Menunaikan
aqiqah atau qurban dulu? Nah, pertanyaan seperti ini sering kali muncul jelang
penunaian qurban dari sebagian besar Sahabat kita yang belum ditunaikan aqiqah
oleh orang tuanya. Ini menjadi wajar, mengingat seiring tumbuh dewasanya
seseorang, maka kita semakin mengetahui bahwa sebetulnya aqiqah juga penting
terutama bagi para orang tua yang merasa mampu.
Ketika
sudah dewasa dan mampu untuk menunaikan, apakah yang harus didahulukan antara
menunaikan aqiqah atau qurban dulu? Oleh karenanya, penting untuk mencari
penjelasan yang tepat agar kita dapat menunaikan ibadah dengan hati yang tenang
dan penuh keyakinan.
Beda Aqiqah dan Qurban
Sebelum
kita masuk ke inti pembahasan mengenai boleh atau tidaknya menunaikan qurban
meski belum diaqiqahi, penting untuk memahami terlebih dahulu perbedaan antara
aqiqah dan qurban.
Aqiqah
adalah sebuah ibadah sunah yang dilakukan sebagai bentuk syukur atas kelahiran
seorang anak. Ibadah ini memiliki makna sebagai simbol penebusan dan
pengorbanan orang tua untuk anaknya. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap anak
tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh,
digundul rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud). Hadits ini menjelaskan
bahwa setiap anak lahir dalam keadaan tergadai (tertahan dari gangguan setan) sampai
aqiqahnya ditunaikan, yang berarti aqiqah adalah cara untuk
"membebaskan" anak tersebut. Bebas dari gangguan setan yang hendak
menghalanginya untuk meraih kebaikan-kebaikan akhiratnya yang merupakan tempat
kembalinya.
Pelaksanaan
aqiqah biasanya dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Namun, jika
pada hari ketujuh tidak memungkinkan, pelaksanaannya bisa dilakukan pada hari
keempat belas, dua puluh satu, atau kapan saja orang tua mampu. Untuk anak
laki-laki, dianjurkan menyembelih dua ekor kambing sebagai bentuk pengorbanan,
sedangkan untuk anak perempuan cukup satu ekor kambing. Hewan yang digunakan
dalam aqiqah harus sehat dan memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana yang
ditetapkan dalam syariat Islam.
Sementara
itu, qurban adalah ibadah yang dilakukan pada hari raya Iduladha sebagai wujud
syukur atas nikmat dan rezeki yang diberikan Allah Swt. Ibadah qurban
meneladani ketaatan Nabi Ibrahim a.s yang rela mengorbankan putranya, Ismail
a.s, atas perintah Allah, sebelum akhirnya digantikan oleh seekor domba. Ini
menunjukkan kepatuhan dan pengorbanan yang mendalam kepada Allah Swt.
Qurban
dilaksanakan dengan menyembelih hewan ternak seperti kambing, sapi, atau unta
pada tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah, setelah shalat Iduladha. Hewan yang akan
disembelih harus memenuhi kriteria tertentu: sehat, tidak cacat, dan mencapai
usia yang disyaratkan. Misalnya, kambing harus berusia minimal satu tahun, sapi
dua tahun, dan unta lima tahun.
Baca juga: Menunaikan Qurban dengan Uang l YDSF
Mukalaf Aqiqah dan Qurban
Mukalaf
merupakan orang yang wajib untuk menunaikan ibadah. Pada aqiqah dan qurban
terdapat perbedaan mukalafnya.
Dalam
aqiqah, mukalafnya adalah orang tua atau kakek dari anak yang baru lahir.
Kewajiban ini muncul sebagai bentuk tanggung jawab dan syukur atas karunia
Allah berupa kelahiran seorang anak. Orang tua atau kakek bertanggung jawab
menunaikan aqiqah untuk anak tersebut dengan menyembelih hewan, sesuai dengan
ketentuan syariat. Tindakan ini bukan hanya sebagai bentuk syukur, tetapi juga
untuk mendoakan keberkahan dan keselamatan bagi si anak. Dalam praktiknya,
aqiqah menjadi simbol pengorbanan orang tua untuk masa depan anak yang lebih
baik, baik secara spiritual maupun sosial.
Sebaliknya,
qurban merupakan ibadah yang mukalafnya adalah setiap individu yang mampu
secara finansial. Setiap Muslim yang memiliki kecukupan harta diharapkan untuk
menunaikan qurban sebagai wujud syukur kepada Allah Swt.
Berbeda
dengan aqiqah yang tanggung jawabnya berada pada orang tua atau kakek, qurban
adalah tanggung jawab pribadi yang dapat dilaksanakan oleh siapa saja yang
memiliki kemampuan, termasuk diri kita sendiri.
Bolehkah Qurban Meski
Belum Aqiqah?
Ustadz
Zainuddin, Lc., M.A., Dewan Syariah YDSF memaparkan bahwa boleh bagi setiap
Muslim menunaikan qurban meski belum aqiqah. Beliau menambahkan bahwa
sebenarnya para ulama menyarankan agar tidak menunaikan aqiqah untuk diri
sendiri. Oleh karenanya, lebih baik menunaikan qurban daripada memaksakan untuk
mengaqiqahi diri sendiri.
Pendapat
beliau dikuatkan dengan pendapat besar ulama bahwa aqiqah adalah tanggung jawab
orang tua, bukan anak. Jika seseorang belum diaqiqahi, sebaiknya tidak perlu
merasa bersalah atau terbebani untuk melakukannya sendiri di masa dewasa. Bisa
jadi orang tua kita saat itu masih belum mampu atau bahkan tidak mengetahui
bagaimana syariatnya. Yang bisa dilakukan untuk menyikapi belum ditunaikannya
aqiqah kita adalah memohonkan mereka ampunan kepada Allah Swt.
Menunaikan
qurban meski belum diaqiqahi juga tidak mengurangi pahala atau keabsahan ibadah
qurban kita. Islam mengajarkan bahwa niat dan kemampuan adalah faktor utama
dalam setiap ibadah. Oleh karena itu, jika kita mampu menunaikan qurban,
lakukanlah dengan sebaik-baiknya tanpa rasa ragu. Semoga Allah Swt. menerima
setiap amal ibadah kita dan memberkahi hidup kita dengan keberkahan yang
berlimpah. (Sumber: Dewan Syariah YDSF).
Ekspedisi Qurban YDSF
Artikel Terkait
Siapa Saja Penerima Qurban? | YDSF
DAKWAH YDSF DI BALI
MENUNAIKAN QURBAN DENGAN UANG | YDSF
Wakil Bupati Halmahera Selatan Hadiri Khitanan Massal YDSF
Tips Menyimpan Daging Qurban | YDSF
YDSF Kelola Potensi Wakaf demi Umat