Setiap amalan,
hendaknya diawali dengan niat yang sungguh-sungguh. Utamanya, dalam hendak
melakukan amal kebaikan. Karena, berawal dari niat inilah sebuah amal kebaikan telah
dicatat pahalanya meski batal dilakukan. Hal ini berkebalikan dengan bila memiliki
niat jahat dan batal dilakukan. Insya Allah akan tetap mendapatkan satu pahala
kebaikan.
Ada banyak hal
yang dapat menjadi sebuah udzur bagi seseorang untuk dapat melakukan amal baik.
Namun, bukan berarti karena mengetahui kelebihan pahala dari berniat baik ini
kita menjadi ogah-ogahan untuk melakukannya. Dengan dalih, cukup berniat saja
sudah dapat pahala.
Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang
akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Lantas, apa saja
syarat agar Allah mencatat amal kita meskipun kita sedang ada udzur?
Udzur Melakukan Amal Baik
Dalam Keadaan Beriman
Iman ibarat
kunci. Rasulullah saw. mengabarkan, ”Siapa saja mengucapkan
’saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi- Nya, Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, dan (bersaksi) bahwa Isa
adalah hamba Allah dan anak dari hamba-Nya, dan kalimat-Nya
yang disampaikan kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan (bersaksi pula) bahwa surga adalah
benar adanya dan neraka pun benar adanya, maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam surga dari delapan pintu surga yang mana saja dia kehendaki.” (HR. Muslim no. 149).
Bisa jadi ada
orang yang tidak beriman namun dia senantiasa menolong
orang atau merawat hewan dan alam. Mungkin dia akan mendapat pujian manusia atau mendapat penghargaan atau juga memperoleh kecukupan harta.
Namun di akhirat,
dia tidak mendapat apa-apa. Karena memang selama di dunia dia sendiri
tidak meyakini akhirat dan tidak meminta kebaikan di alam abadi. “Siapa saja yang menghendaki kehidupan dunia (semata) dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan di dunia mereka tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan siasialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud 15-16).
Ikhlas
“Sesungguhnya
amal itu berdasarkan niatnya, dan setiap manusia
mendapatkan sesuai yang diniatkannya. Siapa saja yang hijrahnya
kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu adalah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan siapa saja yang hijrahnya karena dunia yang diinginkannya
atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa-apa yang ia inginkan itu.” (HR. Bukhari Muslim).
Dibenarkan Syariat
Banyak perbuatan
manusia justru merugikan dirinya sendiri. Seperti merokok,
penyalahgunaan obat-obatan atau miras. Ada pula perbuatan
yang membahayakan orang lain seperti perampokan atau ekplorasi alam yang serampangan. Semua itu tidak dibenarkan agama dan hukum.
Baca juga:
WAKTU TERBAIK TERKABULNYA DOA | YDSF
6 AMALAN RINGAN DAN MUDAH MENUJU SURGA | YDSF
Maka, amal yang
dalam koridor syariatlah yang akan mendapat balasan kebaikan meskipun suatu
saat terhalang udzur. Ada
amal individual dan sosial. Khusus ibadah ritual (ibadah mahdhah), harus mengikuti contoh Nabi saw. agar bisa diterima Allah. "Siapa saja yang membuat perkara baru yang tidak ada tuntunanya dalam agama kami, maka amalannya tertolak.” (HR. Bukhari 2697). Namun untuk urusan ibadah nonritual (ghairu mahdhah), diberi kebebasan asalkan tidak melanggar kaidah akhlak Islam dan kaidah sosial.
Diamalkan Secara Rutin
Rasul saw. menjelaskan, “Amal (kebaikan) yang paling dicintai Allah adalah yang rutin
meskipun sedikit.” (HR Muslim). Keberlanjutan sebuah amal kebaikan sangat penting karena itu menunjukkan konsistensi dari niat dan kesabaran.
Di sini kualitas
sebuah perbuatan tidak dinilai dari jenis kebaikannya
tapi kesinambungannya. Amal baik akan melahirkan amal baik
berikutnya. Amalan yang besar namun berhenti di tengah jalan tak lebih baik
dari amalan kecil yang istiqamah. Karena yang kecil yang langgeng suatu saat
akan menjadi besar, sementara yang besar tapi stagnan bisa terkikis
pelan-pelan.
Malaikat akan
tetap mencatat suatu amal kebajikan yang sudah rutin meskipun orangnya terhalang
karena sakit, bepergian, atau musibah. “Jika seorang hamba sakit atau melakukan
safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia
ketika mukim dan ketika sehat.” (HR. Bukhari, no. 2996).
Ibnu Hajar
Al-Asqalani menjelaskan, “Hadits di atas berlaku untuk orang yang ingin
melakukan ketaatan lantas terhalang dari melakukannya. Padahal ia sudah punya
niatan kalau tidak ada yang menghalangi, amalan tersebut akan dijaga rutin”
(Fath Al-Bari, 6: 136).
Di hadits Qudsi,
Nabi saw. menceritakan percakapan Allah dengan malaikat pencatat, “Seorang
hamba jika ia berada pada jalan yang baik dalam ibadah, kemudian ia sakit, maka
dikatakan pada malaikat yang bertugas mencatat amalan, ‘Tulislah padanya
semisal yang ia amalkan rutin jika ia tidak terikat sampai Aku melepasnya atau
sampai Aku mencabut nyawanya.’” (HR. Ahmad, 2: 203).
Bermanfaat Luas
Ada amalan yang
punya manfaat luas. Misalnya membangun jalan umum, membangun sumur/sumber air
untuk publik, memberi lapangan kerja, wakaf lahan untuk sekolah/masjid, atau
membantu usaha jodoh yang baik bagi bujangan demi menjaga kesuciannya, dll.
”Apabila ‘anak Adam itu mati, maka terputuslah amalnya, kecuali: sedekah yang
faidahnya terus-menerus, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.”
(HR. Muslim).
Sumber
Majalah Al Falah Edisi Agustus 2020
Artikel Terkait:
Pelaksanaan Shalat Sunnah Rawatib | YDSF
PERHITUNGAN ZAKAT RUMAH KONTRAKAN | YDSF
Pailit Bisnis, Apakah Termasuk Gharim dalam Islam | YDSF
6 KEUTAMAAN SEDEKAH DALAM JANJI ALLAH SWT. | YDSF
Hukum Percaya Pawang Hujan dalam Islam | YDSF
JENIS WAKAF DALAM ISLAM MENURUT BWI | YDSF