Qurban, Wujud Patuh Perintah Allah | YDSF

Qurban, Wujud Patuh Perintah Allah | YDSF

24 Juni 2022

Semua ibadah bertujuan untuk kebaikan dan menyempurnakan ketakwaan kepada Allah, termasuk ibadah qurban. Beberapa ayat tentang qurban disandingkan dengan shalat, seperti dalam surat Al-Kausar. Disandingkannya dua ibadah ini menunjukkan qurban adalah ibadah yang mulia.

Allah memerintahkan kita untuk berqurban, bukan untuk menghabiskan harta atau menghambur-hamburkan harta. Makna qurban adalah merelakan apa yang berharga menurut kita dari urusan dunia untuk mendahulukan kecintaan kepada Allah. Berqurban adalah berjuang menundukkan hawa nafsu untuk membuktikan keikhlasan dan kesungguhan diri dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Mari kita lihat awal mula disyariatkannya qurban. Manusia pertama yang diperintahkan berqurban adalah Nabi Ibrahim. Saat itu Nabi Ibrahim diperintahkan menyembelih putra kesayangannya. Setelah sekian tahun tidak memiliki keturunan, saat anaknya mulai tumbuh dewasa, turun perintah untuk menyembelih anaknya. Saat itu, hal yang paling dicintai Nabi Ibrahim adalah ya putranya.

Tentu saja perintah itu merupakan ujian yang sangat besar bagi Nabi Ibrahim. Jika tentang harta, Nabi Ibrahim adalah orang yang paling dermawan.

Berkat keteguhan imannya Nabi Ibrahim akhirnya mau menyembelih anaknya. Kemudian ketika saat keduanya telah bersiap untuk melakukan penyembelihan, Allah mengganti anaknya dengan seekor sembelihan yang baik.

Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar." Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, "Wahai Ibrahim! sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (QS Ash Shaffat:102-107)

Baca juga: Hukum dan Dalil Qurban dalam Islam | YDSF

Banyak hikmah dari disyariatkannya qurban. Di antaranya menundukkan hawa nafsu dan mendahulukan ketakwaan kepada Allah, ungkapan syukur atas nikmat Allah, serta dapat menyambung silaturahmi.

Hikmah Qurban dalam Islam

1. Menundukkan Hawa Nafsu dan Mendahulukan Ketakwaan Kepada Allah

Hikmah terbesar dari berqurban adalah menundukkan hawa nafsu dan mendahulukan ketakwaan kepada Allah. Ibrahim diuji dengan perintah menyembelih anaknya. Kita diuji dengan merelakan sebagian harta kita untuk berqurban. Karena diakui atau tidak, saat ini harta adalah sesuatu yang paling kita cintai.

Allah tidak butuh pemberian dari manusia. Darah dan daging qurban tidak akan sampai kepada Allah, hanya ketakwaan kita yang akan sampai kepada Allah. Ini disebutkan dalam Surat Al-Hajj ayat 37.

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”

2. Ungkapan Syukur Atas Nikmat Allah

Qurban merupakan salah satu ungkapan syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah. Walaupun kita sering merasa kekurangan tetapi sebenarnya telah banyak nikmat yang telah Allah berikan. Al-Qur'an mengingatkan bahwa jika kita mau menghitung nikmat-nikmat Allah, kita tidak akan mampu.

“Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” (QS Al-Kausar: 1-2).

3. Menyambung Silaturahmi

Qurban juga bisa menjadi sarana menyambung silaturahmi. Ketentuan pembagian daging qurban lebih longgar daripada pembagian zakat. Secara garis besar ketentuan pembagian daging qurban dibagi menjadi tiga: 1) Sepertiga untuk keluarga, 2) Sepertiga untuk kerabat (baik kaya maupun miskin), 3) Sepertiga untuk fakir miskin.

Ketentuan pembagian ini adalah panduan umum, bukan sebuah keharusan. Memakan daging qurban hukumnya sunah, tetapi jika berniat qurban untuk daerah terpencil dan tidak bisa memakan daging qurban tetap diperbolehkan. Panduan lainnya adalah semakin banyak yang disedekahkan kepada fakir miskin maka semakin baik.

 

Qurban di YDSF:



Artikel Terkait:

Qurban pada Masa Nabi Muhammad | YDSF
HUKUM BAYAR AQIQAH UNTUK DIRI SENDIRI | YDSF
QURBAN, REFLEKSI PENGORBANAN HAQIQI | YDSF
QURBAN UNTUK ORANG MENINGGAL | YDSF
Perbedaan Zakat, Sedekah, dan Wakaf | YDSF


#EkspedisiQurbanYDSF

Tags: qurban patuh perintah Allah, qurban YDSF, hikmah qurban

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: