Ubah Wasiat Tanah Wakaf Jadi Rumah Kos | YDSF

Ubah Wasiat Tanah Wakaf Jadi Rumah Kos | YDSF

10 Januari 2023

Pada dasarnya, mengubah akad wakaf tanpa sepengetahuan wakif tentu bukanlah hal yang dapat dibenarkan. Namun, bagaimana bila yang diubah itu merupakan sebuah wasiat untuk berwakaf? Yang mana si wakif telah meninggal dunia, dan yang mengubah akadnya merupakan ahli warisnya sendiri (istri atau anak-anaknya).

Wakaf merupakan salah satu ibadah yang dapat kita raih pahalanya secara abadi. Penunaiannya pun juga lebih mudah, tidak perlu menunggu haul dan nishab seperti zakat. Saat ini, wakaf memang lebih dapat dijangkau oleh umat, tidak harus menunggu kaya sudah bisa menunaikan wakaf tunai dimulai dari nominal berapapun. Namun, ada baiknya bila seseorang yang telah menunaikan wakaf juga telah memiliki kewajiban serta menunaikan zakatnya. Sehingga, insya Allah keberkahan dalam rezeki dan hidupnya pun semakin bertambah.

Meski penunaian wakaf semakin mudah, kita juga tetap dianjurkan untuk memberikan harta terbaik yang dimiliki saat berwakaf. Bukan karena sudah merasa tidak suka dengan harta tersebut baru diwakafkan. Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Imran ayat 92, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”

Bagi seseorang yang telah meninggal dunia pun, dapat menunaikan wakaf. Salah satu caranya adalah melalui wasiat. Memang, wasiat dapat dilakukan baik secara lisan ataupun tertulis, legal dengan notaris, sehingga memiliki kekuatan hukum. Wasiat yang dilakukan secara tertulis dan legal ini akan lebih mudah pengaturannya, bilamana kelak terdapat pengalihan fungsi atau akad dari hal yang diwariskan.

Mengubah Wasiat Wakaf

Tim Dewan Syariah YDSF pernah mendapatkan pertanyaan bagaimana bila yang mengganti akad wakaf merupakan salah satu dari ahli waris? Dalam kasus yang diceritakan, terdapat sepasang suami istri, yang mana suami telah meninggal lebih dulu dengan mewasiatkan sebuah tanah untuk wakaf. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan ekonomi pun meningkat, sehingga sang istri memutuskan untuk mengalihfungsikan tanah wakaf menjadi rumah kos. Sedangkan, baik anak maupun menantu dari pasangan tersebut merasa sungkan untuk mengingatkan. Bagaimana penyelesainnya?

Baca juga: AMANAH RUMAH WAKAF DARI SEPUPU YANG MENINGGAL | YDSF

Wasiat Wakaf Tidak Lebih dari Sepertiga Harta Waris

Pada dasarnya, bila memang sang suami telah mewasiatkan tanah tersebut untuk wakaf dan memang termasuk orang mampu (dengan syarat tanah tersebut tidak melebihi sepertiga dari harta peninggalannya), maka wasiat harus dijalankan. Karena, itu merupakan amanat.

Berbeda, bila kemudian kondisi ekonomi mulai pas-pasan. Maka wasiat wakaf dapat dibatalkan. Karena wasiat tidak boleh menelantarkan ahli waris, terutama istri dan anak-anak. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a., “wasiat yang membahayakan itu termasuk dosa besar.” (HR. Said bin Manshur, dengan sanad shahih).

Wasiat juga hanya dibatasi sepertiganya saja, selebihnya untuk ahli waris. Mengapa demikian?

Rasulullah saw. Saad bermaksud mewasiatkan (mewakafkan) semua kekayaannya, toh anaknya hanya tunggal seorang perempuan. Rasulullah saw. melarangnya. "Kalau setengahnya saja bagaimana wahai Rasul?" tanya Saad. Rasulullah saw. juga tidak mengizinkan. "Lalu, bagaimana kalau sepertiganya saja?" Nabi saw. menjawab, ”Ast-tsulutsu wats-tsulutsu katsir (sepertiga itu sudah cukup banyak).”

Alasan beliau, "Karena kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan mampu (kaya) itu lebih baik daripada kamu tinggalkan mereka dalam keadaan susah yang selalu menadahkan tangan kepada orang lain. Sedangkan apa pun yang kamu nafkahkan untuk keluargamu itu sama dengan sedekah, sampai pun yang kamu suapkan pada mulut istrimu itu bernilai sedekah. Memang wasiatmu itu barangkali bermanfaat bagi orang lain, tetapi lantaran itu keluargamu susah." (HR. Bukhari, bab Nafkah Keluarga).

Cukup sepertiganya saja, sisanya untuk istri sebagai ahli waris. Itu pun jika kekayaan suami itu bukan gono-gini alias harta bawaan. Tetapi kalau gono-gini, maka istri mendapat setengahnya seperti diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 96 ayat (1), "Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama."

Sedang sisanya dibagi untuk ahli waris. Karena itu, cobalah ini dicermati dulu. Sehingga kita tidak salah bersikap apakah wasiat wakaf dari sang suami itu diteruskan atau dibatalkan ataukah ditukar guling?

Baca juga: PENJELASAN DAN PENERAPAN SUKUK WAKAF | YDSF

Pengalihan Wasiat Wakaf

Tentang tukar guling atau pengalihan fungsi ini, menurut pendapat Dr. Musthafa As Siba'i lebih banyak melihat dari sisi maslahah kepentingan. Mana yang lebih maslahah untuk umum, maka itu dibenarkan. Sedangkan pengertian maslahah di sini adalah dengan melihat tujuan wakaf itu. Bukan kepentingan maslahah penukarnya. Misalnya tanah wakaf ini di tempat yang kurang strategis, lalu ditukar dengan tempat yang strategis, maka itu bisa dilakukan.

Contohnya tentang penggusuran masjid untuk perluasan jalan umum. Sementara keberadaan masjid kurang strategis karena bisa mengganggu jalan umum. Bahkan jamaahnya berkurang karena tidak ada lahan parkir. Maka dipindahkan di tempat lain yang padat penduduk dan strategis, sehingga masjid tersebut makmur. Sementara orang-orang yang berlalu lintas di situ terasa leluasa dan keberadaan masjid di tempat yang baru ini dapat makmur.

Karena kaedah ushul figh membenarkan maslahah mursalah/masalah 'ammah (kepentingan umum) itu dapat menjadi takhshish (pengecuali) dari keumuman nash (hukum). Kita tahu bahwa nash tentang wakaf jelas yaitu tidak boleh dijual, tidak boleh diubah, dsb. Tetapi demi maslahah 'ammah, maka maslalah ini dapat dijadikan sebagai pengecuali. Lebih lanjut, dapat dikaji dalam Mashadir Tasyri' Fima La Nashha Fihi oleh Syekh Abdul Wahhab Khallaf.

Dan tanah yang kini dijadikan oleh ibu sebuah bangunan untuk kos-kosan itu, apakah sudah benar-benar wakaf atau masih akan diwakafkan? Bila wasiat tersebut tidak ada hitam di atas putih alias tidak tertulis dan tidak ada saksi yang cukup jelas. Karena itu, ini perlu diperjelas terlebih dahulu. Kalau ternyata betul diwasiatkan dan harta itu termasuk kelebihan seperti dijelaskan sebelumnya dan ternyata wakaf di tempat tersebut lebih strategis untuk kepentingan Islam, maka sang istri harus merelakan tanah itu sebagai tanah wakaf.

Sementara tentang bangunan kos-kosan yang sudah telanjur didirikan, bisa dibicarakan dengan nazhir (pengurus wakaf) untuk diganti, agar sang istri bisa membangun di tempat lain. Tetapi, kalau ternyata tempat tanah wakaf di situ itu kurang strategis untuk Islam, maka dapat ditukar guling.

Ingatkan dengan Bijak

Bila pihak keluarga mengetahui hal ini, maka perlu diajak berdiskusi dengan cara yang halus. Kondisi yang mendukung dan kata-kata yang santun. Jangan sampai, mungkin maksudnya memberitahu hal yang benar, justru dianggap menggurui atau bahkan ingin menguasai harta warisnya. Carilah cara yang bijak untuk menasihati.

Demikian, wallahu a'lam.

 

Disadur dari Majalah Al Falah Edisi April 2010

 

Artikel Terkait:

Doa Minta Rezeki Halal dan Berlimpah Sesuai Sunnah | YDSF
HUTANG, BISAKAH MENJADI FAKTOR PENGURANG ZAKAT? | YDSF
Waktu Terbaik Terkabulnya Doa | YDSF
BOLEHKAH UMRAH TAPI BELUM ZAKAT MAAL? | YDSF
Ragam Penyaluran Program YDSF Desember 2022
WAKTU MEMBAYAR ZAKAT MAAL | YDSF

 

Wakaf di YDSF


Jual Beli Lelang Wakaf



Tags: ubah akad wakaf, ubah wasiat wakaf, wakaf ydsf

Share:


Baca Juga

Sedekah di YDSF lebih mudah, melalui: