Di tengah dinamika kehidupan modern yang
semakin kompleks dan penuh tantangan, ajaran Islam tentang agar kita mampu
melembutkan hati saling menyayangi dan toleransi semakin relevan untuk
dijadikan pedoman. Sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, Islam sangat
menekankan pentingnya menjaga hubungan yang harmonis di antara sesama, tak
hanya antar sesama Muslim tetapi juga antar umat manusia secara keseluruhan.
Fondasi yang kokoh dalam membangun hubungan yang baik adalah dengan melembutkan
hati dan menebarkan kasih sayang.
Allah Swt. memerintahkan hamba-Nya untuk
memelihara ukhuwah atau persaudaraan, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat
rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Ayat ini menjadi dasar dari pentingnya menjaga
persatuan dan saling mendamaikan di antara umat. Dalam situasi konflik atau
perbedaan pandangan, Islam mengajarkan untuk mencari jalan tengah, bukan memicu
permusuhan atau memperburuk keadaan.
Makna Persaudaraan dalam Islam
Persaudaraan dalam Islam, yang dikenal sebagai
ukhuwah, dibangun atas dasar iman dan kasih sayang yang tulus. Ukhuwah ini
tidak semata-mata hubungan sosial atau ikatan emosional antara individu, tetapi
juga wujud konkret dari keimanan yang mendalam kepada Allah Swt. Sebagaimana
sabda Rasulullah saw. “Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena
Allah, memberi karena Allah, dan menahan (tidak memberi) karena Allah, maka
sungguh, telah sempurna imannya.” (HR. Abu Dawud).
Cinta yang didasarkan pada Allah mencerminkan
kesempurnaan iman seseorang. Ketika seseorang mencintai, membenci, memberi,
atau menahan sesuatu semata-mata karena Allah, ia telah mencapai bentuk
keimanan yang sejati. Cinta yang berlandaskan iman ini menghasilkan hubungan
yang harmonis, kuat, dan penuh berkah. Selain itu, kasih sayang semacam ini
berperan sebagai perisai yang melindungi dari perpecahan dan kebencian.
Persaudaraan yang terjalin atas dasar iman akan menciptakan suasana yang saling
mendukung, memperkuat solidaritas, dan memberi manfaat bagi kemaslahatan
bersama. Ukhuwah yang tulus dan kokoh inilah yang menjaga umat agar tetap
bersatu dalam keberagaman dan saling menguatkan satu sama lain.
Menghindari Prasangka dan Mencari Kesalahan
Salah satu ancaman terbesar terhadap ukhuwah
adalah sikap berprasangka buruk dan kebiasaan mencari-cari kesalahan orang
lain. Prasangka negatif adalah pintu yang dapat merusak hubungan dan menanamkan
ketidakpercayaan di antara sesama. Allah Swt. dengan tegas mengingatkan kita
untuk menjauhi sikap ini dalam QS. Al-Hujurat: 12, di mana Allah memperingatkan
bahwa sebagian besar prasangka adalah dosa, dan menggunjing atau mencari
kesalahan orang lain hanya akan memperburuk situasi.
Baca juga: Tips Awal Memilih Pasangan untuk Menumbuhkan Generasi Saleh | YDSF
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah
banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang
menggunjing sebagian yang lain.” (QS. Al-Hujurat: 12).
Prasangka buruk sering kali muncul tanpa
alasan yang jelas, tetapi efeknya bisa sangat berbahaya. Sikap ini tidak hanya
menghancurkan kepercayaan, tetapi juga menciptakan jarak emosional yang sulit
diperbaiki. Ketika seseorang fokus pada kelemahan atau kesalahan orang lain, ia
akan kehilangan pandangan terhadap kebaikan yang ada pada diri orang tersebut.
Akibatnya, hubungan yang seharusnya bisa harmonis menjadi penuh dengan
kecurigaan dan konflik.
Islam mengajarkan kita untuk senantiasa
melihat kebaikan dalam diri orang lain dan menjauhkan diri dari sikap
mencari-cari kesalahan. Dengan menjaga hati tetap bersih dari prasangka
negatif, kita bisa membangun hubungan yang lebih sehat dan kondusif. Sikap
positif ini bukan hanya memperkuat ukhuwah, tetapi juga menciptakan iklim
sosial yang lebih damai dan saling mendukung di dalam masyarakat.
Toleransi sebagai Pilar Kehidupan Harmonis
Di tengah keragaman sosial, budaya, dan agama
yang ada di dunia saat ini, toleransi menjadi salah satu pilar penting dalam
menjaga kedamaian. Syeikh Ziyaad Patel, seorang cendekiawan Muslim, menegaskan
bahwa toleransi sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat, terutama di tengah
komunitas yang beragam. Ia mengatakan bahwa umat Islam harus selalu kembali
kepada prinsip dasar atau back to basics yang diajarkan dalam agama,
yaitu saling memahami, menyayangi, dan mengedepankan toleransi. “Toleransi
adalah elemen yang krusial dalam kehidupan bermasyarakat, terutama di era
modern ini, di mana perbedaan sering kali menjadi pemicu konflik,” tegasnya.
Dalam Islam, toleransi bukan berarti
mengesampingkan prinsip, tetapi justru merupakan cara untuk menghormati
perbedaan dan menjaga perdamaian di tengah keberagaman. Sebagaimana Rasulullah Saw.
telah memberikan teladan yang nyata tentang bagaimana berinteraksi dengan
orang-orang dari latar belakang berbeda, baik itu dalam konteks agama, suku,
maupun budaya.
Memperkuat Ukhuwah dalam Keluarga dan Masyarakat
Keluarga adalah tempat pertama di mana
nilai-nilai ukhuwah seperti kasih sayang, persaudaraan, dan toleransi dibentuk
dan diwariskan. Keharmonisan yang tercipta dalam rumah tangga merupakan fondasi
bagi terbentuknya masyarakat yang damai dan saling mendukung. Allah Swt.
berfirman dalam QS. An-Nahl: 90,
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia
melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl: 90).
Baca juga: Zakat Penghasilan Suami-Isteri Bekerja | YDSF
Firman ini menegaskan betapa pentingnya
keluarga sebagai tempat pembelajaran utama dalam mengamalkan keadilan dan
kebaikan. Ketika hubungan antara suami dan istri, serta orang tua dan anak
terjalin dengan penuh cinta dan pengertian, keharmonisan tersebut akan meluas
secara alami ke dalam lingkungan yang lebih besar. Kasih sayang dan kerjasama
di dalam keluarga menjadi pondasi yang kokoh bagi terbentuknya masyarakat yang
saling mendukung dan menghargai.
Namun, dalam kehidupan sehari-hari, tidak bisa
dihindari bahwa setiap individu akan melakukan kesalahan. Di sinilah ajaran
Islam menekankan pentingnya menutupi kesalahan saudara dan memaafkannya dengan
tulus. Rasulullah Saw. bersabda,
“Barangsiapa menutupi aib (kesalahan)
seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat.” (HR. Muslim).
Islam sangat menghargai sikap memaafkan dan
tidak mempermalukan orang lain karena kekurangan mereka. Dengan menutupi aib
saudara kita dan memberikan maaf, kita tidak hanya memperbaiki hubungan
personal, tetapi juga memperkuat ikatan sosial yang penuh kedamaian. Sikap ini
membantu menjaga persaudaraan agar tetap kuat dan terhindar dari perpecahan.
Membangun ukhuwah di dalam keluarga dan masyarakat menuntut tidak hanya kasih
sayang, tetapi juga keikhlasan untuk memaafkan dan tidak fokus pada kekurangan
orang lain. Dengan saling menutupi kesalahan dan memelihara keharmonisan, kita
dapat menciptakan lingkungan yang sehat, damai, dan diberkahi, baik di dalam
lingkup keluarga maupun dalam masyarakat secara lebih luas. Ukhuwah yang dijaga
dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan akan menjadi pilar penting dalam
menciptakan kebersamaan yang kuat dan bermanfaat bagi semua pihak.
Semoga kita semua bisa menjaga ukhuwah tali
persaudaraan kepada sesama. Aamiin.
Sumber Majalah Al Falah Edisi Mei 2024
Wakaf di YDSF
Artikel Terkait
Siapa Saja Penerima Qurban? | YDSF
DAKWAH YDSF DI BALI
MENUNAIKAN QURBAN DENGAN UANG | YDSF
Wakil Bupati Halmahera Selatan Hadiri Khitanan Massal YDSF
Tips Menyimpan Daging Qurban | YDSF
YDSF Kelola Potensi Wakaf demi Umat