Pada bulan
Muharram, juga terdapat puasa yang sangat dianjurkan. Yaitu puasa pada 10
Muharram atau yang dikenal dengan sebutan puasa Asyura. Namun, ternyata dalam
Islam, puasa di bulan Muharram bukan hanya itu saja. Ada puasa di hari lain
yang disunnahkan oleh Rasulullah saw. agar kita menyelisihi kaum Yahudi.
Mengenal Puasa Muharram
Terdapat dua
puasa di bulan Muharram, yaitu puasa Asyura dan puasa Tasu’a. Puasa Asyura
dilakukan pada 10 Muharram. Sedangkan, puasa Tasu’a dilakukan pada 9 Muharram. Rasulullah
saw. .bersabda, “Puasa hari ‘Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar
menghapuskan dosa setahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)
Sayangnya, pada
10 Muharram, kaum Yahudi juga menunaikan puasa selama 25 jam. Hal ini dalam
rangka memperingati Yom Kippur. Oleh karenanya, juga disunnahkan menunaikan
puasa di tanggal 9 Muharramnya.
Sebagaimana
hadits Rasulullah saw. berikut: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum,
maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Daud)
Diriwayatkan dari
Ibnu Abbas r.a., beliau berkata, “Ketika Rasulullah saw. berpuasa pada hari
‘Asyura dan memerintahkan para shahabat untuk berpuasa pada hari itu, mereka
berkomentar, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari ‘Asyura adalah hari yang
diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani.’ Rasulullah saw. pun menjawab, ‘Kalau
begitu, pada tahun depan insya Allah kita berpuasa pada hari kesembilan’. Dan
belum tiba tahun yang akan datang, namun Nabi saw. sudah wafat.” (HR.
Muslim)
Baca juga:
Hukum Shalat dan Puasa Bagi Orang Koma | YDSF
Sering Dilupakan, Ini Dia Keutamaan dan Cara Puasa Ayyamul Bidh | YDSF
Bila seorang
muslim memiliki udzur syari tidak bisa menunaikan ibadah puasa pada 9 Muharram,
tetapi dapat berpuasa pada 10 dan 11 Muharram, hal ini pun diperkenankan ulama
untuk dilakukan. Karena, pada dasarnya niat membedakan satu hari berpuasa pada 10
Muharram adalah agar tidak serupa dengan ritual ibadah kaum lain.
Meskipun, hadits
yang menganjurkan berpuasa pada 11 Muharram ini dhaif, namun para ulama sepakat
bahwa tidak mengapa selama memang tidak bisa berpuasan di 9 Muharram karena
benar-benar udzur syari.
Niat Puasa Muharram
Imam Nawawi
mengatakan dalam salah satu kitabnya, ““Tidaklah sah puasa seseorang kecuali
dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan.
Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Rowdhotuth Tholibin,
1: 268).
Sehingga, sama
seperti amalan kebaikan lain dalam Islam, sebelum berpuasa Asyura dan Tasu’a
juga wajib diawali dengan niat. Namun, untuk mempermudah menggerakkan diri
dalam menunaikan ibadah, terdapat beberapa ulama yang berpendapat tidak mengapa
membantu niat ibadah dengan melafadzkannya (mengucapkannya).
Baca juga: Zakat
Profesi atau Penghasilan | YDSF
Lalu, bagaimana
bacaan niat untuk puasa Muharram? Banyak redaksi yang beredar sebagai berikut, “nawaitu
sauma tasu'a sunnatal lillahita'ala” dan “nawaitu shauma ghadin 'an
ada'i sunnati 'Asyura lillahi ta'ala”. Kedua lafadz tersebut memang tidak
terdapat haditsnya, tetapi bila diartikan sebenarnya sudah mewakili bentuk niat
dari puasa Muharram (Tasu’a dan Asyura) itu sendiri.
Lafadz-lafadz
tersebut sama halnya seperti lafadz pada niat puasa ayyamul bidh, yang mana
tidak ada contohnya tetapi kita bisa tetap mengucapkannya. Menurut beberapa
ulama, hal ini tidak mengapa, toh pada
dasarnya niat tersebut berarti “saya niat melakukan puasa ... (Asyura,
contohnya)”.
Pada intinya, niat
berpuasa memang harus kita kuatkan dalam hati dan benar-benar melakukannya hanya
karena Allah Swt. Selebihnya, dalam pengucapan niatnya (lafadznya) diperbolehkan
guna menambah tekad dan semangat dalam beribadah puasa ‘Asyura dan Tasu’a ini.
Sedekah Mudah di YDSF:
Artikel Terkait:
MENUMBUHKAN KEBIASAAN BERBAGI MENJADI SEBUAH KEBUTUHAN HIDUP | YDSF
Hukum Puasa Weton dalam Islam | YDSF
MENDAHULUKAN JAMAK-QASHAR DALAM SHALAT FARDHU | YDSF
ZAKAT PADA BARANG INVESTASI | YDSF
KEUTAMAAN PUASA SENIN KAMIS | YDSF
Kriteria Yatim yang Berhak Menerima Santunan | YDSF