Saat memiliki sebuah bisnis, jatuh bangun bahkan hingga
mengalami pailit atau kebangkrutan sudah menjadi sebuat risiko yang harus siap
dijalankan. Tak ayal, risiko pailit atau bangkrut ini membuat seorang pengusaha
bisnis harus rela menelan hutang dan bahkan mungkin juga mencari hutang.
Lantas, kondisi seorang pengusaha yang sedang mengalami pailit bisnis apakah
termasuk kategori gharim dalam Islam?
Sebagai seorang muslim, saat memilih jalur menjadi seorang
pengusaha atau pebisnis, tentu terdapat kaidah-kaidah syariat yang harus
diperhatikan. Misal, ilustrasi sederhananya adalah memastikan bahwa dari hulu
ke hilir dalam proses bisnisnya tidak mengandung unsur haram dan riba.
Etika Bisnis dalam Islam
Kegiatan bisnis sendiri dalam Islam masuk dalam salah satu
sistem muamalah. Sehingga sangat penting untuk menjaga etika pelaksanannya,
agar tidak merugikan banyak pihak. Ketika Islam berbicara tentang etika bisnis,
maka kita perlu menengok kembali Al-Qur’an dan hadits. Serta bagaimana cara
Rasulullah saw. memberikan teladan langsung kepada kita soal bisnis.
Terdapat beberapa perspektif etika bisnis dalam Islam yang
dijabarkan oleh para ulama dan dikembangkan oleh para ahli Islam. Namun, di
antara sekian banyak pendapat tersebut, kita dapat langsung membaginya menjadi
dua hal, yaitu:
1. Bisnis yang Diperbolehkan dalam Islam
- Barang yang dijual jelas
- Terdapat unsur keadilan, jujur, amanah, dan transparan
dalam bisnis
- Bebas melakukan bisnis sesuai ajaran syariat
- Terdapat kesepakatan antara penjual dan pembeli yang tidak
saling merugikan
- Menjaga etika atau tata krama dalam berbisnis
Baca juga: Hukum Kartu Kredit dalam Pandangan Fiqih Islam | YDSF
2. Bisnis yang Dilarang dalam Islam
- Terdapat unsur riba, penipuan, dan tidak transparan
- Menjual barang haram
- Menjual barang milik orang lain tanpa persetujuan bersama
- Menjatuhkan harga pasar demi keuntungan bisnis sendiri
- Curang dalam menimbang/menentukan takaran barang
Saat Pailit Bisnis, Bukan Termasuk Gharim
Oleh karena itu, dalam berbisnis, sudah menjadi kewajiban
bagi setiap pengusaha untuk selalu menjaga etika bisnis sesuai yang diajarkan
dalam Islam. Jangan hanya demi mengejar keuntungan dan kekayaan mutlak,
sehingga menghalalkan segala cara yang justru dapat merugikan banyak pihak.
Lantas, saat seorang pengusaha terkena pailit bisnis,
bagaimana dalam Islam? Apalagi sudah berusaha menjaga batas halal dan haram
serta etika bisnis sesuai dengan ajaran Islam. Maka, berikut ini penjelasan
Ustadz Zainuddin, Lc., M. A.:
Saat seseorang pengusaha mengalami kebangkrutan dalam
bisnisnya, maka bukan termasuk dalam kategori gharim. Anda dapat memahami
seorang yang tidak mampu bertahan hidup kecuali dengan mengandalkan hutang
kepada saudarasaudaranya. Sesungguhnya mereka memiliki niat sejati untuk dapat
melunasi hutang untuk kebutuhan primernya. Namun memang tak ada lagi yang dapat
diandalkan untuk menyelesaikan tanggungannya. Maka Islam sangat peduli pada
nasib mereka dengan memberikan santunan agar dapat segera melunasi tanggungan
hutangnya.
Karena, perlu kita pahami bersama bahwa gharim memang
diartikan sebagai orang yang memiliki hutang. Namun, terdapat beberapa kategori
orang yang tidak dapat digolongkan dalam kategori gharim. Seperti, orang-orang
yang berhutang untuk kepentingan maksiat, judi, dan demi memulai bisnis lau bangkrut.
Semoga, kita menjadi orang-orang yang selalu taat dengan
etika yang diajarkan dalam syariat Islam apapun bentuk kegiatan yang sedang
dilakukan. Aamiin.
Disadur dari Majalah
Al Falah Edisi Mei 2021
Featured Image by Pixabay.
Qurban di YDSF:
Artikel Terkait:
TERTULIS NO PORK BUKAN JAMINAN HALAL | YDSF
Hukum Gadai Barang dalam Islam | YDSF
Hukum Hadiah Undian (Quiz, Giveaway) dalam Islam | YDSF
Benefit Premium Qurban di YDSF
4 Sumber Harta Haram | YDSF