Niat, menjadi hal
pertama yang sangat penting untuk dijaga sebelum melakukan suatu amalan. Dari
niat, juga menjadi pacuan semangat. Saat tidak memiliki niat yang kuat,
biasanya dalam eksekusinya akan menjadi asal-asalan saja. Dalam Islam, kita
juga diajarkan bagaimana menjaga niat agar tetap berada di jalan-Nya di setiap
langkah yang dipilih.
Sekilas, terlihat
sepele “Oh yang penting niat”, tetapi pada faktanya menjaga niat untuk
bisa tetap semangat dan istiqamah tidak semudah yang diucapkan. Utamanya, untuk
hal-hal yang berurusan dengan ibadah. Sering kali, banyak godaan muncul yang
dapat menggoyahkan iman.
Padahal,
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat,
dan sesungguhnya setiap setiap orang hanya memperoleh apa yang dia niatkan itu.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Allah Swt. selalu
mengutamakan melihat niat yang ada dalam hati masing-masing hamba-Nya. Saat
seseorang melakukan suatu kebaikan, tetapi ternyata di dalam hatinya terdapat riya’
atau niat yang melenceng, maka yang dinilai adalah dari niatnya itu. Bukan dari
kebaikan yang hanya tampak secara kasat mata saja. Namun, bukan berarti kita
juga dengan bebas menilai orang lain itu riya’. Tentu, sangat dilarang.
Orang yang
berniat baik, maka akan diberikan pahala amal shalih. Meski perbuatannya
dilakukan atau tidak. Sedangkan, niat yang buruk bila dilakukan akan mendapatkan
dosa, tetapi bila tidak jadi dilakukan insya Allah akan tercatat pahala
kebaikan.
Saat menyertakan niat
dalam melakukan amalan, maka perlu diperhatikan kembali apakah sudah mencakup
tiga hal berikut:
1.
Niat
ibadah
2.
Niat
karena Allah
3.
Niat
karena dia mengikuti perintah Allah.
Bila ketiga aspek
tersebut telah terpenuhi, maka keikhlasan akan menyertai.
Menjaga Niat Hingga Amal Selesai
Dilakukan
Untuk dapat
menjaga niat tetap teguh seperti di awal sebelum melakukan amalan, tentu
bukanlah hal yang mudah. Salah satu kisah yang dapat kita petik hikmah dalam
menjaga niat adalah saat terjadinya perang Uhud.
Perang yang terjadi
akibat dari rasa ingin balas dendam kaum kafir Quraisy terhadap umat muslim ini
menyimpan kisah pilu. Saat itu, kaum muslimin sempat mengalami kemenangan. Yang
membuat kaum musyrik melarikan diri dan meninggalkan barang bawaannya. Tergiur
melihat banyak ghanimah yang tergeletak, kaum muslim menuruni bukit
meninggalkan posnya untuk mengambilnya. Padahal, Rasulullah saw. telah
memerintahkan mereka untuk tidak meninggalkan bukit apapun yang terjadi.
Akibatnya, kaum
musyrik melakukan serangan balik dan membuat kekalahan yang tidak sedikit untuk
umat Islam. Bahkan, dalam kisah tercatat bahwa terdapat 70 sahabat yang gugur
dalam perang ini.
Innalillahi wa
innailaihi raji’un. Begitu pentingnya kita untuk tetap bisa menjaga niat. Sehingga,
kita perlu melatih diri agar amalan dapat tuntas dilakukan seperti niat awalnya.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaaga niat adalah:
1.
Mengingat bahwa setiap hal selalu dalam pengawasan Allah
Allah Swt. Maha Mengetahui, sehingga apapun yang dikerjakan bahkan yang ada
dalam hati kita pasti diketahui. Oleh karenanya, kita harus berhati-hati dalam
berniat dan bertindak. Ingat Allah, niatkan, dan lakukan segala hal karena
Allah.
2.
Hatinya tidak bergantung dengan pujian atau celaan orang lain
Pujian sering kali datang saat kita melakukan kebaikan. Pun sebaliknya.
Celaan juga akan hadir saat kita melakukan sesuatu yang bahkan sebenarnya tidak
menyimpang, hanya saja kurang bisa “jaga image” di hadapan masyarakat. Hal-hal seperti
inilah yang sering kali menjadi godaan seseorang dalam melakukan amalan. Maka,
kita perlu melatih diri agar tidak bergantung pada penilaian manusia.
3.
Senantiasa menghiasi hati dengan dzikir
Menyambung dengan poin sebelumnya, salah satu cara agar kita tidak bergantung
pada penilaian manusia adalah dengan perbanyak dzikir. Misal, saat mendengar
pujian atau celaan maka perbanyak dzikir dalam hati.
4.
Menjauhi lingkungan yang berpotensi membelokkan niat (seperti terjadinya
riya’)
Bila dirasa lingkungan pertemanan atau saat ini lebih cenderung mengundang
banyak pembelokkan saat melakukan hal baik, maka hindarilah. Atau, lakukan
kebaikan-kebaikan di lingkungan dan tempat-tempat yang tidak berpotensi muncul
riya’ dalam hati.
5.
Melakukan evaluasi atau muhasabah dari amal yang telah dilakukan
Sudah
menjadi sebuah kebiasaan yang sangat dianjurkan bagi setiap muslim, yaitu bermuhasabah.
Dari sini, kita bisa menilai apakah niat dan amalan yang dilakukan sudah
sejalan dan tidak ada pembelokkan. Bila masih ada, jangan lupa untuk memohon
ampunan dan memperbaikinya di amalan-amalan berikutnya.
Raih Jariyah dengan Wakaf:
Artikel Terkait:
Cara Mencari Berkah (Tabarruk) Allah Sesuai Syariat Islam | YDSF
KONSULTASI ZAKAT DARI TABUNGAN GAJI DI BANK | YDSF
5 Hajat Asasi Manusia Menurut Islam | YDSF
ZAKAT PENGHASILAN SUAMI-ISTRI BEKERJA | YDSF
Perbedaan Shalat Tahajud dan Shalat Lail | YDSF
HUKUM LELANG DAN JUAL BELI WAKAF DALAM ISLAM | YDSF
Wakaf Terbaik untuk Orang Tua Tercinta | YDSF