Beberapa muslim di dunia ini, mungkin masih belum mengetahui tentang Shalat
tahajud dan Shalat lail. Kedua istilah tersebut, apakah hal yang sama atau
beda? Jika beda, di mana saja letak perbedaannya? Berikut penjelasannya!
Dalam Islam, terdapat banyak jenis ibadah
sunnah yang dapat dilakukan oleh setiap muslim, sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits.
Salah satunya adalah shalat sunnah tahajud. Allah Swt. telah memerintahkan
hambaNya untuk melaksanakan shalat tahajud melalui surah Al-Isra’ ayat 79
berikut,
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ
عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai
suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat
yang terpuji.”
Selain itu, terdapat
hadits dari Abu Hurairah r.a., Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ
الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik puasa
setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (Muharram). Sebaik-baik
shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163)
Baca juga: Kupas Tuntas Perbedaan Madzab dalam Shalat
Shalat Tahajud dan Shalat Lail
Sebenarnya, istilah shalat lail disebut juga shalat malam atau juga qiyamul lail atau juga tahajud, termasuk
sejenis dengan shalat tarawih ketika Ramadhan. Dengan kata lain, empat istilah
tersebut memiliki satu makna. Oleh karena itu, rakaatnya pun sama, yaitu 11
rakaat.
Dari Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak
pernah menambah lebih dari sebelas rakaat baik di dalam Ramadhan maupun di luar
Ramadhan, yaitu beliau shalat empat rakaat. Jangan tanya tentang bagus dan
panjangnya, lalu shalat lagi empat rakaat. Jangan tanya tentang bagus dan
panjangnya, lalu shalat lagi tiga rakaat.” (HR. Bukhari, Muslim, dan
Nasa’i).
Apa yang dimaksud hadits dari Aisyah di atas adalah shalat malam. Kalau
dikatakan baik di bulan Ramadhan maupun tidak,
berarti shalat tarawih dan yang bukan tarawih adalah sama, yaitu 11 rakaat.
Adapun pendapat lain mengatakan terkadang jumlah rakaat ditambah dua rakaat
sunnah, menjadi 13 rakaat. Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Dua
rakaat setelah witir itu tanda bahwa masih bolehnya dua rakaat setelah witir
dan jika seseorang telah mengerjakan shalat witir bukan berarti tidak boleh
lagi mengerjakan shalat sunnah sesudahnya. Adapun hadits ‘Jadikanlah akhir
shalat kalian di malam hari adalah shalat witir’, yang dimaksud menjadikan shalat
witir sebagai penutup shalat malam hanyalah sunnah (bukan wajib). Artinya, dua
rakaat sesudah witir masih boleh dikerjakan.” (Zaad Al-Ma’ad, 1:322-323).
Baca juga: Sujud Setelah Shalat | YDSF
Shalat Witir dan Shalat Hajat
Mayoritas muslim mengenal shalat witir sebagai penutup dari shalat malam. Istilah
“witir” sendiri secara bahasa berarti ganjil. Sebagaimana dalam hadits riwayat
Bukhari dan Muslim, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ
“Sesungguhnya Allah itu witir (tunggal) dan menyukai yang witir
(ganjil).” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Sesuai hadits tersebut, shalat witir dikerjakan dengan jumlah kelipatan
ganjil, bisa satu rakaat, tiga rakaat, dan kelipatan ganjil selanjutnya.
Mayoritas ulama mengatakan, bahwa shalat witir hukumnya sunnah muakkad (sunnah
yang dianjurkan).
Waktu pengerjaan shalat witir berada diantara setelah isya hingga sebelum
subuh. Ibnu ‘Umar r.a. berkata, “Barangsiapa yang melaksanakan shalat malam,
maka jadikanlah akhir shalat malamnya adalah witir karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu. Dan jika fajar tiba,
seluruh shalat malam dan shalat witir berakhir, karenanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Shalat witirlah kalian sebelum fajar.”
(HR. Ahmad, hadits ini shahih menurut Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)
Berbeda dengan shalat witir, shalat hajat adalah shalat sunnah dua
rakaat karena ada keperluan yang sangat penting, usai mengerjakan shalat berdoa
dan menyebutkan hajat yang dimaksud. Dari Abu Darda r.a., Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa saja berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu shalat dua rakaat
(shalat hajat) dengan sempurna pula, maka Allah akan memberinya apa yang dia
minta baik segera atau tertunda.” (HR. Ahmad)
Sehingga, pada intinya shalat tarawih, shalat tahajud,
serta segala shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari merupakan bagian
atau jenis dari shalat lail (shalat malam).
Sumber: Disadur dari Majalah Al Falah Edisi 282 Bulan
September 2011
Sedekah dari Rumah:
Artikel Terkait:
Shalat Khusyuk Itu Mudah
Perbedaan Pahala Shalat Di Masjid Dan Mushola | YDSF
Menegur Anak Dan Menantu Tidak Shalat | YDSF
Jamak Shalat Karena Macet | YDSF
Mendahulukan Jamak-Qashar Dalam Shalat Fardhu | YDSF
Gerakan Shalat Dan Terapi Untuk Kesehatan | YDSF