Menghargai Waktu, Resep Kejayaan Peradaban | YDSF

Menghargai Waktu, Resep Kejayaan Peradaban | YDSF

21 Mei 2021

Pada abad ke-13 tanda-tanda berakhirnya perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam mulai pemutarbalikan kondisi dari agamis muncul. Sedikit demi sedikit berbagai belahan dunia Islam. menjadi sekular terus merembes dalam ketidakpuasan kaum liberalis terhadap memunculkan berbagai macam pemerintahan Islam membesar sehingga pemberontakan, baik secara ideologi maupun fisik. Dan tekanan-tekanan itu menguat.

Rusaknya persatuan di kalangan umat Islam karena terkooptasi oleh kepentingan politik, seakan mempercepat keruntuhan Islam. Selain itu, semakin bergesernya nilai-nilai Islami dari kalangan umat sendiri juga menggerogoti wibawa Islam. Dan repotnya, musuh semakin terkoordinir, terintegral serta punya monopoli kuat dalam bidang apapun.

Ketika bangsa Mongolia mulai menjajah Islam pada tahun 1218-1268 M (Rifki Fauzi: 2009) dan disusul meletusnya perang Salib di Konstantinopel Bizantium pada 1204, membuktikan bahwa kekhalifahan Islam tidak dianggap lagi sebagai kekuatan yang superior dan disegani.

Pembajakan Intelektual

Bangsa Perancis bahkan mulai berani menjajah Timur Tengah pada 19 Mei Bonaparte dengan pasukannya yang 1798 yang dipimpin oleh Napoleon berjumlah 38 ribu prajurit dan 400 kapal. Pasukan terlatih ini berhasil menduduki dan merebut Alexandria (Mesir) dari pasukan Islam.

Dari situ, Napoleon membangun kerajaan di Mesir. Sama seperti yang diakukan oleh para penjajah lainnya, Perancis juga melakukan hal sama terhadap bangsa jajahannya untuk mengadakan politik 'sapu bersih' terhadap segala macam aset-aset bangsa yang dia kuasai. Termasuk menyeret kaum intelektual serta membangun sebuah perpustakaan yang penuh dengan literatur Eropa modern, dan sebuah mesin cetak berhuruf Arab (Karen Amstrong: 2002). Selain itu, bangsa Barat juga sangat antusias menerjemahkan buku-buku ilmuwan Islam seperti karya Ar Razi, Jabir, Ibnu Sina, dan lain-lain.

Dalam perkembangan selanjutnya, kekuatan politik, ekonomi, pendidikan serta budaya berbalik 180 derajat menjadi milik bangsa Barat. Tidak hanya itu, spirit belajar serta etos kerja tinggi, semakin tidak nampak lagi di dunia Islam. Semua diambil alih oleh kalangan liberalis, komunis, atau bahkan sekularis. Sehingga tidak heran, adanya spirit to learn mengantarkan bangsa-bangsa Barat mencapai kemauan luar biasa dalam segala bidang, terutama dalam bidang pendidikan.

Baca juga: Allah Lebih Melihat Keikhlasan | YDSF

Menurut data terkini, di Amerika Serikat terdapat 6.500 doktor dari satu juta orang, Prancis 4.700 doktor, Jerman 5.000 doktor, Jepang 4.800 doktor, Israel 15.000 doktor. Di Indonesia? Hanya 65 doktor dalam 1 juta orang (Dr Petrus Octavianus: 2008).

Rata-rata kaum modernis sekularis mengapresiasi sangat positif adanya sebuah slogan yang berbunyi Time is money, the life once, keep trying. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari, mereka terapkan slogan itu dengan sepenuh hati. Begitu seriusnya mereka, sehingga waktu benar-benar dimanfaatkan dengan sangat maksimal. Tentu saja, karena penghargaan terhadap waktu sangat luar biasa, akhirnya membentuk diri pribadi menjadi profesional. Profesional dalam bekerja, mencari ilmu, membuat senjata, menjual senjata bahkan sampai menjajah bangsa lain dalam bentuk yang halus, juga sangat profesional.

Kebanyakan umat Islam sangat kurang mengapresiasi waktu. Padahal Allah Swt. memberikan 'pelatihan' kepada umat Islam untuk menghargai waktu sampai 5 kali sehari. Dan itu pelatihan seumur hidup. Bangsa Arab punya slogan yang lebih jitu soal waktu. Al Waqtuss Syaif 'waktu itu laksana pedang. Siapa yang tidak pandai menggunakan waktu, 'pedang' waktu akan menebas dirinya sendiri.

Ironi Umat Pemilik Al-Qur’an

Islam diberi karunia berupa surat Al-Ashr. Ironisnya, justru orang Jepang, Amerika, Belanda (atau bangsa yang dalam keseharian sangat kurang bersentuhan dengan ayat-ayat Al-Qur’an) yang mempraktikkannya. Malahan, di Jepang sudah tertradisi untuk membaca (mencari ilmu) dimanapun mereka berada. Maka dalam kereta api saat berangkat sekolah, dalam bus kota saat berangkat kerja, menjadi pemandangan yang lumrah jika sebagian besar penumpang tersebut asyik membaca.

Allah memberikan peringatan lain di surat Ali Imran 190 yang artinya, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih berganti malam dan siang adalah tanda-tanda bagi orang yang mau berpikir." Menurut ayat tersebut, sangat jelas bahwa umat Islam diperintahkan untuk berpikir. Artinya selalu berpikir positif agar bisa mempergunakan waktu dengan bijak. Dengan poin akhir, dapat beribadah, mencari ilmu, bekerja, dan hal positif lainnya dengan segala keprofesionalannya.

Alangkah indahnya jika umat Islam dapat kembali muncul ke permukaan. Seperti indahnya kekuatan Islam saat dipimpin oleh Sultan Shalahuddin Al Ayyubi. Seorang pejuang Islam sejati nan sederhana serta rendah hati, penakluk tentara-tentara Inggris dan Perancis. Penghargaan beliau terhadap waktu dan profesionalitas, mampu menghantarkannya menjadi pemimpin yang disegani.

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi Juli 2010

 

#EkspedisiQurbanYDSF



Qurban di YDSF



Artikel Terkait:
Qurban pada Masa Nabi Muhammad | YDSF
TINGKATKAN SEMANGAT DAN NILAI BERQURBAN | YDSF
Hukum dan Dalil Qurban dalam Islam | YDSF
KISAH HABIL DAN QABIL, QURBAN HINGGA PEMBUNUHAN | YDSF
KEISTIMEWAAN BERQURBAN DI YDSF


Tags: menghargai waktu

Share:


Baca Juga

Sedekah di YDSF lebih mudah, melalui: