Meski untuk
menunaikan ibadah wakaf tidak harus memperhatikan nishab dan haul layaknya
zakat, tetapi tetap ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Seperti, bila
ingin wakaf dari harta yang masih dalam akad kredit, maka tidak boleh langsung
begitu saja. Ada syariat yang harus dipatuhi.
Wakaf merupakan
salah satu amalan penting yang dapat menunjang langsung perekonomian umat
Muslim. Bila selama ini kita hanya familiar menunaikan zakat, infaq, dan
sedekah, kini menunaikan wakaf pun menjadi lebih mudah. Seseorang yang ingin
menunaikan wakaf tidak perlu menunggu memiliki harta mewah terlebih dahulu
seperti praktek pada tahun-tahun sebelumnya. Dari harta sederhana yang paling
dicintai, seorang Muslim dapat dengan mudah menunaikan wakaf.
Memang, dalam
dalil tidak ditemukan kata wakaf secara langsung. Namun, pendekatan yang
digunakan oleh para ulama adalah perilaku yang merujuk pada praktik wakaf.
Yakni, dari penyebutan “sedekah jariyah” atau “pahala jariyah saat berbagi”
yang ditemukan dalam hadits maupun ayat suci Al-Qur’an.
Seperti dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a.,
Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka
terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah
jariyah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”
Bagaimana konteks
kalimat demikian dapat dijadikan rujukan sebagai praktik wakaf? Para ulama
tafsir tentu mencari korelasi dari masing-masing dalil yang ada. Sebagaimana
pada hadits yang menceritakan tentang Umar bin Khattab saat usai mendapatkan
tanah di Khaibar. Rasulullah saw. memerintahkannya untuk menahan sumbernya
(aset tanah yang ada) dan menyedekahkan manfaatnya. Yang mana praktik demikian
kita kenal dengan sebutan wakaf.
Sebagaimana zakat
yang membutuhkan nishab dan haul serta perhitungan persentase agar bisa
ditunaikan, wakaf juga ada syariatnya. Mulai mengatur kriteria calon wakif
hingga ketentuan harta yang akan diwakafkan. Kehati-hatian ini merupakan wujud
Islam yang betul-betul menjaga kelayakan harta benda wakaf, agar kelak dapat
memberikan kemanfaatan yang banyak serta berumur lebih lama atau abadi.
Baca juga: Apa Itu Wakaf? Pengertian, Dalil, dan Hukum Wakaf | YDSF
Syarat Harta Wakaf
Syarat-syarat
yang harus dipenuhi dalam mempersiapkan harta yang akan diwakafkan, yaitu:
1. Harta yang akan diwakafkan
termasuk barang berharga
Bila dulu, kita
mengenal wakaf itu hanya seputar 4M, yaitu masjid, mushalah, madrasah, dan
makam. Namun, sekarang harta benda yang bisa ditunaikan untuk wakaf menjadi
lebih beragam. Berharga yang dimaksudkan di sini dapat kita artikan dengan
harta benda yang paling kita cintai. Sebagaimana firman Allah dalam surah
Al-Imran ayat 92.
2. Harta yang akan diwakafkan
harus jelas
Jelas yang
dimaksud dalam poin kedua ini adalah diketahui dan ditentukan bendanya. Apabila
jumlah serta wujud dari harta yang akan diwakafkan tidak diketahui, maka wakaf
dianggap tidak sah.
3. Harta yang akan diwakafkan
dimiliki secara penuh oleh wakif
Bila harta yang
dimiliki masih terikat dengan orang lain, maka dianjurkan untuk tidak
menggunakannya sebagai aset wakaf. Misal, harta tersebut masih dalam akad gadai,
atau berupa pinjaman dari orang lain.
4. Harta yang akan diwakafkan
berdiri sendiri (tidak melekat pada harta lain)
Setiap harta yang
akan diwakafkan hendaknya utuh, tidak menjadi bagian dari harta lain. Misal,
beberapa saudara memiliki warisan berupa bangunan rumah, kemudian si A ingin
mewakafkannya. Sedangkan, di dalamnya juga terdapat harta bagian
saudara-saudaranya yang lain. Maka, wakaf tersebut tidak dapat ditunaikan,
karena untuk wakaf rumah dan terdapat beberapa pemilik hendaknya harus atas
persetujuan seluruh pemiliknya.
Hukum Wakaf dari Kredit
Salah satu syarat
harta yang akan diwakafkan adalah harta tersebut haruslah dalam kepemilikan
wakif secara penuh, utuh, dan jelas. Maka, apabila terdapat aset berupa tanah
atau bangunan yang belum berada dalam kepemilikan penuh secara pribadi atau
masih kredit, Dewan Syariah YDSF berpendapat bahwa tentu hukumnya tidak sah bila diwakafkan.
Namun, apabila
bangunan tersebut tetap ingin dimanfaatkan untuk kemashlahatan umat, maka boleh
dialihkan sebagai infaq, sedekah, atau hibah. Dengan syarat, penerima setuju
dengan konsekuensi melanjutkan pembayaran kredit yang belum lunas.
Disadur
dari Majalah Al Falah Edisi 2009
Peduli Sesama bersama YDSF
Artikel Terkait:
PERBEDAAN ZAKAT PROFESI DAN ZAKAT PERTANIAN | YDSF
Keutamaan Puasa Senin Kamis | YDSF
ZAKAT DALAM ISLAM | YDSF
Tips Mendidik Anak Berkarakter | YDSF
ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PAJAK | YDSF
Peresmian Pesantren Wakaf Ihya Ul Qur’an Wosossalam, Jombang
APA ITU WAKAF? PENGERTIAN, DALIL, DAN HUKUM WAKAF | YDSF