Generasi Lengket Gadget | YDSF

Generasi Lengket Gadget | YDSF

8 Juni 2020

(Introspeksi Berteknologi)

Suhadi Fadjaray

 

Dan hendaklah TAKUT kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang LEMAH, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka  bertakwa kepada Allah dan  mengucapkan perkataan yang  benar.

(An Nissa:9)

Secara kodrati, tak ada orangtua yang bercita-cita menjadikan anaknya sebagai generasi yang lemah. Kalau ada, itu orangtua yang tak paham panduan agama, tak perhatian berlimpah pada tumbuh kembang ananda karena kesibukan dunia, yang menyebabkan anak-anak bergeser arah kubangan masalah generasi yang lemah baik fisik maupun emosinya.

Di samping teknologi memberi solusi. Namun tak bisa dipungkiri juga membawa “duri” yang pedihnya tak terperi.  Ketidakbijakan manusia dalam berteknologi melahirkan masalah baru, yakni terlahirnya generasi  “Socio-Idiot”,  generasi yang tidak memiliki kemampuan untuk mandiri,  tidak memiliki kepekaan dan ketajaman sosial, asyik dengan dunianya sendiri karena lengket gadget (gawai).

Problem keluarga bermunculan akibat memudarnya jalinan emosional keluarga. Ayah bunda yang lengket gadget  tergerus perhatiannya pada tugas pendampingan tumbuh kembang anak. Begitu pula anak yang lengket gadget tersita daya baktinya pada orangtua bersebab over dosis keasyikan di dunia maya.

Memang dalam tumbuh kembang anak kita ada fase bermain-main, tetapi bukan untuk bermain-main mereka dilahirkan ke dunia. Mereka terlahir dengan tarikan doa-doa ayah bunda, namun begitu berada di dunia nyata, kehidupan mereka bahkan di fase-fase awal telah tersedot dunia maya. Umur belum baligh, belum bisa bertanggung jawab secara pribadi dan social, bersebab tangan mereka lengket pada gadget, tumbuh kembangnya secara fisik dan emosional menjadi kurang optimal. 

Hal seperti ini sesungguhnya telah diantisipasi oleh Al-Quran dengan nasihat yang terang benderang dalam melarang. 

Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, HARTA  (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka  kata-kata yang baik. (QS4:5)

Gadget jelas harta berharga. Namun, sayang yang terlarang  sering diterjang untuk memuaskan rasa senang. Setidaknya kita sebagai orangtua perlu mengetahui dua dampak yang membuat dada ini sesak, yakni dampak fisik dan mental. theAsianparent.com merilis bahaya gadget secara fisik, di antaranya 

  1. Tumbuh kembang yang lambat

Penggunaan gadget pada anak yang berlebih akan membatasi gerak fisik anak. Kita sering menyebut fenomena ini sebagai MAGER (malas gerak). Padahal, anak-anak membutuhkan gerak fisik yang cukup agar otot dan tulangnya bertumbuh, tidak rapuh.

 

  1. Obesitas

Penggunaan televisi dan video game berkaitan dengan meningkatkatnya kasus obesitas pada anak. Alat elektronik yang dipasang di kamar anak dapat meningkatkan risiko obesitas sebanyak 30%. Sementara itu, 30% anak yang menderita obesitas, akan mengalami diabetes, hingga memiliki risiko tinggi stroke dini atau serangan jantung, serta usia harapan hidup yang rendah.

  1. Kurang tidur

75% anak usia 9-10 tahun mengalami kurang tidur karena penggunaan teknologi tanpa pengawasan. Kekurangan tidur akan berdampak buruk karena otak berkembang dengan baik saat tidur, dan anak butuh tidur yang cukup agar otaknya bisa berfungsi dengan baik.

Selain efek samping pada aspek fisik, lengket gadget juga berpengaruh secara signifikan pada anak. Dalam sebuah riset dipaparkan bahwa stimulasi berlebih dari gadget (hp, internet, tv, ipad, dll) pada otak anak yang sedang berkembang, dapat meningkatkan sifat impulsif, serta menurunnya kemampuan anak untuk mandiri. Beberapa efek samping yang lain, di antaranya:

Kelainan mental

  • Penelitian diBristol Universitytahun 2010 mengungkapkan, bahaya penggunaan gadget pada anak dapat meningkatkan risiko depresi, gangguan kecemasan, kurang atensi, autisme, kelainan bipolar, psikosis, dan perilaku bermasalah lainnya.

Sifat agresif

  • Konten kekerasan fisik dan seksual banyak tersebar di internet yang diakses anak, dapat menimbulkan sifat agresif pada anak.

Kecanduan

  • Ketika orangtua terlalu bergantung pada teknologi, mereka akan semakin jauh dari anak. Untuk mengisi kekosongan ikatan dengan orangtua, anak juga mulai mencari hiburan dari gadget, yang pada akhirnya tidak bisa lepas darinya.

Bagaimana semestinya orangtua bersikap? Tak ada cara lain, manfaatkan teknologi dengan dosis yang tepat.  Sebab, anak-anak dan remaja yang menggunakan teknologi melebihi batas waktu, memiliki risiko kesehatan serius yang bisa mematikan. Sebuah riset memaparkan bahwa “Efek negatif pornografi lebih besar daripada narkoba dalam hal merusak otak. Tak hanya itu, pecandu pornografi juga lebih sulit dideteksi ketimbang pacandu narkoba,” Dr Mark B. Kastlemaan, pakar adiksi pornografi dari USA. Dan, pornografi ini juga menjadi konten teknologi.

Jika segumpal daging yang menjadi ciri khas kemanusiaan itu telah rusak, bukankah rusak pula nilai kemanusiaanya? Itu sebabnya, kita memerlukan kepedulian yang serius pada dua hal. Pertama, durasi berteknologi  yang tak berlebih agar otak tak mengalami adiksi. Kedua, konten teknologi dibatasi pada hal yang bernilai fungsi. Bagaimana dua hal itu bisa dijalankan? Sederhana saja: mulailah dari orang tuanya. Sebab, buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya. Semoga ikhtiar menyelamatkan generasi dimudahkan dan diberkahi Allah. Semangat berjuang!

* Penulis adalah Konsultan Pendidikan, penulis buku Harmoni Cinta Madrasah Keluarga.

 

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi September 2019

 

Featured Image by Freepik.

 

Baca juga:

TIPS AWAL MEMILIH PASANGAN UNTUK MENUMBUHKAN GENERASI SALEH | YDSF

Mengenal Generasi Millennial | YDSF

Apa Itu Generasi Strawberry | YDSF

cara Memimpin Generasi Milenial | YDSF

MENGASUH ANAK GENERASI MILENIAL | YDSF

Tags:

Share:


Baca Juga

Sedekah di YDSF lebih mudah, melalui: