Zainab binti
Muhammad ialah putri sulung dari pasangan yang paling mulia dalam Islam, yakni Rasulullah
saw. bersama Khadijah binti Khuwailid. Zainab dari kecil dibesarkan dan dibimbing
dengan penuh kasih sayang oleh keluarga mulia itu.
Sebab ketelatenan
didikan Khadijah, Zainab menjadi seorang anak yang ringan tangan dalam mengurus
rumah tangga serta merawat adik-adiknya, Ummu Kulsum, Ruqayyah, dan Fatimah.
Tak hanya itu, Zainab juga tumbuh menjadi sosok yang sabar dan teguh menjalani
hidupnya. Bahkan, adik bungsunya, Fatimah sampai menganggap Zainab seperti ibu
kecilnya.
Saat Zainab binti
Muhammad menginjak usia dewasa, ia diminta untuk menikah dengan Abu Al Ash bin
Rabi’, putra dari Halah binti Khuwailid yang merupakan saudara Khadijah (ibunda
Zainab). Abu Al Ash merupakan seorang pedagang yang jujur dan kaya dari Makkah.
Tanpa penolakan apapun, Zainab lantas bersedia dinikahkan dengan Abu Al Ash
oleh Rasulullah saw.
Setelah
pernikahan berlangsung, Abu Al Ash membawa Zainab ke rumahnya. Lalu, Khadijah
binti Khuwailid pergi ke rumah pasangan baru yang saling mencintai itu, seraya
mendoakan agar keduanya selalu dikaruniai keberkahan. Kemudian, Khadijah
melepas kalung berharganya untuk Zainab sebagai hadiah pernikahan.
Baca juga: Walimatul ’Ursy dalam Islam | YDSF
Dipisahkan karena Beda
Keyakinan
Suatu ketika Zainab berada di rumah sendiri sebab ditinggal suaminya Abu Al Ash untuk
berdagang, ia mendengar kabar yang tersebar di Makkah. Yakni munculnya seorang nabi,
bernama Muhammad bin Abdullah, yang tak lain ialah ayah Zainab. Sontak ketika
mendengar kabar tersebut, Zainab bergegas ke rumah orang tuanya untuk mencari
tahu kebenaran dari berita tersebut.
Sesampainya di
rumah, kabar tersebut dibenarkan oleh ibu, paman, beserta saudara Zainab.
Alangkah gembiranya Zainab beserta keluarga saat mengetahui bahwa ayah mereka
telah menjadi Nabi utusan Allah Swt. Tanpa berpikir panjang, Zainab langsung menyatakan
keimanan atas kenabian ayahnya, dengan bersyahadat. Zainab lantas kembali
pulang ke rumah dan menunggu kepulangan suami tercinta.
Abu Al Ash pun
pulang dari perjalanan dagangnya. Sesaat setelah melihat suaminya istirahat,
Zainab dengan penuh semangat dan bahagia menceritakan semua yang terjadi,
termasuk keputusannya saat masuk Islam. Dengan harapan, Abu Al Ash juga
tertarik mengikuti jejak Zainab. Mirisnya, Abu Al Ash memilih untuk tetap
bertahan pada kesyirikannya. Ia menolak untuk masuk Islam. Tentu, hal itu
sangat menyakitkan bagi Zainab. Namun, Zainab menghargai keputusan suami
tercintanya, sembari terus berdoa agar Allah Swt. memberikan hidayah bagi
suaminya.
Setelah menerima
wahyu dari Allah Swt., Rasulullah saw. memperlihatkan keseriusan akan perintah
dan larangan Allah. Salah satunya, menantang orang-orang Quraisy yang tidak mengimani
Islam. Termasuk orang yang telah menjadi menantu atau suami dari anak-anaknya.
Allah Swt. berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang
berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih
mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang
kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan
orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka...” (QS. Al Mumtanah: 10)
Baca juga: Kisah Cinta Rasulullah Pernah Ditolak | YDSF
Tibalah waktu Rasulullah
saw. beserta pengikutnya mendatangi Abu Al Ash. Mereka berkata “Ceraikanlah istrimu,
niscaya kami nikahkan engkau dengan wanita Quraisy mana pun yang engkau
kehendaki!” Abu Al Ash menjawab dengan tegas, “Tidak demi Tuhan, aku tidak akan
menceraikan istriku! Aku tidak ingin istriku tergantikan dengan wanita Quraisy
lainnya”.
Rasulullah saw.
memberi pujian kepada Abu Al Ash sebab telah menjadi menantu yang baik, yang tulus
mencintai putrinya. Rasul pun tidak tega memisahkan keduanya. Meski
sesungguhnya Islam telah menceraikan Zainab dengan suaminya, Abu Al Ash tatkala
Zainab masuk Islam.
Akhirnya, untuk
sementara waktu Zainab tetap tinggal bersama Abu Al Ash, dengan kondisi berbeda
keyakinan. Zainab tetap teguh dengan Islam, sedang Abu Al Ash tetap musyrik hingga
Rasulullah saw. hijrah ke Madinah.
Zainab Memilih Meninggalkan
Suaminya, Demi Hijrah ke Madinah
Di tengah hati
yang semakin berkecamuk, sebab perbedaan keyakinan antara Zainab dan suaminya, datanglah
musibah baru yang tak kalah berat. Sang paman, Abu Thalib, disusul Ibunda
tercinta, Khadijah wafat meninggalkannya. Betapa terpukulnya perasaan Zainab
kala itu. Ditambah, setelah ibunya tiada, ayah beserta para sahabat pergi
hijrah ke Madinah dan saudari-saudarinya pun menyusul kesana.
Tak lama kemudian,
perang besar antara kaum muslimin dan musyrikin terjadi di Badar. Suami Zainab,
Abu Al Ash ikut berperang dan berada dalam barisan kaum musyrikin. ‘Perang
dimenangkan oleh kaum muslimin’, begitulah berita yang tersebar di Makkah. Tentu,
Zainab sangat gembira mendengar kemenangan umat muslim. Namun, muncul
kekhawatiran, bagaimana dengan suaminya?
Sebagaimana kabar
yang beredar, suaminya telah menjadi tawanan oleh kaum muslimin. Zainab
bergegas mengirim seorang wakil agar pergi ke Madinah untuk menebus Abu Al Ash
dengan sejumlah uang dan kalung pemberian ibunya, Khadijah. Rasulullah sesaat trenyuh
mengetahui hal tersebut. Lalu beliau bersabda, “Jika kalian ingin membebaskan
suami Zainab, dan mengembalikan hartanya, maka lakukanlah!” Para sahabat pun
menyetujuinya.
Rasulullah lantas
membebaskan Abu Al Ash, dengan syarat ia harus mengembalikan Zainab kepada
Rasul. Abu Al Ash pun menyetujui permintaan Rasulullah, kemudian
menyampaikannya kepada Zainab. Mendengar hal itu, Zainab merasa sangat berat
berpisah dengan suaminya. Namun, Zainab sadar bahwa perintah Allah dan
Rasul-Nya harus lebih didahulukan daripada segalanya. Dengan pengorbanan cinta
dan perasaannya, Zainab pun memilih meninggalkan sang suami dan pergi hijrah ke
Madinah. (yul)
Featured Image
by Freepik
Sedekah dari Rumah:
Artikel Terkait:
Kisah Inspiratif : Jemput Jodoh dengan Islam | YDSF
Kisah Keluarga Teladan dalam Al Quran | YDSF
Ummu Yulyani dan Hamas Syahid, Ibu dan Anak Inspiratif Ummat | YDSF
Wanita Mulia, Yang Makamnya Harum Semerbak | YDSF
Mahar Pernikahan Sahabat Rasulullah | YDSF
Jenis Cinta Dalam Islam Menurut Ibnu Qayyim| YDSF
Menikah Tapi Tidak Cinta Suami | YDSF
Kriteria Jodoh Dalam Islam | YDSF
Bersikap Romantis Terhadap
Pasangan: