Mahar Pernikahan Sahabat Rasulullah | YDSF

Mahar Pernikahan Sahabat Rasulullah | YDSF

6 Februari 2020

Mahar sejatinya merupakan harta yang diberikan suami kepada istri dengan suka rela. Tentu saja sesuai dengan kemampuan. Harta ini kemudian menjadi hak milik sang istri. Simak surah an-Nisa ayat 5. Dalam perjalanan waktu, tak jarang perkara ini menghambat seseorang menunaikan sunnah nikah akibat tuntutan pihak istri atau mertua yang begitu tinggi.

Di Timur Tengah, misalnya di negeri Kinanah (Mesir), seperti didengar langsung penulis saat sedang studi di Universitas al- Azhar, mahar menjadi salah satu problem yang membuat orang Mesir kesulitan menikah di usia muda.

Untuk menikah, laki-laki setidaknya dituntut mempunyai flat, mobil, usaha ini itu dan berbagai pernak-pernik terkait dengannya. Akibatnya, banyak sekali di antara mereka yang baru bisa menikah ketika usianya sudah tak muda lagi.

Di Indonesia, di daerah tertentu juga ada tradisi mahar mahal. Laki-laki yang hendak menikah, harus menyiapkan modal materi tidak sedikit. Ada juga kebalikannya. Karena salah paham terhadap hadits Nabi mengenai keberkahan mahar yang murah, akhirnya mahar yang diberikan sangat murah dan jadi menggampangkan.

Memang, Nabi pernah bersabda, “Nikah yang paling besar berkahnya adalah nikah yang paling kecil maharnya.” (HR. Ahmad). Pada riwayat lain Ahmad menyebutkan sabdanya, “Di antara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya dan memudahkan rahimnya.” Tapi apa kemudian dimaknai mahar kecil pasti berkah? Sehingga orang yang pada dasarnya mampu memberikan mahar baik, memilih memberikan mahar kecil. Atau wanita yang maharnya mahal bukanlah wanita baik!?

Hadits tersebut jangan dipahami begitu saja. Meski mahar murah adalah berkah, namun jika laki-laki yang menikah adalah orang kaya atau mampu secara materi, maka mahar yang tinggi tak jadi masalah dan tak mengurangi keberkahannya.

Dalam sirah nabawiyah, bisa dilihat berapa besar mahar yang diberikan Nabi kepada istri-istrinya. Ibnu Hisyam dalam kitab “al-SÄ«rah al-Nabawiyyah” (1955: II/643) menyebutkan: Khadijah (20 ekor unta), Aisyah (400 dirham), Saudah (400 dirham), Zainab binti Jahsyin (400 dirham), Ummu Salamah (kasur yang isinya serabut, anak panah , sehelai kain dan penggiling dari batu), Hafshah (400 dirham), Ummu Habibah (400 dinar). Rata-rata diberi 400 dirham.

Ini menunjukkan, seseorang yang mampu memberikan mahar terbaik, maka itu tak mengurangi keberkahan mahar. Yang menjadi masalah ketika mahar ditentukan sangat mahal—oleh calon istri dan mertua—padahal calon suami tidak mampu menjangkaunya.

Dari sisi inilah pembaca bisa memperhatikan contoh mahar yang diberikan oleh beberapa sahabat Nabi. Bagi yang kurang mampu, Nabi tak membebani, bahkan menganjurkan agar mempermudahnya, bukan mempersulit.

Menurut riwayat Bukhari, pernah ada sahabat yang tidak memiliki harta apapun untuk dijadikan mahar. Akhirnya, mahar yang diberikan adalah hafalan al-Qur`an. Bahkan, hanya dengan surah al-Ikhlas dan Zalzalah.

Ada juga yang setara dengan 500 dirham; sebiji emas (seperti Abdurrahman bin Auf). Selain itu ada yang menjadikan mas kawinnya adalah cincin besi, karena memang hanya mempunyai itu (HR. Bukhari, Muslim). Bahkan ada perempuan dari Bani Fazarah di masa Nabi yang dinikahi dengan mahar sepasang sandal (HR. Tirmidzi)

Contoh mahar lain adalah dengan membebaskan calon istri dari perbudakan akibat menjadi tawanan perang. Mahar unik lain adalah seperti yang diminta Ummu Sulaim kepada Abu Thalhah yaitu masuk Islam (HR. Nasai). Ali bin Abi Thalib pun ketika menikahi Fathimah (putri kesayangan Rasulullah) dengan mahar seperangkat alat perang seperti baju besi (HR. Nasa`i).

Berbagai kisah dan riwayat itu menunjukkan bahwa Rasulullah ketika berbicara mahar yang baik dan berkah adalah yang paling murah, maksudnya adalah yang sesuai dengan kesanggupannya, sehingga memudahkan pernikahannya.

Ketika sang calon suami memberikan mahar terbaik—dengan suka rela, tanpaada paksaan— tidak akan mengurangi keberkahan pernikahan. Sebagai contoh, menurut catatan sejarawan Muslim, Ibnu Qudamah, mahar yang diberikan Umar bin Khattab kepada Ummi Kaltsum (putri Ali) adalah sebesar 40 ribu dinar. Mahar 40 ribu dinar terhitung tinggi. Namun, karena beliau mampu, hal itu tidak menjadi masalah.

Meski demikian, Umar r.a., pernah memberi nasihat, “Ingatlah, janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memberi mahar kepada wanita, karena meskipun dia seorang yang dimuliakan di dunia atau seorang yang bertaqwa di sisi Allah, tentu yang paling utama (dalam menghormati wanita) di antara kalian adalah Nabiyyullah SAW. Padahal aku tidak mengetahui Rasulullah SAW memberi mahar kepada seorang pun dari istri-istrinya dan tidak pula menikahkan putri-putri beliau dengan mahar lebih dari dua belas uqiyah (sekitar 500 dirham).” (HR. Tirmidzi).

Ini menunjukkan bahwa tidak ada ketentuan besar dan kecilnya. Sesuai kesanggupan dan kemudahan calon suami. Prinsipnya, orang yang tidak memiliki mahar tinggi tak kesulitan menikah. Orang yang mampu memberikan mahar tinggi juga tidak ada halangan baginya.

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi Januari 2019

 

Baca juga:

Walimatul ’Ursy dalam Islam | YDSF

KRITERIA JODOH DALAM ISLAM | YDSF

Pilar Dakwah Di Rumah Kita

3 TIPS AMPUH MENJEMPUT JODOH IMPIAN | YDSF

Zakat Profesi atau Penghasilan | YDSF

Karakteristik Para Hamba yang Dicintai Allah  | YDSF

WAKTU TERBAIK TERKABULNYA DOA | YDSF

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: