Semua ibadah bertujuan untuk kebaikan dan menyempurnakan
ketakwaan kepada Allah, termasuk ibadah qurban. Beberapa ayat tentang qurban
disandingkan dengan shalat, seperti dalam surat Al-Kausar. Disandingkannya dua
ibadah ini menunjukkan qurban adalah ibadah yang mulia.
Allah memerintahkan kita untuk berqurban, bukan untuk
menghabiskan harta atau menghambur-hamburkan harta. Makna qurban adalah
merelakan apa yang berharga menurut kita dari urusan dunia untuk mendahulukan
kecintaan kepada Allah. Berqurban adalah berjuang menundukkan hawa nafsu untuk
membuktikan keikhlasan dan kesungguhan diri dalam mendekatkan diri kepada
Allah.
Mari kita lihat awal mula disyariatkannya qurban. Manusia
pertama yang diperintahkan berqurban adalah Nabi Ibrahim. Saat itu Nabi Ibrahim
diperintahkan menyembelih putra kesayangannya. Setelah sekian tahun tidak
memiliki keturunan, saat anaknya mulai tumbuh dewasa, turun perintah untuk
menyembelih anaknya. Saat itu, hal yang paling dicintai Nabi Ibrahim adalah ya
putranya.
Tentu saja perintah itu merupakan ujian yang sangat besar
bagi Nabi Ibrahim. Jika tentang harta, Nabi Ibrahim adalah orang yang paling
dermawan.
Berkat keteguhan imannya Nabi Ibrahim akhirnya mau
menyembelih anaknya. Kemudian ketika saat keduanya telah bersiap untuk melakukan
penyembelihan, Allah mengganti anaknya dengan seekor sembelihan yang baik.
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha
bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia
(Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan
(Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang
sabar." Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim)
membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah).
Lalu Kami panggil dia, "Wahai Ibrahim! sungguh, engkau telah membenarkan
mimpi itu." Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan
Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (QS Ash Shaffat:102-107)
Baca juga: Hukum dan Dalil Qurban dalam Islam | YDSF
Banyak hikmah dari disyariatkannya qurban. Di antaranya
menundukkan hawa nafsu dan mendahulukan ketakwaan kepada Allah, ungkapan syukur
atas nikmat Allah, serta dapat menyambung silaturahmi.
Hikmah Qurban dalam Islam
1. Menundukkan Hawa Nafsu dan Mendahulukan Ketakwaan Kepada Allah
Hikmah terbesar dari berqurban adalah menundukkan hawa nafsu
dan mendahulukan ketakwaan kepada Allah. Ibrahim diuji dengan perintah menyembelih
anaknya. Kita diuji dengan merelakan sebagian harta kita untuk berqurban.
Karena diakui atau tidak, saat ini harta adalah sesuatu yang paling kita
cintai.
Allah tidak butuh pemberian dari manusia. Darah dan daging
qurban tidak akan sampai kepada Allah, hanya ketakwaan kita yang akan sampai
kepada Allah. Ini disebutkan dalam Surat Al-Hajj ayat 37.
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan
Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang berbuat baik.”
2. Ungkapan Syukur Atas Nikmat Allah
Qurban merupakan salah satu ungkapan syukur atas nikmat yang
telah diberikan Allah. Walaupun kita sering merasa kekurangan tetapi sebenarnya
telah banyak nikmat yang telah Allah berikan. Al-Qur'an mengingatkan bahwa jika
kita mau menghitung nikmat-nikmat Allah, kita tidak akan mampu.
“Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang
banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah (sebagai
ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” (QS Al-Kausar: 1-2).
3. Menyambung Silaturahmi
Qurban juga bisa menjadi sarana menyambung silaturahmi.
Ketentuan pembagian daging qurban lebih longgar daripada pembagian zakat.
Secara garis besar ketentuan pembagian daging qurban dibagi menjadi tiga: 1)
Sepertiga untuk keluarga, 2) Sepertiga untuk kerabat (baik kaya maupun miskin),
3) Sepertiga untuk fakir miskin.
Ketentuan pembagian ini adalah panduan umum, bukan sebuah
keharusan. Memakan daging qurban hukumnya sunah, tetapi jika berniat qurban
untuk daerah terpencil dan tidak bisa memakan daging qurban tetap diperbolehkan.
Panduan lainnya adalah semakin banyak yang disedekahkan kepada fakir miskin
maka semakin baik.
Qurban di YDSF:
Artikel Terkait:
Qurban pada Masa Nabi Muhammad | YDSF
HUKUM BAYAR AQIQAH UNTUK DIRI SENDIRI | YDSF
QURBAN, REFLEKSI PENGORBANAN HAQIQI | YDSF
QURBAN UNTUK ORANG MENINGGAL | YDSF
Perbedaan Zakat, Sedekah, dan Wakaf | YDSF