Setiap jelang penunaian ibadah qurban, sering kali kita
mendapati ada himbauan atau ajakan yang berisi tentang larangan memotong kuku
dan rambut sejak 1 Dzulhijjah bagi yang menunaikan qurban (mudhahi). Namun,
apakah kita sudah menelaah maksud dan tujuan dari adanya larangan tersebut?
Atau, memang benar larangan memotong kuku dan rambut saat qurban itu ditujukan
kepada orang yang berqurban saja?
Hadits yang digunakan dalam kasus ini adalah sebagai berikut: Dinarasikan Ummu Salamah r.a., rasulullah saw. bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ
فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ
أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
"Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzulhijjah
(masuknya tanggal satu bulan Dzulhijjah dan seorang di antara kalian hendak
menyembelih ternak qurban) maka janganlah ia mengambil (mencukur) rambut dan
memotong kukunya sedikitpun, sehingga ia telah menyembelihnya)."
Hadits ini dirawayatkan oleh Muslim, Hakim, Ibnu Hibba, Abu
Awanah, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Mahal, Ahmad, Darimi, Sunan Baihaqi, dsb.
Pemahaman Redaksional
Permasalahannya adalah memahami dhamir (kata ganti) "hu" dalam redaksi "sya'rihi wa adzfarihi" dapat
dimaknai "rambut dan kukunya" atau "bulu dan kukunya".
Sehingga apakah yang dimaksud itu untuk orang yang berqurban atau hewan yang
diqurbankan.
Bila memaknainya dengan orang yang berqurban yang harus
melakukannya, maka redaksi hadits semestinya menjadi "fala yakhliq au yuqasshir ...", karena berarti "maka
janganlah ia mengambil ...", barulah sesuai. Namun, pada faktanya,
haditsnya tidak berbunyi demikian.
Untuk dapat memahami teks hadits seperti ini masuk dalam
kategori ijtihadiyah. Karena masuk ranan perselisihan hasil ijtihad, maka
semestinya dicari berbagai qarinah yang dapat mempertajam hasil ijtihad
tersebut.
Baca juga: Keutamaan Membaca Ayat Kursi Dan Anjuran Sedekah | YDSF
Pandangan Para Ulama
Pada permasalahan larangan memotong kuku dan rambut sebelum
qurban ini, terdapat dua pandangan dari para ulama.
Pendapat 1: Orang yang Qurban (Mudhahi)
Golongan yang berpendapat bahwa yang dilarang untuk memotong
kuku dan rambut adalah orang yang berqurban, meyakini bahwa kelak kuku dan rambut
itulah yang juga akan menjadi salah satu saksi penunaian qurban.
Jika yang dimaksud adalah demikian, maka muncul pertanyaan,
apa relevansi antara potong kuku dan cukur rambut dengan orang yang hendak
berqurban? Bukankah sunnah fitrah potong kuku dan rambut adalah setiap Jumat?
Belum lagi, juga terdapat tuntunan Nabi saw. bahwa orang
yang sedang junub juga diperbolehkan memotong kuku dan rambutnya sebelum ia
bersuci, sehingga hal yang telah dipotong itu telah lepas dari badannya,
padahal ia dalam kondisi masih kotor.
Pendapat 2: Hewan yang Diqurbankan
Secara ilmu kehewanan, memang baik melakukan pembersihan
untuk kuku dan bulu hewan. Namun, ketika hendak disembelih maka tidak
dianjurkan untuk melakukannya karena dapat membuat hewan menjadi stres.
Sedangkan, menjaga kondisi hewan untuk tetap prima sudah
menjadi kewajiban bagi setiap orang yang ingin menunaikan qurban. Belum lagi,
akan ada celah-celah bisnis bagi yang mencari keuntungan lebih dari kondisi
ini. Jual beli wool, kuku hewan (untuk dijadikan mata pisau), dsb. Dalam hal
ini, mohon untuk dipahami jika seseorang berada di tempat kelahiran syariatnya,
yang mana memang bila di Indonesia justru bulu itu banyak yang dibakar ata
dimanfaatkan yang lain.
Oleh karenanya, kami
lebih condong setuju dengan pendapat yang kedua ini.
Stressing nasehat Nabi jelas ditujukan kepada binatang yang hendak disembelih sebagai qurban udhiyah, bukan pelaku qurbannya. Sehingga kondisi binatang itu sangat prima saat disembelih. Wallahu a'lam.
Sumber: Ustadz Zainuddin, Lc., M.A. (Dewan Syariah YDSF)
Featured Image by Pixabay.
Qurban di YDSF:
Artikel Terkait:
Qurban pada Masa Nabi Muhammad | YDSF
HUKUM BAYAR AQIQAH UNTUK DIRI SENDIRI | YDSF
QURBAN, REFLEKSI PENGORBANAN HAQIQI | YDSF
QURBAN UNTUK ORANG MENINGGAL | YDSF
Perbedaan Zakat, Sedekah, dan Wakaf | YDSF