Halal bihalal bukan hanya sekadar agenda berjabat tangan dan
saling berjumpa, namun terdapat banyak dampak positif dari halal bihalal yang
sebenarnya dapat kita raih. Bahkan, hal ini juga lebih dari sekadar tradisi
budaya.
Ustadz Wijayanto, Pendakwah Nasional, menyampaikan bahwa
istilah halal bihalal hanya ada di Indonesia. Di Arab Saudi, tidak mengenal
istilah semacam ini. Bahkan di Malaysia, meskipun ada, penyebutannya tentu
tidaklah sama.
“Namun, kita tidak perlu memperdebatkan istilah. Kita ambil
hikmahnya bahwa kita slaing ‘menghalalkan’ (baca: memaafkan) kesalahan saudara
kita,” papar beliau saat menjadi penceramah dalam Halal Bihalal YDSF di tahun
2012 silam.
Belaiu melanjutkan, maksud dari ‘menghalalkan’ dalam kalimat
itu sama dengan merelakan atau memaafkan. Bahkan, di negara-negara Islam di
Timur Tengah (selain Indonesia), setelah melaksanakan shalat Idul Fitri, tidak
ada tradisi berjabatan tangan secara massal untuk saling memaafkan. Yang ada
hanyalah beberapa orang secara sporadis berjabat tangan sebagai tanda
keakraban.
“Asal-usul halal bihalal sendiri dirintis oleh Kanjeng Gusti
Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran
Sambernyawa,” kata pria kelahiran Solo, 27 Desember 1968 tersebut.
Saat itu, untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya, setelah
shalat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan
prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit dengan
tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.
Baca juga: Istiqamah dalam Kebaikan | YDSF
Suami dari Ulaya Ahdiani ini melanjutkan dalam budaya Jawa,
sungkem kepada orang yang lebih tua dianggap sebagai suatu perbuatan yang
terpuji. Ustadz yang identik dengan gaya ceramah santai dan humoris ini
menegaskan, sungkem bukannya simbol kerendahan derajat, melainkan justru
menunjukkan perilaku utama. Tyujuan sungkem adalah sebagai lambang
pernghormatan dan permohonan maaf atau nyuwun
ngapura. “Istilah ngapura pun berasal dari bahasa Arab; ghafura,” kata ayah tiga anak ini.
Keutamaan Halal Bihalal
1. Mempererat Silaturahmi
Halal bihalal menjadi momen rutin yang dilakukan setiap kali
lebaran hingga bulan Syawal berakhir. Kegiatan ini dibingkai dalam sebuah
agenda pertemuan yang di dalamnya terdapat berbagai macam hal yang dapat
dilakukan bersama. Namun, pada dasarnya, tujuan utamanya adalah bertemu dan
saling memaafkan.
Bertemu inilah yang kemudian menjadi jembatan untuk
memperkuat silaturahmi di antara keluarga dan sesama. Karena sering diadakan pascalebaran
dan hanya setahun sekali, tak jarang banyak orang yang rela datang dari jauh
untuk momen halal bihalal.
Namun, dalam dua tahun terakhir (2020-2021) halal bihalal
hanya dapat dilakukan secara virtual. Meski suasana yang dirasakan berbeda,
tetapi esensi dari menjaga silaturahmi ini pun tetap didapatkan.
2. Momen Saling Memaafkan
Agenda utama dalam halal bihalal adalah momen saling
memaafkan. Bahkan, biasanya dibuat barisan khusus agar memudahkan para tamu
untuk berputar, berjabat tangan, dan mengucap maaf. Budaya ini memang unik.
Sehingga, meskipun saling memaafkan bisa dilakukan di lain waktu, namun momen
halal bihalal tetap dinanti dan dirindukan.
Hal-hal yang seperti ini sebenarnya kita sedang meniru apa
yang biasa dilakukan oleh Pangean Sambernyawa. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Ustadz Wijayanto di atas. Mulai dari organisasi Islam, kantor pemerintahan
sampai komunitas-komunitas. Karena halal bihalal mempunyai efek positif bagi
kerukunan dan keakraban masyarakat, maka tradisi halal bihalal perlu
dilerstarikan dan dikembangkan.
“Jangan sampai diakui negara tetangga dulu, baru kita marah,”
selorohnya.
Disadur dari Majalah
Al Falah Edisi Oktober 2012
Artikel Terkait:
PERBEDAAN NAZHIR DAN WAKIF DALAM WAKAF | YDSF
Tadabbur Al-Qur’an Tanpa Batas Pandang | YDSF
BATAS PENGHASILAN WAJIB ZAKAT | YDSF
Balasan Menolong dan Membantu Orang Lain | YDSF
HUKUM ZAKAT PENGHASILAN DALAM ISLAM | YDSF