Dalil dan Hukum Shalat Tasbih | YDSF

Dalil dan Hukum Shalat Tasbih | YDSF

2 April 2024

Dalam sebagian pendapat menyebutkan bahwa salah satu anjuran sunah yang dapat dilakukan pada sepuluh malam terakhir Ramadhan adalah shalat Tasbih. Sama seperti namanya, dalam setiap gerakan shalatnya kita dianjurkan untuk banyak membaca tasbih, yaitu ucapan "Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar". Bacaan tasbih ini mengandung pengakuan akan kebesaran dan kemuliaan Allah, serta pengakuan bahwa hanya Dia-lah yang berhak disembah. Dengan membaca tasbih sebanyak-banyaknya, kita diajak untuk merenungi kebesaran Allah dan mensucikan diri dari segala dosa.

Namun, apakah shalat Tasbih ini terdapat dalam syariat atau pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.?

Mari kita membaca terlebih dahulu hadits yang populer digunakan sebagai landasan dianjurkannya shalat Tasbih.

Dalil Shalat Tasbih

Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. berkata kepada ‘Abbas bin Abdul Mutthalib,

“Wahai Abbas, wahai pamanku, sukakah paman, aku beri, aku karuniai, aku beri hadiah istimewa, aku ajari sepuluh macam kebaikan yang dapat menghapus sepuluh macam dosa? Jika paman mengerjakan ha itu, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa paman, baik yang awal dan yang akhir, baik yang telah lalu atau yang akan datang, yang di sengaja ataupun tidak, yang kecil maupun yang besar, yang samar-samar maupun yang terang-terangan. Sepuluh macam kebaikan itu ialah; “Paman mengerjakan shalat empat rakaat, dan setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat, apabila selesai membaca itu, dalam rakaat pertama dan masih berdiri, bacalah: “Subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar (Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah selain Allah dan Allah Maha besar)” sebanyak lima belas kali, lalu rukuk, dan dalam rukuk membaca bacaan seperti itu sebanyak sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dari rukuk (i’tidal) juga membaca seperti itu sebanyak sepuluh kali, lalu sujud juga membaca sepuluh kali, setelah itu mengangkat kepala dari sujud (duduk di antara dua sujud) juga membaca sepuluh kali, lalu sujud juga membaca sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dan membaca sepuluh kali, Salim bin Abul Ja’d jumlahnya ada tujuh puluh lama kali dalam setiap raka’at, paman dapat melakukannya dalam empat rakaat. Jika paman sanggup mengerjakannya sekali dalam sehari, kerjakanlah. Jika tidak mampu, kerjakanlah setiap Jumat, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap bulan, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap tahun sekali. Dan jika masih tidak mampu, kerjakanlah sekali dalam seumur hidup.”

Hadit tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah. Para ulama menyepakati bahwa hadits ini bersifat hasan lighairihi. Hadits ini dinilai kuat oleh sekelompok ulama, yang diantaranya adalah Abu Bakar Al-Ajurri, Abul Hasan Al-Maqdisi, Al-Baihaqi, dan yang sebelum mereka adalah Ibnul Mubarak. Demikian juga dengan Ibnus Sakan, An-Nawawi, At-Taaj As-Subki, Al-Balqini, Ibnu Nashiruddin Ad-Dimsyiqi, Ibnu Hajar, As-Suyuthi, Al-Laknawi, As-Sindi, Az-Zubaidi, Al-Mubarakfuri penulis kitab At-Tuhfah, dan Al-Mubarakfuri penulis kitab Al-Mir’aat dan Al-Allamah Ahmad Syakir serta Al-Albani dari kalangan orang-orang terakhir.

Sedangkan, dalam hadits lain diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, dari Anas bin Malik, bahwasannya Ummu Sulaim menemui Nabi saw. Seraya berkata, ajarilah saya beberapa kalimat yang saya ucapkan di dalam shalatku, maka beliau bersabda,

“Bertakbirlah kepada Allah sebanyak sepuluh kali, bertasbihlah kepada Allah sepuluh kali dan bertahmidlah (mengucapkan alhamdulillah) sepuluh kali, kemudian memohonlah (kepada Allah) apa yang kamu kehendaki, niscaya Dia akan menjawab: ya, ya, (Aku kabulkan permintaanmu).” (perawi) berkata, dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ibnu Abbas, Abdullah bin Amru, Al Fadll bin Abbas dan Abu Rafi’. Abu Isa berkata, hadits Anas adalah hadits hasan gharib, telah diriwayatkan dari Nabi saw. selain hadits ini mengenai shalat tasbih, yang kebanyakan (riwayatnya) tidak shahih. Ibnu Mubarrak dan beberapa ulama lainnya berpendapat akan adanya shalat tasbih, mereka juga menyebutkan keutamaan shalat tasbih. Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin ‘Abdah, telah mengabarkan kepada kami Abu Wahb dia berkata, saya bertanya kepada Abdullah bin Al Mubarak tentang shalat tasbih yang di dalamnya terdapat bacaan tasbihnya, dia menjawab, ia bertakbir kemudian membaca SUBHAANAKA ALLAHUMMA WA BIHAMDIKA WA TABAARAKASMUKA WA TA’ALA JADDUKA WALAA ILAAHA GHAIRUKA kemudian dia membaca SUBHAANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR sebanyak lima belas kali, kemudian ia berta’awudz dan membaca bismillah dilanjutkan dengan membaca surat Al-Fatihah dan surat yang lain, kemudian ia membaca SUBHAANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR sebanyak sepuluh kali, kemudian rukuk dan membaca kalimat itu sepuluh kali, lalu mengangkat kepala dari rukuk dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, kemudian sujud dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, lalu mengangkat kepalanya dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, kemudian sujud yang kedua kali dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, ia melakukan seperti itu sebanyak empat rakaat, yang setiap satu rakaatnya membaca tasbih sebanyak tujuh puluh lima kali, disetiap raka’atnnya membaca lima belas kali tasbih, kemudian membaca Al Fatehah dan surat sesudahnya serta membaca tasbih sepuluh kali-sepuluh kali, jika ia shalat malam, maka yang lebih disenagi adalah salam pada setiap dua raka’atnya. Jika ia shalat disiang hari, maka ia boleh salam (di raka’at kedua) atau tidak. Abu Wahb berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Abdul ‘Aziz bin Abu Rizmah dari Abdullah bahwa dia berkata, sewaktu rukuk hendaknya dimulai dengan bacaan SUBHAANA RABBIYAL ‘ADZIIMI, begitu juga waktu sujud hendaknya dimulai dengan bacaan SUBHAANA RABBIYAL A’LA sebanyak tiga kali, kemudian membaca tasbih beberapa kali bacaan. Ahmad bin ‘Abdah berkata, Telah mengabarkan kepada kami Wahb bin Zam’ah dia berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Abdul ‘Aziz dia adalah Ibnu Abu Zirmah, dia berkata, saya bertanya kepada Abdullah bin Mubarak, jika seseorang lupa (waktu mengerjakan shalat tasbih) apakah ia harus membaca tasbih pada dua sujud sahwi sebanyak sepuluh kali-sepuluh kali? Dia menjawab, tidak, hanya saja (semua bacaan tasbih pada shalat tasbih) ada tiga ratus kali.”

