Pranata Ekonomi Umat dalam Islam | YDSF

Pranata Ekonomi Umat dalam Islam | YDSF

3 Oktober 2023

Membahas tentang pranata ekonomi umat dalam Islam, maka kita akan dihadapkan dengan berbagai fakta tentang pola pikir dan kebiasaan masyarakat. Sehingga lupa bagaimana cara mengelola potensi ekonomi yang dapat meningkatkan taraf hidup.  

Era kini, banyak dijumpai berbagai macam orang yang berupaya mengais rupiah hanya untuk sesuap nasi, demi menyambung keberlangsungan hidupnya. Sebagian orang menganggap jika tidak punya uang akan “mati kelaparan” begitulah jargon yang ditanamkan.

Hal ini karena mereka memandang bahwa setiap makhluk mempunyai hak untuk hidup. Halal dan haram kadang mereka tidak mengindahkannya, yang penting semua kebutuhan tercukupi.

Orang kaya “harta” dan orang miskin “harta” berlomba-lomba untuk memenuhi keinginannya. Terkadang, mereka berjuang sendiri tanpa mengindahkan peluang masing-masing untuk menjalin kemitraan ataupun saling mengisi kelebihan dan kekurangannya.

Di antara hiruk pikuk kemegahan kota, bisa disaksikan fenomena itu begitu dekat dengan kehidupan kita perbedaan antara keduanya. Padahal, sinergitas antara keduanya sesungguhnya akan melahirkan satu kekuatan besar untuk memberdayakan potensi masingmasing dalam mewujudkan visi kesejahteraan.

Mengutip dari desertasi Alimuddin Universitas Brawijaya tentang hasil penelitian Pilavin (1969) serta Meyer dan Multherin (1980) menyimpulkan, seseorang yang mengalami kesulitan karena di luar kemampunannya akan lebih memperoleh pertolongan daripada mereka mengalami kesulitan akibat ulahnya.

Artinya, manfaat kebersamaan lebih memproteksi dirinya sebagai individu dari pada mereka berupaya mencari solusi mandiri tanpa bantuan lain. Dalam pandangan ilmu sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri-sendiri, mereka wajib berinteraksi, memerlukan dan membutuhkan bantuan antara satu sama lain, zoon politicon”.

Ibnu Khaldun menyatakan, manusia adalah makhluk yang bermasyarakat, al-hayawan alijtima’i, artinya manusia memerlukan bantuan orang lain mulai dari kelompok masyarakat terkecil sampai komunitas terbesar. Bahkan naluri untuk hidup bersama, manusia membangun suatu lembaga tertentu yang diikat dengan kaidah-kaidah hukum berupa aturan yang dibuat oleh manusia sebagai wadah aspirasinya. Maka dengan alasan tersebut, banyak di antara kita yang membuat komunitas, club, kelompok belajar, kelompok usaha, dll.

Dalam perspektif sosiologi Islam, manusia dinyatakan di dalam Al-Qur’an sebagai “an-Nas” yang mempunyai kecenderungan untuk berkelompok (QS. Ali Imran: 122, QS. Al-Hujurat: 13). Itulah sesungguhnya hikmah yang Allah berikan kepada kita yang menciptakan manusia dari berjenis suku dan bangsa untuk menjalin silaturrahim yang berkesinambungan.

Baca juga: PASAR DALAM EKONOMI ISLAM | YDSF

Kekuatan berkelompok akan menghasilkan sebuah produktivitas untuk mendatangkan hasil yang diperoleh, baik itu manfaat yang abstrak ataupun nyata, sesuai dengan orientasi dari pendirian kelompok tersebut. Itulah pentingnya suatu pranata dalam tatanan sosial yang menunjang aktifitas mereka. Islam memandang persatuan dan kesatuan umat, harus dijaga keeratannya untuk meretas perbedaan orientasi dalam pencapaian falah (kemenangan) di dunia dan akhirat kelak (QS. Al-Baqarah: 201).

Untuk terwujudnya kemaslahatan sosial dan kebahagian dunia akhirat, maka ada panduanpanduan yang harus ditempuh serta dipenuhi oleh semua pihak yang bersinergi. Di antaranya adalah kaidah-kaidah hukum yang diatur oleh wahyu Allah kepada manusia dan hubungan sesamanya, ini merupakan aturan yang bersifat mutlak.

Persyaratan tersebut sangat fundamental untuk dijadikan pondasi regulasi dalam sebuah pranata. Selain itu juga harus memenuhi kriteria maqasid syariah (tujuan yang dikehendaki dalam mensyariatkan suatu hukum untuk kebaikan umat).

Dalam pandangan ilmu sosial “wajib” diperkuat dan diimbangi juga oleh besarnya kelompok (size of group), status dan peranan seseorang (individual role and status), jaringan komunikasi (the web of communication), pimpinan dan suasana kepemimpinan (leader and leadership situation), dan tugas kelompok (group task).

Gambaran di atas adalah bagian kecil dari upaya pemberdayaan potensi dan kompetensi individu yang berkontribusi aktif dalam memenuhi kebutuhannya, yang bernaung pada suatu pranata. Keberhasilan pemenuhan kebutuhan individu dalam sebuah entitas usaha adalah suatu keniscayaan yang mereka capai.

Selayaknya harus menjadikan itu sebagai wahana ibadah yang diakhiri dengan tawakal kepada sang khalik, karena Allah akan melihat proses yang kita upayakan. Percayalah bahwa Allah juga yang memberikan porsi rezeki berbeda yang kita terima. “Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia Kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia (dibanding dengan) kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar Ra’du: 26).

Orang bijak berkata: Jika engkau miskin bersyukurlah karena engkau akan sedikit mempertanggungjawabkan hartamu, jika engkau kaya bersyukurlah karena engkau mempunyai banyak kesempatan beramal, apapun yang terkadang kita anggap kekurangan sesungguhnya itu rahmat jika kita mensyukurinya, apabila yang kita anggap nikmat bisa jadi adzab jika kita tidak mensyukurinya (QS. Ibrahim: 7), wallahu a’lam.

 

Majalah Al Falah Edisi Oktober 2014

 

Artikel Terkait

UU JAMINAN PRODUK HALAL BELUM OPTIMAL | YDSF
YDSF Buat Warung Sedekah, Siapapun Bisa Mampir Makan Gratis
KEJAR BERKAH, RUTIN SEDEKAH | YDSF
Dahsyatnya Makna Kata “Insya Allah” | YDSF
ZAKAT, DIBERIKAN KE TETANGGA ATAU LEMBAGA? | YDSF
Bolehkah Zakat Maal dalam Bentuk Barang? | YDSF
6 AMALAN PEMBUKA REZEKI | YDSF

Pemberdayaan Ternak Domba & Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)


Tags: pranata ekonomi umat dalam islam, ekonomi umat dalam islam, ekonomi umat, ekonomi islam, ydsf

Share:


Baca Juga

Sedekah di YDSF lebih mudah, melalui: