Sudahkah kita ketahui bahwa dari para perumus
Pancasila beberapa di antara beliau terkenal dengan teladan hidup sederhana?
Setiap tahunnya pada 1 Juni Indonesia
memperingati Hari Lahir Pancasila, sebuah momen yang tidak hanya bersejarah
tetapi juga mengandung makna filosofis yang mendalam bagi bangsa. Pancasila,
sebagai dasar negara, lahir dari perdebatan panjang dan pemikiran kritis para
tokoh yang tidak hanya berjuang untuk kemerdekaan Indonesia tetapi juga
meletakkan fondasi bagi masa depan bangsa. Bukan hanya mengenang rumusan
Pancasila yang monumental, tetapi juga menghormati nilai-nilai luhur yang
tercermin dalam teladan kehidupan pribadi para perumus Pancasila. Terutama
dalam kesederhanaan di setiap hari mereka.
Di balik keagungan gagasan Pancasila yang kini
menjadi ideologi bangsa, ada sisi kehidupan para perumusnya yang kerap
terabaikan. Dari sembilan para perumus Pancasila atau yang sering kita kenal
dengan sebutan panitia sembilan, terdapat yang sangat sederhana menjalani
hidupnya. Meski ada sebagian besar dari
mereka pernah menjadi penjabat, namun mereka tidak hidup dengan berbagai
fasilitas dan kemewahan. Sebaliknya, mereka menjalani kehidupan yang sangat
bersahaja, yang kerap kali diwarnai dengan keterbatasan finansial.
Kisah-kisah pribadi mereka, seperti Bung Hatta
yang mengorbankan kebutuhan rumah tangganya demi menjaga prinsip negara, atau
KH Wahid Hasyim yang bersahur hanya dengan sebutir telur dan segelas teh,
adalah pengingat bahwa kemuliaan sejati terletak pada tindakan dan dedikasi,
bukan pada harta dan jabatan.
3 Perumus Pancasila Hidup Sederhana
1. Mohammad Hatta: Pejuang Integritas dan Keteladanan Hidup
Salah satu Bapak Proklamator sekaligus Wakil
Presiden pertama Indonesia ini sangat terkenal dengan teladan kesederhanaan dan
integritas dalam memimpin. Kisah terkenal tentang istrinya, Rahmi Hatta, yang
harus mengurungkan niat membeli mesin jahit karena keterbatasan keuangan
keluarga, menjadi cerminan kuat dari prinsip hidup Hatta. Ketika ditanya
mengapa tidak memanfaatkan kedudukannya untuk memperbaiki situasi keuangan
keluarga, Hatta menjawab dengan tegas, "Rahasia negara tidak boleh
disamakan dengan kepentingan keluarga." Jawaban ini menegaskan bahwa bagi
Hatta, jabatan adalah amanah besar yang harus dijalankan dengan penuh tanggung
jawab, tanpa mencari keuntungan pribadi.
Dalam keseharian, beliau selalu berupaya agar
tidak menggunakan fasilitas negara untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga.
Bahkan, putra Minang ini rela menjual sebagian koleksi buku kesayangannya demi
mencukupi kebutuhan keluarga. Rumah dinasnya sederhana, jauh dari kesan mewah,
dan ia kerap bepergian dengan sepeda di sekitar tempat tinggalnya. Hatta juga
dikenal rendah hati, tidak memandang orang berdasarkan status sosial, dan
selalu dekat dengan rakyat, mendengarkan aspirasi mereka. Prinsip ini menjadi
fondasi moral yang kuat dalam setiap keputusan yang diambilnya sebagai pemimpin
bangsa.
Baca juga: Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur | YDSF
2. KH Wahid Hasyim: Pemimpin Spiritual yang Hidup Bersahaja
KH Wahid Hasyim adalah sosok yang memadukan
keteguhan spiritual dan kesederhanaan hidup dalam perjuangannya untuk bangsa.
Sebagai Menteri Agama pertama di Indonesia, ia memiliki pengaruh besar dalam
membangun relasi antara agama dan negara. Namun, di balik segala kontribusinya
yang monumental, KH Wahid Hasyim menjalani hidup yang jauh dari kemewahan.
Dalam setiap aspek kehidupannya, ia mencontohkan bahwa pemimpin sejati tidak
hanya bicara tentang nilai-nilai luhur, tetapi juga menjalankannya dalam
kehidupan sehari-hari. Kesederhanaannya tidak hanya mencerminkan gaya hidup,
tetapi juga bentuk spiritualitas yang mendalam, yang selaras dengan ajaran
Islam tentang keadilan dan rasa syukur.
Salah satu kisah yang sering dikenang adalah
saat KH Wahid Hasyim melakukan perjalanan dakwah bersama Saifuddin Zuhri.
Ketika waktu sahur tiba, mereka hanya memiliki sebutir telur dan segelas teh
untuk berbagi. Meskipun demikian, beliau tetap bersyukur, bahkan menyambut
keterbatasan itu dengan semangat. Ia berkata, “Kita belajar lapar, karena
melupakan nasib kelaparan hanya akan membuat kita kehilangan rasa kemanusiaan.”
Pernyataan ini menggambarkan pandangannya yang mendalam bahwa kesederhanaan
bukan sekadar ketahanan hidup, tetapi juga cara untuk mengasah empati terhadap
penderitaan orang lain.
Bagi KH Wahid Hasyim, seorang pemimpin harus
memiliki rasa kepedulian terhadap rakyatnya, dan kesederhanaan adalah cara
untuk terus terhubung dengan realitas kehidupan yang dihadapi masyarakat. Harus
hidup dalam batas kebutuhan, tidak mengutamakan kenyamanan pribadi, dan selalu
memberikan contoh tentang pengendalian diri.
3. Haji Agus Salim: Sang Diplomat dengan Filosofi Hidup Minimalis
Sebagai seorang diplomat ulung dan perumus
Pancasila, ia memainkan peran penting dalam diplomasi internasional untuk
mendapatkan pengakuan atas kedaulatan Indonesia. Namun, di balik keberhasilan
dan reputasinya di arena internasional, kehidupan pribadinya mencerminkan
filosofi minimalisme yang mendalam.
Rumah kecilnya di Yogyakarta menjadi saksi
kesahajaan hidupnya, tempat di mana ia menjalankan tugas kenegaraan dan
membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, meski dalam kondisi ekonomi
yang sangat terbatas. Bahkan, ia sering kali memindahkan perabot rumahnya
sendiri, menunjukkan bahwa ia tidak bergantung pada kemewahan atau kenyamanan.
Filosofi hidup Agus Salim sangat jelas dalam
pernyataannya yang terkenal, "Manusia hanya membutuhkan tempat untuk
berpikir dan tidur; selebihnya hanyalah pelengkap." Pandangan ini
mencerminkan prinsip hidupnya yang menolak materialisme dan menekankan
pentingnya fungsi daripada penampilan.
Dalam kehidupan sehari-harinya, Haji Agus
Salim sering menggunakan pakaian yang sama hingga terlihat lusuh, tetapi hal
ini tidak pernah mengurangi wibawa dan kharisma yang ia miliki. Sebagai seorang
diplomat, ia tetap dihormati oleh banyak pemimpin dunia, bukan karena
penampilannya, tetapi karena kecerdasan, retorika, dan integritasnya yang luar
biasa. Dalam banyak pertemuan internasional, ia berhasil memperjuangkan
kepentingan Indonesia dengan cara yang elegan dan taktis, meskipun ia sendiri
datang tanpa kemegahan yang biasanya melekat pada diplomat.
Zakat di YDSF
Artikel Terkait
Pesan Rasulullah Saw. Untuk Umat Muslim Jelang Akhir Zaman | YDSF
ZAKAT DAN PAJAK | YDSF
Mendahulukan Qadha Puasa, Lalu Puasa Syawal | YDSF
KEJAR BERKAH, RUTIN SEDEKAH | YDSF
Garage Sale, SD Al-Hikmah Tanamkan Rasa Empati dan Jiwa Wirausaha Kepada Siswa
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF