Generasi Strawberry, meminjam istilah Rhenald Kasali, kurang lebih seusia dengan mereka para milenialis.
Dari bentuk dan warnanya, strawberry itu menawan. Namun, di balik keindahannya, ia ternyata begitu rapuh. Permukaan luarnya mudah rusak meski disikat (dibersihkan) dengan sikat gigi yang begitu lembut. Itu adalah ilustrasi dari generasi strawberry, sebuah subset dari suatu generasi yang rapuh meski terlihat indah. Mudah hancur dan sakit hati.
Generasi yang lebih tua menyebutnya sebagai generasi yang mudah kecewa. Akibat itu, hubungan dengan mentor mudah rusak. Tidak sedikit generasi strawberry yang begitu mudahnya menuding para senior sebagai penyebab depresi. Generasi itu, kalau gemblengan di rumahnya kurang begitu kuat, juga mudah galau. Apalagi kalau terbiasa di zona nyaman, dibesarkan di lingkungan keluarga yang serba ada dan penuh fasilitas.
Mereka banyak berhalusinasi dan mudah mengeluh, serta dengan enteng mengungkapkan kegalauannya kemana-mana, termasuk ke teman-temannya, tak sedikit yang terungkap menjadi status di berbagai median sosial. Wall Facebook pun berubah menjadi semacam “dinding ratapan”.
Kepanikan para manajer dan owner terhadap generasi strawberry ini semakin mengemuka, karena semakin sulit diarahkan, susah diatur dan cenderung maunya sendiri. Mereka lebih berani memilih keluar dan pindah kerja, ketika mendapat amarah dari atasannya. Kebutuhan generasi ini akan perhatian, pujian dan penghargaan dari atasannya sangat berlebihan. Sebanyak 65 persen dari mereka berharap pujian dari atasan 1 kali sehari, sisanya berharap pujian 2 kali sehari.
Tidak heran kalau turn-over karyawan strawberry ini sangat tinggi. Banyak penelitian yang memetakkan loyalitas karyawan generasi ini semakin memprihatinkan, tercatat hanya 13% pekerja di seluruh dunia yang loyal terlibat (engaged) dengan pekerjaan mereka. Kasus Indonesia lebih mengagetkan hanya 8% yang engaged, 77% karyawan disengaged dan sisanya 15% actively disengaged.
Generasi Kreatif
Rasanya tidak adil kalau kita hanya melihat sisi negatifnya. Selain kelemahan tadi, generasi strawberry juga unik dan lebih terbuka. Mereka kreatif. Di dalam benaknya tersimpan banyak sekali gagasan, termasuk yang paling liar sekalipun. Kritis dengan kemampuan connecting the dots yang begitu luwes. Banyak anak muda yang kakinya lebih ringan ketimbang generasi tua yang banyak beban dan lebih besar rasa malunya untuk tampil.
Kita bisa menemukan anak muda semacam itu pada banyak perusahaan. Mereka jelas tidak bisa dikelola (dipimpin) dengan cara-cara lama. Maka, pertama dan yang utama, bangun mental mereka, jadikan mereka pribadi yang tangguh. Jangan fokus pada hardskill mereka, seperti pengetahuan atau keahlian khusus pekerjaannya. Bangunkanlah kesadaran bahwa mereka bukan follower, mereka calon leader.
Ketangguhan yang dibangun dari kekuatan spiritual (spiritual power) bukan karena kekuatan logika dan fisik semata. Bangun pula sikap the spirit of ihsan, selalu memberikan yang terbaik di perusahaan semata-mata karena panggilan Tuhan, bukan karena dilihat pimpinan.
Juga biasakan mereka ringan tangan membantu teman atau partner, semata-mata karena panggilan spiritual, bukan bermotif transaksional. Soft-skill yang dibentuk dengan cara menghadirkan Allah dalam upaya dan kerja apapun, Allah is a hidden stakeholder.
Kedua, jangan pernah membayangkan pendekatan gaji (uang) akan memuaskan dan mampu menahan mereka untuk betah bekerja di tempat anda. Generasi ini kalau bisa dibangun dan diputar mentalnya, akan menjadi pribadi yang suka menghadapi tantangan. Karena itu, setelah diputar, berikan kepercayaan kepada mereka mengerjakan proyek-proyek penting yang mampu membuatnya mampu belajar dan meng-upgrade diri, sehingga mereka merasa berkontribusi terhadap keberhasilan perusahaan.
Banyak pimpinan rela mendelegasikan proyek-proyek penting, tapi belum tentu sabar mengawal kesalahan dan kerugian yang dilakukan oleh generasi penerusnya.
Ketiga, dampingi pengambilan keputusannya agar mereka tahu dan terlatih membaca arah. Karena keterampilan leadership semacam ini tidak bisa diceramahkan, hanya bisa dengan dilatih, didampingi, dan dibiasakan.
Keempat, kalau dia keras kepala dan susah dikendalikan, jangan terlalu bersedih kalau harus kehilangan anak-anak kreatif itu. Pahamilah, adakalanya itu cerminan dari pembentukan masa lalu yang rapuh, angkuh dan sulit menerima masukan. (Misbahul Huda)
Baca juga:
MENYAMBUT HARI ANAK UNIVERSAL, YDSF DAN KARTUNESIA GELAR KONTES KARTUN
ANAK MUDA DI RUMAH ALLAH | YDSF
ADAB KOMUNIKASI ORANGTUA DAN ANAK | YDSF
Menghadapi Kenakalan Anak Milenial dengan Parenting Islami | YDSF
INILAH KUNCI SUKSES BUNDA YATIM MENDIDIK ANAK | YDSF
Mendidik Generasi Berdaya Juang Pahlawan | YDSF
Mengasuh Anak Generasi Milenial | YDSF