Tidak semua
orang harus mengganti puasa Ramadhan dengan mengqadha, ada beberapa golongan
orang yang wajib bayar fidyah. Hal ini dikarenakan kondisi mereka dikhawatirkan
atau tidak memungkinkan untuk menunaikan qadha puasa. Dan, memiliki potensi
bila bertemu dengan Ramadhan berikutnya, juga masih belum selesai hutang
puasanya.
Fidyah
merupakan istilah yang digunakan dalam konteks tebus menebus. Kata fidyah
berasal dari bahasa Arab, yakni fada yang berarti memberikan harta untuk
menebus seseorang. Konteks fidyah tentang tebus menebus ini salah satunya
tertulis dalam Al-Qur’an surah As-Saffat ayat 107, saat Allah Swt.
memerintahkan Nabi Ibrahim a.s. untuk menyembelih putranya, Ismail a.s.
Namun
secara umum, esensi fidyah adalah mengeluarkan sejumlah uang atau harta untuk
menebus sesuatu. Seperti misalnya dalam konteks puasa Ramadhan. Apabila
seseorang meninggalkan kewajiban puasa karena adanya udzur syari (halangan yang
membuat seseorang diperbolehkan meninggalkan kewajiban), maka ia diwajibkan
menggantinya dengan membayar fidyah, dan tidak harus mengqadha puasannya.
Dalam
Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 184, Allah Swt. membolehkan seorang muslim
untuk mengganti puasa wajibnya dengan membayar fidyah.
“Maka
barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
(jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang
miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka
itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184).
Namun, di
ujung ayat tersebut, Allah Swt. kembali menekankan bahwa mengusahakan diri
untuk tetap berpuasa adalah hal yang paling baik daripada mengqadha puasa atau
membayar fidyah.
Baca juga: Siapa yang Harus Membayar Fidyah Istri? | YDSF
Maka,
sebenarnya siapa saja golongan orang yang wajib membayar fidyah?
5 Golongan Orang Wajib
Bayar Fidyah
1. Orang tua renta
(Lansia)
Mayoritas
orang tua renta atau lanjut usia (lansia) fungsi tubuhnya sudah berkurang dan
makin lemah, sebagian besar dari mereka juga sudah tidak mampu lagi untuk
berpuasa. Selain itu, orang tua renta juga tidak diwajibkan mengqadha puasa
karena secara akal kondisi fisik mereka akan makin menurun seiring bertambahnya
usia. Islam memudahkan kondisi yang demikian dengan mereka dapat membayarkan
fidyah.
Terdapat
satu cerita dari sahabat Nabi, “Menceritakan Ahmad bin Abdillah wakil Abi
Sakrah, menceritakan Hussain bin Urfah, menceritakan Ruuh, menceritakan Zakaria
bin Ishaq dari pada Umar bin Dinnar dari pada Attha’, “Sesungguhnya aku
mendengar Ibnu Abbas membaca Al-Qur’an surah (Al-Baqarah:184). Maka beliau
berkata, “Ayat tersebut tidaklah dihapus hukumnya, namun berlaku untuk pria dan
wanita yang lanjut usia yang tidak mampu lagi untuk berpuasa pada bulan
Ramadhan. Keduanya wajib membayar fidyah kepada orang miskin untuk tiap hari
yang telah ditinggalkannya (tidak berpuasa).””” (Ali bin Umar
Ad-Daruquthni).
Lalu,
bagaimana bila lansia tersebut tidak mampu? Dapat diwakilkan penunainnya oleh
ahli warisnya atau keluarganya dan diniatkan atas nama beliau. Jika memang dari
keluarga atau ahli warisnya juga tidak mampu, insya Allah Allah memiliki
keringanan tersendiri. Wallahua’lam.
2. Wanita hamil & menyusui
yang khawatir kesehatannya
Bagi Wanita
hamil dan menyusui dibolehkan untuk berbuka, karena jika Wanita hamil lalu
berpuasa, pada umumnya akan memberatkan dirinya dan kandungannya. Demikian pula
Wanita yang menyusui, jika ia berpuasa maka akan berkurang air susunya sehingga
bisa mengganggu perkembangan pada anak.
Oleh
karenanya, terdapat beberapa kondisi penggantian puasa Ramadhan untuk Wanita hamil
dan menyusui, yaitu:
1. Wajib bagi mereka untuk mengqadha’
dan membayar fidyah
Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir akan dirinya saja, maka ia
hanya wajib untuk mengqadha tanpa membayar fidyah. Dan apabila mereka takut
terhadap janin atau anaknya, maka dia wajib untuk mengqadha’ dan membayar
fidyah. (Ibnu Umar dan yang mashur dari madzab Syafi’i).
2. Tidak wajib bagi mereka untuk
mengqadha’, akan tetapi wajib untuk membayar fidyah
Rujukan dalil untuk kondisi ini adalah, hadits yang dinarasikan dari
Anas, “Sesungguhnya Allah menggugurkan puasa dari wanita hamil dan wanita
yang menyusui.” (HR Al-Khamsah).
3. Wajib bagi mereka untuk mengqadha
saja
Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan bahwa pendapat ini yang paling
kuat. Jika seorang Wanita sedang hamil atau menyusui dan khawatir terhadap
dirinya atau anaknya dengan kondisi berpuasa, maka dia berbuka. Berdasarkan
hadist Anas bin Malik, Rasulullah Saw. telah bersabda, “Sesungguhnya Allah
telah menggugurkan dari musafir dan wanita hamil atau menyusui (dalam hal
puasa). Akan tetapi wajib baginya untuk mengqadha dari hari yang dia tinggalkan
ketika hal itu mudah baginya dan hilang rasa takut, seperti orang sakit yang
telah sembuh.” (HR Al Khamsah dan Ibnu Majah).
Baca juga: NIAT MELAKUKAN QADHA PUASA PENGGANTI RAMADHAN | YDSF
3. Orang sakit yang tidak
ada harapan sembuh
Seorang
muslim yang menderita sakit dan dalam sakitnya itu tidak ada harapan untuk
sembuh, maka ia boleh membayar fidyah tanpa harus mengqadha puasannya di luar
bulan Ramadhan. Hal ini diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Abbas r.a. beliau
menjelaskan:
“Dalam
surah Al-Baqarah:184, memberi pengertian bahwa orang yang tidak mampu berpuasa
maka ia dibolehkan menebusnya dengan fidyah (memberi makan satu orang miskin)
dan siapa mampu memberikan lebih dari satu orang, maka hal itu lebih baik
baginya. Hal ini ditujukan pada mereka yang tidak mampu berpuasa atau sakit
yang sulit diharapkan kesembuhannya.” (Ali bin Umar Ad-Daruquthni).
4. Orang meninggal
Orang
meninggal dunia termasuk dalam golongan orang yang boleh membayar fidyah.
Namun, orang meninggal di sini adalah dia yang masih meninggalkan hutang puasa
dengan dua alasan.
Alasan
pertama adalah ketika ia meninggalkan puasa karena udzur syari seperti misalnya
sakit tetapi ada kemungkinan sembuh sehingga diperkirakan masih punya
kesempatan untuk mengqadhanya. Namun, ternyata belum sampai dilaksanakan
ajalnya telah lebih dulu tiba.
Alasan
kedua adalah ketika ia meninggalkan puasa karena udzur syari, namun hingga
Ramadhan usai kondisinya tidak kunjung membaik sehingga tetap tidak mungkin
untuk berpuasa sampai datang ajalnya. Apabila demikian, maka diwajibjkan bagi
keluarganya untuk membayar fidyah dari kewajiban yang telah ditinggalkan.
5. Orang yang menunda
bayar hutang puasa
Menunda
membayar hutang puasa Ramadhan sangat tidak dianjurkan dalam Islam, apalagi
menunda sampai datang waktu Ramadhan berikutnya. Akan tetapi, jika dalam
penundaan tersebut ada alasan udzur syari seperti sakit. maka orang tersebut
dibolehkan untuk menunda pembayaran hutang puasa hingga Ramadhan berikutnya.
Namun, lain
halnya dengan orang yang sengaja menunda membayar hutang puasa Ramadhan hingga
bulan Ramadhan berikutnya tanpa adanya udzur syari dengan sengaja melakukan hal
tersebut, maka berdasarkan jumhur ulama dari empat mazhab, maka orang tersebut
wajib mengqadha puasanya sekaligus membayar fidyah sejumlah dengan hari puasa
yang ditinggalkan. (berbagai sumber)
Sedekah Air Bersih di YDSF
Artikel Terkait:
ZAKAT DARI HASIL PANEN | YDSF
Ubah Wasiat Tanah Wakaf Jadi Rumah Kos | YDSF
KAAFAH MILAD KE-36 YDSF
Etika di Jalan dalam Islam, Berkendara dan Belalu Lintas yang Baik | YDSF
BOLEHKAH ZAKAT MAAL DITUNAIKAN SETIAP BULAN? | YDSF
Shalat Tahajud dan Rangkaian Shalat Malam saat Ramadhan | YDSF