Catatan: kisah ini
ditulis pada tahun 2014.
Firman-firman Allah (Al-Qur’an) diturunkan untuk menjadi pedoman kehidupan. Oleh karena
itu, Allah memudahkan bagi siapapun untuk mempelajarinya, mengkajinya, dan menerapkannya.
Tak terkecuali, bagi mereka yang memiliki keterbatasan indera penglihatan. Terbatas
pandangan tak menghalangi mereka untuk mentadabbruri Al-Qur’an.
Lantunan ayat suci Al-Qur’an berkuman[1]dang
di sebuah rumah di Jalan Darmo Kali gang Tugu. Bacaan tartil Al-Qur’an itu bersumber
dari sembilan orang wanita tunanetra yang sedang mengaji Al-Qur’an. Mereka
adalah ibu-ibu paruh baya dan lanjut usia. Kegiatan mengaji ini ternyata sudah
menjadi agenda rutin tiap Sabtu pagi.
Mereka tergabung dalam sebuah Komunitas, Yayasan Pendidikan
Tunanetra Islam Karunia Surabaya (YAPTUNIK). Sebuah yayasan yang membina orang-orang
penyandang tunanetra. Aktivitas komunitas ini adalah membaca tartil atau tadarus
Al-Qur’an, Kajian Hadits dan Kajian Fiqih. Yayasan ini notabene didirikan oleh
Almarhum Adi Subroto yang kini diteruskan oleh istrinya, Hj. Sriani Subroto.
Kegiatan rutin mengaji Al-Qur’an ini diasuh oleh ustadz Muhammad
Mahfud dari Masjid Al Falah Surabaya. Pria yang tinggal di Kupang Krajan ini
menjelaskan, dia tergerak untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada penyandang
tunanetra karena teringat almarhum orang tuanya.
Salah satu anggota YAPTUNIK, Anik Indrawa[1]ti memiliki keahlian
istimewa. Wanita berusia 37 tahun ini mampu membuat Al-Qur’an Braille (Al-Qur’an
dengan huruf khusus untuk tunanetra) meski penglihatannya terbatas.
“Butuh waktu dua bulan untuk belajar mem[1]buat Al-Qur’an
Braille. Awalnya saya prihatin kare[1]na kurangnya jumlah Al-Qur’an
Braille,” terang wanita yang tinggal di Jalan Simo Pomahan Baru Gang XII Nomor
5 ini.
Berbekal mesin ketik yang dimiliki YAPTUNIK, ia memproduksi Al-Qur’an
Braille secara manual. Untuk terus berkarya dalam upaya membantu sesama
penyandang tunanetra agar bisa mem[1]baca atau paling
tidak mengenal huruf Arab. Be[1]rawal dari kebiasaannya
membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, membawa hikmah tersendiri bagi Anik untuk
membuat Al-Qur’an Braille.
Kemampuan Anik membuat Al-Qur’an Braille tentu saja mampu
meletupkan motivasi untuk lebih intens mempelajari Al-Qur’an, terlebih bagi penyandang
tunanetra. Sekaligus membukti[1]kan bahwa keterbatasan
fisik bukan menjadi penghalang untuk belajar Al-Qur’an.
Pelantun Merdu Al-Qur’an
Hampir senada dengan pengalaman Anik Indrawati yang memiliki
semangat dan pengalaman belajar membuat Al-Qur’an, remaja satu ini juga
memiliki semangat yang sama namun berbeda keterampilan. Sebut saja Aulia Khoirunisa.
Meski memiliki keterbatasan dalam penglihatan, remaja tunanetra yang satu ini terbilang
remaja yang punya kelebihan. Ia merupakan qori tunanetra. Suaranya merdu kala melantunkan
ayat-ayat suci Al-Qur’an. Tak kalah dengan remaja lain yang memiliki fisik
normal.
Baca juga: Adab Terhadap Alquran | YDSF
Saat ia divonis tunanetra sebelum memasuki taman
kanak-kanak, orang tuanya tidak mengi[1]jinkannya untuk
bersekolah. Mungkin karena khawatir akan keterbatasan anak terakhirnya itu. Namun,
Aulia bersikukuh tetap ingin bersekolah. Tekadnyalah yang berhasil membuat
orang tuanya luluh dan mau menyekolahkannya.
Pondok pesantren Sabirul Ulum, adalah pijakan awal Aulia
Khoirunisa (21) menempuh pendidikan. Di sana ia mulai mempelajari Al-Qur’an. Ia
mau mendengarkan secara seksama guru yang mengajarinya membaca surat-surat Al-Qur’an.
Semangatnya untuk mempelajari baca Al-Qur’an patut diacungi jempol. Dengan keterbatasan
pengelihatan, dan hanya dengan waktu dua bulan, ia mampu melafalkan dengan baik.
Selepas dari pondok pesantren, Aulia menjadi siswi di
Yayasan Pendidikan Anak-Anak Buta (YPAB) Surabaya. Kini, ia duduk di bangku
kelas IX. Di sekolahnya inilah, Aulia pertama kali mempelajari Al-Qur’an
Braille. Ia merasa tak ada kesulitan ketika memulai belajar. Hanya saja, kesulitannya
ketika harus menulis tulisan arab. Dari yang tidak bisa menjadi bisa, ia
akhirnya menjadi cinta membaca Al-Qur’an. Rupanya ia merasa, membaca Al-Qur’an
bisa menenangkan pikirannya di saat gelisah.
Perempuan kelahiran Sidoarjo, 19 November 1993 ini merupakan
remaja yang mandiri. Terbukti sejak kelas 5 SD, ia sudah berani pulang sekolah
sendiri naik angkutan umum. Aulia punya keberanian dan keyakinan yang tinggi. Ia
yakin bahwa di dunia luar pasti banyak yang membantunya. Untuk itu ia tak takut
dan tak merasa minder.
Bulan Ramadhan yang dijalani Aulia pun sama dengan remaja
normal pada umumnya. Ia tetap menjalankan puasa seperti biasa, juga tetap
bersekolah. Hal yang wajib dilakukan bag[1]inya
selama bulan Ramadhan adalah membaca Al-Qur’an seusai shalat shubuh.
Bagi perempuan yang pernah menang juara 2 lomba baca Al-Qur’an
antar kecamatan ini, bulan Ramadhan adalah bulan yang paling menyenang[1]kan. Ia bisa menahan
hawa nafsu dan merasakan kebersamaan ketika berbuka puasa. Seusai ber[1]buka pun, ia selalu
berangkat ke masjid bersama teman-teman sekitar rumah untuk shalat tarawih.
Ia begitu senang dan bersyukur bisa menjalani puasa Ramadhan
seperti orang lain pada umum[1]nya walau tanpa
melihat dunia dan mengenali wajah-wajah orang disekitarnya. Ketika ditanya apa
cita-citanya, rupanya Aulia ingin menjadi seorang guru agama. Ia begitu
tertarik menjadi guru agama sejak kecil karena menurutnya, mengajar agama itu
menyenangkan.
Harapan Aulia kedepan adalah menjadi orang sukses dan
membantu orang tua. Walau sebetulnya tidak diijinkan bekerja, ia mengaku ingin
hidup mandiri karena merasa sudah besar dan bisa menentukan pilihan. Perempuan
yang punya hobi menyanyi ini juga ingin memanfaat[1]kan
ketrampilannya sebagai tenaga massage jika sudah lulus sekolah. “Saya tidak ingin
ikut orang lain, berusaha sendiri, saya yakin pasti bisa,” tegasnya.
Baca juga: Belajar Membaca Alquran di Masa Rasulullah Saw | YSDF
Generasi Penghafal Al-Qur’an
Sementara remaja yang satu ini bila dilihat dari kejauhan
tidak ada perbedaan dari remaja pada umumnya, namun ketika kita berinteraksi
lebih dekat lagi, ternyata remaja putri ini mengalami keterbatasan fisik,
perempuan ini menyandang tunannetra. Tutik Muliani namanya. Remaja putri
berusia 14 tahun ini mengalami kelainanpenglihatan sejak bayi. Sejak kecil dia
dituntun oleh orang tuanya harus mandiri dan tegar akan cobaan ini.
Anak pertama pasangan Mad Halil dan Siti Maisaroh ini memiliki
semangat belajar sangat tinggi, terlebih belajar dalam Al-Qur’an, dia tidak pernah
menyia-siakan waktu sedikitpun untuk belajar Al-Qur’an, “Saya setiap hari
selalu mem[1]baca Al-Qur’an, lama
kelamaan saya menjadi gemar membaca dan akhirnya satu demi satu ayat Al-Qur’an
telah saya hafalkan,” jelas remaja kelas VIII SMPLB YPAB Surabaya.
Dia tidak pernah mengeluh akan kekurangannya, dia terus termotivasi
untuk selalu maju dengan apa yang ada pada dirinya. Mem[1]baca
Al-Qur’an lalu dilanjutkan dengan menghafal surat-surat tersebut merupakan
rutinitas di pagi dan sore hari.
“Ketika memulai membaca Al-Qur’an maupun menghafalnya tidak
ada kendala, hanya perlu waktu yang intensif baik untuk membaca maupun menghafalnya,
terlebih saya memiliki kekurangan dalam penglihatan,” tambah remaja yang saat
ini hafal Juz 30 ini.
Remaja yang pernah masuk nominasi 5 besar dalam Audisi Da’i
Cilik yang diadakan oleh stasiun televisi nasional ini menjelaskan, banyak surat-surat
dalam Al-Qur’an yang dia sukai, tetapi baginya ada satu surat yang paling dia
gemari surat tersebut adalah Al Fiil.
“Karena Pada tahun penyerangan gajah tersebut, lahirlah Nabi
Muhammad SAW. Kisah itu adalah titik awal yang menunjukkan akan datang[1]nya risalah beliau
atau itulah tanda kenabian belia,” katanya.
Ia menambahkan, kisah dalam surat Al Fiil ini menjelaskan
tentang ashabul fiil (pasukan gajah) yang ingin menghancurkan rumah Allah
(Ka’bah). Mereka sudah mempersiapkan diri untuk meng[1]hancurkan
Ka’bah tersebut. Mereka pun memper[1]siapkan gajah untuk
menghancurkannya.
Tatkala mereka datang mendekati Makkah, orang-orang Arab
tidak punya persiapan apa-apa untuk menghadang mereka. Penduduk Makkah malah
takut keluar, takut dari serangan ashabul fiiltersebut. Lantas Allah menurunkan
burung yang terpencar-pencar, artinya datang kelompok demi kelompok. Itulah
yang dimaksud “thoiron ababil”. Burung-burung tersebut membawa batu untuk mempertahankan
Ka’bah. Batu itu berasal dari lumpur (thin) yang dibentuk jadi batu.
Remaja yang pernah mendapatkan Juara II Kejuaraan Tenis meja
Putri, Kategori SDLB & SMPLB Tuna Netra, Pekan Olahraga Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus dalam Rangka HUT Kota Surabaya tahun 2014 ini menjelaskan, Mulai dari Taman
Kanak-Kanak dia sudah diajari untuk mem[1]baca sekaligus menghafal,
berkat dorongan dari orang tua, dia gemar menghafal Al-Qur’an.
Baca juga: Tips Menghafal Al-Qur’an Otodidak | YDSF
“Saya ingin membahagiakan orang tua, bapak saya kerja
sebagai kuli di Stasiun Pasar Turi dan ibu berjualan gorengan keliling,
walaupun saya memiliki kekurangan tapi Insya Allah saya dapat bersaing dengan
orang yang normal. Dengan kemampuan yang saya miliki, saya selalu mem[1]bantu dan mengajari
teman-teman dalam hal membaca Al-Qur’an. Saya juga menjadi asisten Guru
Pendidikan Agama Islam, karena saya yang dianggap mumpuni di dalam kelas,”
ujarnya.
Remaja yang sering tersenyum ini memiiliki harapan akan masa
depannya, dia berkeinginan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi
lagi, dia ingin kuliah di UIN Sunan Kali[1]jaga
Yogyakarta. Keinginannya melanjutkan pendidikan tinggi tak lain agar ia dapat
mengajari orang-orang yang berkebutuhan khusus dalam belajar agama Islam.
Oleh sebab itu, saat ini Tutik ingin terus meningkatkan
kemampuannya membaca dan menghafal Al-Qur’an. Ia sangat yakin bahwa orang yang
‘dekat’ dengan Al-Qur’an maka akan selalu dekat dengan Allah. “Orang yang
membaca dan menjaga hafalan Al-Qur’an akan selalu berada dalam lindungan dan
penjagaan Allah, inilah yang memotivasi saya untuk terus menghafal dan mempelajari
Al-Qur’an, meski dalam keterbatasan fisik,” pungkasnya.
Subhanallah,
betapa getolnya semangat mereka dalam mempelajari Al-Qur’an, seolah tidak ada
perbedaan dengan orang yang normal fisik. Bertadarus Al-Qur’an , menjadi Qori
(pelantun Al-Qur’an), maupun menghafal Al-Qur’an pun mereka bisa seperti halnya
orang normal. Namun, geliat pembelajaran Al-Qur’an tunanetra perlu mendapat dukungan
dan bantuan.
Untuk mewujudkan tunanetra yang mandiri dan punya semangat
belajar, Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Surabaya membantu mewujudkannya
melalui Program Dakwah Tunanetra. Program ini membantu tunanetra untuk mempelajari
ilmu pengetahuan umum dan agama secara mudah, cepat dan tepat.
Bentuk kegiatan dari program ini yaitu program pembinaan
tunanetra, waqaf sarana ibadah praktis, perpustakaan audio untuk lembaga peduli
tunanetra, dan komputer bunyi untuk tunanetra. Tujuan dari program ini adalah
mem[1]bantu tunanetra untuk
tetap semangat menuntut ilmu dengan keterbatasan yang dimilikinya, juga membangun
sinergi antarlembaga dakwah atau masjid yang membantu kemandirian tunanetra.
Sesuai target di tahun ini, YDSF telah menyalurkan 390
juz/13 Al-Qur’an Braille. Bantuan tersebut disalurkan kepada Yayasan Pendidikan
Anak-Anak Buta (YPAB) di Jalan Gebang Putih 5 Surabaya, dan di Lembaga Sosial Masyarakat
(LSM) di Jalan Karah gang 5 no. 15A Surabaya. Rencana selanjutnya, YDSF
Surabaya akan menyalurkan bantuan Komputer Bicara dan perpustakaan audio.
Sumber Majalah Al Falah Edisi 2014
Feature Image by Pexels.
Sedekah Al-Qur’an bulan Ramadhan:
Artikel Terkait:
Tata Cara Shalat Tarawih dan Witir | YDSF
PERBANYAK SEDEKAH SAAT RAMADHAN | YDSF
Batas Penghasilan Wajib Zakat | YDSF
APA SAJA YANG HARUS DISIAPKAN SEBELUM MENUNAIKAN WAKAF? | YDSF
Siapa yang Harus Membayar Fidyah Istri? | YDSF
WAKTU MEMBAYAR ZAKAT MAAL | YDSF