Meski sedang dalam
keadaan safar atau di perjalanan, bukan suatu alasan bagi seorang muslim untuk meninggalkan
shalat. Ada beberapa keringanan shalat saat perjalanan, terlebih bila kita
masih dalam kendaraan.
Shalat lima waktu
hukumnya wajib bagi setiap muslim, utamanya yang telah baligh. Sehingga meskipun
terdapat beberapa udzur syari yang membuat seseorang bisa mendapatkan
keringanan menunaikan shalat, bukan berarti ia menjadi lalai. Begitu indahnya Islam,
saat udzur syari kita dimudahkan dengan adanya shalat jamak dan qashar untuk penunaian
shalat fardhu.
Tidak semua
perjalanan dapat dijadikan alasan untuk seorang muslim mendapatkan keringanan
dalam menunaikan shalat. Terdapat batasan jarak yang telah disepakati oleh para
ulama (madzhab Syafii, Hambali, dan Maliki), yaitu minimal 48 mil atau setara
dengan 81-85 km. Pendapat ini berdasarkan hadits, “Dahulu Ibnu ‘Umar dan
Ibnu ‘Abbas r.a. mengqashar shalat dan tidak berpuasa ketika bersafar menempuh
jarak 4 burud (yaitu: 16 farsakh).” (HR. Bukhari).
Sedangkan yang
lain, berpendapat bahwa tidak ada batasan seseorang untuk menunaikan jamak dan
qasar shalat. Selama ia sedang safar, maka diperkenankan melakukan keduanya. Hadits
yang digunakan adalah “Dari Anas bin Malik r.a., ia berkata bahwa Nabi saw.
pernah shalat di Madinah empat rakaat, dan di Dzul Hulaifah (saat ini disebut
dengan: Bir Ali) shalat sebanyak dua rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sementara, jarak antara Madinah dan Bir Ali hanya sekitar tiga mil.
Bagaimana di
Indonesia? Karena mayoritas masyarakat Indonesia mengikuti madzhab Syafii, maka
banyak yang berpedoman dengan pendapat pertama. Yakni, batasan boleh melakukan shalat
jamak dan qashar ketika sudah menempuh safar minimal 81-85 km.
Pendapat tentang Shalat Fardhu
di Kendaraan
Beruntung, bila
kita dapat menemukan tempat pemberhentian yang layak untuk shalat saat sedang
dalam perjalanan. Namun, bila terpaksa harus shalat di atas kendaraan apakah diperbolehkan?
Baca juga: JAMAK SHALAT KARENA MACET | YDSF
Dalam sebuah
riwayat dari Jabir bin Abdullah r.a., ia pernah berkata, “Ketika Rasulullah
saw. memimpin perang Bani Anmar, beliau shalat di atas kendaraannya menghadap
ke arah timur.” (HR. Muslim). Sedangkan dalam riwayat Imam Bukhari juga
ditemukan hadits, “Nabi Muhammad saw., shalat sunah saat sedang berkendara
dan tidak menghadap ke kiblat.” Dari kedua hadits tersebut, terdapat dua
pendapat dari kalangan ulama.
Pendapat pertama,
tidak memperbolehkan shalat fardhu di kendaraan. Alasannya, karena pada hadits
kedua, yang disebutkan adalah Rasulullah saw. menunaikan shalat sunah. Sedangkan,
tidak ditemukan secara pasti kata ‘shalat fardhu di atas kendaraan’ semasa
beliau. Berikutnya, pendapat yang kedua menyimpulkan bahwa boleh atau mubah
menunaikan shalat fardhu di kendaraan.
Dewan Syariah
Yayasan Dana Sosial al-Falah mengikuti pendapat yang membolehkan menunaikan
shalat fardhu di kendaraan. Namun, dengan beberapa catatan tertentu.
Dalam hal ini,
Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan, “Jika orang yang sedang berkendara itu
mendapatkan kesulitan jika turun dari kendaraannya, misal karena hujan lebat
dan daratan berlumpur, atau khawatir terhadap kendaraannya jika ia turun, atau
khawatir terhadap harta benda yang dibawanya jika ia turun, atau khawatir
terhadap dirinya sendiri jika ia turun, misalnya karena ada musuh atau binatang
buas, dalam semua keadaan ini ia boleh shalat di atas kendaraannya baik berupa
hewan tunggangan atau lainnya tanpa turun ke darat.” (Al Mulakhas Al
Fiqihi).
Oleh karenanya, apabila
tidak berada dalam kondisi yang disebutkan di atas, hendaklah mencari masjid
atau mushala untuk menunaikan shalat.
Cara Shalat di Atas Kendaraan
Ini yang menarik.
Berbeda dengan shalat di tempat pada umumnya yang harus menghadap kiblat (pada
umumnya di Indonesia menghadap ke Barat, karena negara kita terletak di sebelah
timur dari Ka’bah), untuk shalat di atas kendaraan tidak perlu demikian. Cukuplah
shalat sesuai dengan arah berjalannya kendaraan.
Sedangkan untuk
wudhunya, bila sulit mendapatkan air maka diperkenankan dengan tayamum. Menggunakan
debu dari benda-benda yang ada di sekitar.
Syaikh Musthafa
Al Adawi pernah menjelaskan cara shalat di kendaraan, beliau berkata, ‘Jika
anda bersafar untuk jarak yang jauh dan tidak memungkinkan untuk berhenti,
shalatlah sambil duduk,’ karena Nabi saw. bersabda, “Shalatlah sambil
berdiri, jika tidak bisa maka sambil duduk, jika tidak bisa maka sambil
berbaring.” (HR. Bukhari). (berbagai sumber)
Zakat Mudah di YDSF
Artikel Terkait:
CARA MENGHITUNG ZAKAT PENGHASILAN | YDSF
Batasan Air untuk Wudhu | YDSF
KONSULTASI ZAKAT DARI TABUNGAN GAJI DI BANK | YDSF
Menikah Tapi Tidak Cinta Suami | YDSF
MENGELUARKAN SEDEKAH DARI BUNGA BANK | YDSF
Tips Awal Memilih Pasangan Untuk Menumbuhkan Generasi Shalih | YDSF
APA ITU WAKAF? PENGERTIAN, DALIL, DAN HUKUM WAKAF | YDSF