Allah Lebih Melihat Keikhlasan | YDSF

Allah Lebih Melihat Keikhlasan | YDSF

12 Maret 2022

Banyak orang yang mampu memberi, namun tak semua mampu memiliki keikhlasan. Karena rasa ikhlas itu datangnya dari hati, dan Allah pasti melihat siapapun yang memiliki rasa ikhlas.

Uwais al Qarni, seorang tabi’in terbaik yang sangat rindu ingin bertemu Rasulullah saw. Ketika turun perintah Haji pada tahun 10 Hijriah, kerinduan Uwais tidak terbendung lagi, ia sangat ingin menunaikan ibadah Haji bersama Rasulullah saw. Namun Uwais yang hidup bersama ibunya yang telah tua dan sakit-sakitan, bimbang untuk membawa ibunya serta menunaikan ibadah Haji sekaligus bertemu dengan Rasulullah saw., karena jauhnya perjalanan dari Yaman ke Mekkah.

Dengan berat hati Uwais al Qarni berkata lirih pada ibunya, “Ibuku yang sangat kucintai. Ibu tentu tahu betapa rinduku untuk bertemu Rasulullah saw. Ibu pun tahu telah turunnya kewajiban berhaji. Aku sangat ingin membawa Ibu bersamaku menunaikan ibadah Haji dan bertemu Rasulullah saw., namun aku kawatir akan kesehatan Ibu.”

Ibunya tersenyum, dan berkata, “Pergilah anakku dan sampaikan salamku pada Rasulullah saw. Badanku yang telah renta dan sakit-sakitan ini tidak mampu menempuh perjalanan jauh itu. Doakan ibu, anakku. Agar Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Allah yang Maha Penjaga dan Maha Pemelihara. Mengirimkan seseorang untuk menggantikanmu menjaga ibu, merawat ibu, selama engkau pergi”.

Uwais terdiam kehilangan kata-kata. Tak terasa air matanya mengalir. Uwais dalam kebimbangan besar. Kerinduannya kepada Rasullah saw. begitu besar. Ketaatannya kepada Allah untuk menunaikan ibadah Haji begitu besar, namun kecintaannya pada ibunya juga merupakan perintah Allah. “Ya Allah, manakah yang harus aku dahulukan perintahMu”, begitu doanya kepada Allah. Uwais meminta sahabatnya menyampaikan kebimbangannya pada Rasulullah saw.

Mendengar kisah Uwais al Qarni, Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh Uwais al Qarni adalah yang terbaik dari golongan tabi’in. Hajinya Uwais al Qarni adalah menjaga dan berbakti pada ibunya”. Bukan hajinya yang dilihat Allah, namun keikhlasan seseorang dalam memberikan yang terbaik yang dimilikinyalah yang dinilai oleh Allah.

Baca juga: Kisah Keluarga Teladan dalam Al Quran | YDSF

Uwais al Qarni memang tidak ditakdirkan menunaikan ibadah haji bersama Rasulullah saw., karena Haji tahun itu adalah haji pertama dan terakhir bagi Rasulullah saw. Senin subuh itu, tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriah. Dengan dipapah oleh dua orang sepupunya, Ali bin Abi Thalib dan Fadal bin Abbas, Rasulullah saw. pergi ke Masjid dalam keadaan sakit. Abu Bakar yang mengimami shalat Subuh.

Ketika ia merasa dan mendengar datangnya Rasulullah saw. di belakangnya, ia pun mundur untuk memberikan tempat imam kepada beliau dan menggantikannya menjadi imam shalat. Kemudian Rasul saw memberikan isyarat supaya ia tetap di tempatnya dan terus mengimami shalat. Rasul sendiri duduk di sebelah kanannya dan beliau shalat dengan duduk.

Setelah selesai mengerjakan shalat Subuh, maka Rasulullah saw. dengan air mata yang berlinang, menghadap kepada jamaah kaum Muslimin, dan sejenak beliau memperhatikan mereka. Beliau berpesan dan berwasiat. Pesan dan wasiat beliau ini adalah merupakan pesan dan wasiat terakhir beliau. Dengan suara yang sangat keras sehingga kedengaran dari luar masjid, beliau bersabda:

 

Hai segenap manusia! Api neraka sudah dinyalakan, fitnah-fitnah telah muncul seperti munculnya malam yang gelap gulita. Demi Allah! Sesungguhnya kamu tidak berpedoman dari diriku tentang sesuatu (kecuali berdasarkan Al Quran). Sesungguhnya aku tidak pernah menghalalkan sesuatu, melainkan apa yang telah dihalalkan oleh Al Quran dan aku tidak pula mengharamkan sesuatu, melainkan apa yang telah diharamkan oleh Al Quran.”

Baca juga: Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur | YDSF

Inilah wasiat terakhir Rasulullah saw. yang disampaikan di masjid pagi itu. Sepulang dari masjid, Rasulullah saw. merasa lemah dan lemas. Di pangkuan Aisyah r.a., Rasulullah saw. wafat sewaktu matahari sedang mengarah naik ke cakrawala dengan sinarnya yang terang benderang, Senin, 12 Rabiul Awal tahun 11 H, bertepatan dengan 8 Juni 632 M.

Abu Bakar r.a. mengingatkan kaum muslimin untuk tetap ikhlas akan segala ketetapan Allah, ikhlas dengan wafatnya Rasulullah saw. dan berkata:

Wahai segenap manusia! Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati, dan barang siapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah hidup, tidak akan mati selama-lamanya.”

Ya Allah kami miskin harta maka kayakan kami. Kami miskin iman maka kuatkan iman kami. Kami banyak salah maka maafkan kami. Kami banyak dosa maka ampuni kami. Kami banyak menzalimi diri kami sendiri maka sayangilah kami. Jangan Engkau tolak puasa kami, jangan Engkau tolak zakat kami, jangan Engkau tolak sholat kami, jangan Engkau tolak amalan kami. Terimalah sholat kami, rukuk kami, sujud kami, puasa kami, zakat kami dan haji kami. Terimalah seberapa kecilpun amalan kami ya Allah dan lipat gandakan nilainya di sisi-Mu.”

 

Sumber: Majalah Al Falah Edisi 315 Bulan Juni 2014

Featured Image by unsplash


Sedekah dari rumah:

 

Artikel Terkait:
Kehidupan Ali bin Abi Thalib bersama Rasulullah | YDSF
BELAJAR DERMAWAN DARI KISAH IMAM SYAFI’I | YDSF
KH HASYIM ASY’ARI, DERMAWAN PADA PARA SANTRI | YDSF
Belajar Sabar dari Kisah Nabi Ayyub as. | YDSF
Mengeraskan Bacaan Al-Qur’an Atau Mengaji Saat Orang Lain Shalat | YDSF
Melangitkan Doa untuk Menjemput Harapan | YDSF

Tags: Ikhlas, Keikhlasan, Allah Melihat Ikhlas

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: