Investasi menjadi hal penting yang perlu dipikirkan sejak dini. Sejak awal mulai memiliki penghasilan sendiri. Hendaknya, penghasilan yang didapatkan bukan hanya sekadar digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kewajiban saja. Namun, juga harus disisihkan untuk bisa memiliki tabungan masa depan dengan investasi yang menjanjikan. Menabung emas menjadi salah satu alternatifnya.
Investasi Emas di Zaman Rasulullah
Emas, merupakan harta investasi yang sangat diminati bahkan sejak zaman Rasulullah saw. Pada saat itu, Rasulullah saw. mengubah cara perekonomian penduduk Arab yang semula menggunakan barter beralih dengan dinar dan dirham.
Rasulullah saw. bersabda,
“Akan tiba suatu zaman di mana tiada apa yang bernilai dan boleh digunakan oleh umat manusia melainkan dinar dan dirham.” (hadist dari Musnad Imam Ahmad Bin Hanbal).
Tujuh dinar pada masa Rasulullah saw. setara denagan 10 dirham. Sedangkan pembobotannya menggunakan satuan mistqol (yang berarti unit/berat) dengan acuan biji gandum. Dinar dan dirham inilah yang kemudian berkembang menjadi mata uang Islam. Sayangnya, dalam perkembangannya, puluhan tahun setelah Rasulullah saw. wafat, standar dinar dan dirham sebagai mata uang Islam tidak lagi menggunakan takaran mitsqol.
Berawal dari sinilah, emas (dan perak) menjadi harta yang penting dan menjanjikan. Karena tidak mudah anjlok nilainya karena adanya inflasi. Sehingga, banyak kaum muslimin yang memiliki mata uang emas saat itu. Baik ada yang disimpan sebagai tabungan, maupun yang dipergunakan untuk kebutuhan hidup.
Hukum Menabung Emas di Pegadaian
Lalu, bagaimana dengan kondisi era saat ini? Emas yang digunakan untuk investasi adalah emas murni. Yang nilai standar karatnya telah sesuai. Sehingga bila dikonversikan ke dalam nilai mata uang, harganya akan tetap stabil. Meski terkadang bisa saja mengalamu penurunan, namun masih bisa melambung tinggi kembali. Karena nilai yang menjanjikan inilah, membuat banyak masyarakat yang kemudian rela membeli emas dan menyimpan atau menabungnya melalui lembaga tertentu.
Baca juga: Bayar Zakat Emas Setiap Tahun, Perlukah? | YDSF
Rasulullah saw. bersabda,
“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum (al-burru bil burri), jewawut dengan jewawut (al-sya’ir bi asy-sya’ir), kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama takarannya (mitslan bi mitslin sawa’an bi sawa’in) dan harus dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin) dan jika berbeda jenis-jenisnya, maka juallah sesukamu asalkan dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin).” (HR. Muslim).
Salah satu lembaga yang memberikan fasilitas untuk bisa menabung emas adalah Pegadaian. Nah, kira-kira bagaimana ya hukumnnya bila ingin menabung emas di pegadaian agar kelak mendapatkan uang lebih?
Ustadz Zainuddin, Dewan Syariah YDSF, menjelaskan bahwa hendaknya tidak mengapa menabung emas. Bukan untuk tujuan nilai jualnya lebih tinggi. Karena harga emas fluktuatif, bisa tinggi bahkan bisa rendah. Namun risikonya tidak terlalu berlebihan. Kurs dinar yang berstandar emas dinilai sangat aman. Sebagai contoh sederhana, satu dinar di zaman Rasulullah saw. dapat membeli seekor hewan qurban yang layak. Dewasa inipun demikian. Berbeda dengan mata uang rupiah. Seribu rupiah di zaman baheula bisa dibelikan seekor ayam. Tapi sekarang hanya dapat kerupuk. Maka sangat tepat jika diinvestasikan dalam bentuk emas.
Jadi, sebenarnya tidak mengapa, menabung emas meski di Pegadaian. Tapi tentunya dengan syara-syarat yang ditentukan dalam syariat serta (bila di Indonesia) mengikuti fatwa yang telah ditetapkan oleh MUI. Karena pada dasarnya, menabung emas dalam pandangan MUI hukumnya mubah, dan lebih cenderung dianjurkan.
Zakat Emas dalam Tabungan
Nah, karena kebiasaan menabung emas sebagai bentuk investasi sejak zaman Rasulullah saw kemudian muncul adanya ketetapan zakat untuk emas dan perak. Atau yang juga dikenal dengan sebutan zakat atsman. Dengan ketentuan nishab 20 dinar untuk zakat emas (setara dengan 85 gram) dan 200 dirham untuk zakat perak (setara dengan 595 gram).
Rasulullah saw. bersabda,
“Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.” (HR. Muslim).
Disadur oleh: Ayu SM
Sumber: Majalah Al Falah Edisi Juli 2020
Baca juga:
KEKERINGAN ZAMAN NABI YUSUF, KEMARAU HINGGA 7 TAHUN | YDSF
Konsultasi Zakat dari Tabungan Gaji di Bank | YDSF
ZAKAT PENGHASILAN SUAMI-ISTRI BEKERJA | YDSF
Itaewon, Masjid Pertama di Korea Selatan | YDSF
HUKUM BAYAR ZAKAT ONLINE DALAM ISLAM