannya.” (berbagai sumber).
Zakat Mudah di YDSF
Artikel Terkait
Pesan Rasulullah Saw. Untuk Umat Muslim Jelang Akhir Zaman | YDSF
ZAKAT DAN PAJAK | YDSF
Mendahulukan Qadha Puasa, Lalu PuasZa Syawal | YDSF
KEJAR BERKAH, RUTIN SEDEKAH | YDSF
Garage Sale, SD Al-Hikmah Tanamkan Rasa Empati dan Jiwa Wirausaha Kepada Siswa
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF
Serunya Milad 37 di DBL Arena Surabaya