Ibnu Hajar dalam At Talkhish menyatakan, “Yang benar seluruh jalan yang membicarakan hadits tersebut dhaif. Hadits Ibnu ‘Abbas memang mendekati syarat hasan. Akan tetapi hadits tersebut mengalami syadz (menyelisihi perawi yang lebih kuat) karena adanya perawi yang bersendirian tanpa adanya syahid (hadits pendukung ) yang dapat teranggap. Shalat ini pun menyelisihi shalat lainnya yang biasa dilakukan.”

Baca juga: 7 Keberkahan di Hari Jumat, Saatnya Perbanyak Amalan Sunah | YDSF

Hukum Shalat Tasbih Menurut Pendapat Ulama

Dengan adanya beberapa perselisihan pendapat tentang keshahihan dalil shalat Tasbih, menyebabkan terdapat pula perbedaan pendapat tentang hukum shalat Tasbih. Terdapat tiga pendapat tentang penunaian shalat Tasbih, yaitu:

Pendapat pertama: Shalat tasbih disunahkan. Pendapat ini adalah pendapat sebagian ulama Syafi’iyah. An Nawawi dalam sebagian kitabnya menyatakan bahwa shalat Tasbih adalah sunah hasanah. Lalu beliau berdalil dengan hadits yang membicarakan tentang shalat Tasbih.

Menurut ulama Salafiyah shalat Tasbih dikerjakan dengan empat rakaat salam dan tidak boleh lebih dari itu. Jika di siang hari, maka dilakukan dengan sekali salam dan jika dikerjakan pada malam hari maka dilakukan dengan dua kali salam pada tiap dua raka’atnya. Shalat Tasbih afdhalnya dikerjakan sehari sekali, jika tidak bisa maka dilakukan setiap hari Jumat (sepekan sekali), jika tidak bisa lagi maka dikerjakan sebulan sekali, namun jika tidak bisa pula maka setahun sekali. Jika tidak bisa lagi, maka seumur hidup sekali.

Pendapat kedua: Shalat Tasbih tidak mengapa dilakukan, artinya dibolehkan (mubah).  Ulama yang berpendapat seperti ini mengatakan, “Seandainya hadits tentang shalat Tasbih tidaklah shahih, maka ini adalah bagian dari hadits yang membicarakan tentang fadhilah amal (keutamaan amalan), maka tidak mengapa jika menggunakan hadits dhaif.”

Namun, juga tidak tepat bila penunaian shalat Tasbih dilakukan pada momen tertentu, seperti malah Jumat, sepuluh hari malam terakhir Ramadhan, dan sebagainya. Hal ini dikarenakan tidak ada hadits pendukung lain yang menyebutkan kapan waktu ditunaikannya shalat Tasbih.

Pendapat ketiga: Shalat Tasbih tidak disyariatkan. An Nawawi dalam Al Majmu’ mengatakan, “Tentang disunahkannya shalat Tasbih, maka itu adalah pendapat yang kurang tepat karena haditsnya adalah hadits yang dhaif. Shalat Tasbih pun adalah shalat yang berbeda dengan shalat biasanya karena tata caranya yang berbeda. Oleh karena itu, tepatnya shalat tersebut tidak berdasar dari hadits dan tidak satu pun hadits shahih yang membicarakannya.” (berbagai sumber).

 

 

 

Zakat Mudah di YDSF


 

Artikel Terkait

Pesan Rasulullah Saw. Untuk Umat Muslim Jelang Akhir Zaman | YDSF
ZAKAT DAN PAJAK | YDSF
Mendahulukan Qadha Puasa, Lalu PuasZa Syawal | YDSF
KEJAR BERKAH, RUTIN SEDEKAH | YDSF
Garage Sale, SD Al-Hikmah Tanamkan Rasa Empati dan Jiwa Wirausaha Kepada Siswa
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF

 

Serunya Milad 37 di DBL Arena Surabaya


Tags: shalat tasbih, sunah shalat tasbih, dalil shalat tasbih, hukum shalat tasbih, ydsf

Share:


Baca Juga

Sedekah di YDSF lebih mudah, melalui: