Tanpa agama,
hidup manusia hanyalah permainan dan senda
gurau. Tak ada arah. Jika tanpa
petunjuk Ilahi, manusia menciptakan aturan-aturan yang justru menjerumuskan
dirinya sendiri. Tiap zaman manusia membuat teori-teori yang saling
bertentangan dengan fitrahnya sendiri.
Padahal untuk
tiap umat, telah diutus nabi dan rasul, sering disertai dengan Kitabullah.
Tanpa teladan dari nabi dan rasul serta tanpa kitabullah, manusia hidup tanpa
tujuan yang jelas. Kesehariannya mirip dengan binatang. Mana halal, mana haram,
serba tak jelas.
Apa saja yang menyebabkan
manusia hidup tanpa arah?
Mengapa banyak
manusia berjalan di muka bumi ini justru tidak tahu tujuan hidupnya?
1. Tidak berpegang teguh pada
agama
Kita sering
meremehkan konsep-konsep utama dalam agama. Konsep akhlak, konsep ibadah
fardhu, dan konsep muamalah atau hubungan sesama manusia seperti jual beli,
utang piutang, sewa, gadai, dll.
Padahal Islam
telah memberi panduan. Semuanya lengkap. Tak hanya dalam Al-Qur’an, namun juga
di dalam hadits nabi dan penjelasan dari para ahli agama.
Hanya saja seringkali
kita seperti canggung mengamalkannya. Bisa jadi karena silau dengan konsep
Barat yang memang saat ini sedang marak.
Lemahnya komitmen
pada konsep agama ini membuat umat Islam seakan tanpa arah. Lalu membuat kita
ragu untuk mengamalkan.
Lantas muncullah
rasa minder untuk mengaplikasikan Islam di tengah kehidupan. Mau berlaku jujur
jadi canggung, mau berbuat taat jadi sungkan, mau bertindak benar khawatir
dicemooh, dan seterusnya.
2. Tidak menghargai otoritas
keilmuan
Kita sering
bersikap ambigu alias mendua. Jika kita sakit, tanpa pikir panjang kita
langsung mendatangi dokter dan meminta saran darinya. Meminta diagnosis tentang
penyakit kita. Kita sangat menghargai keilmuannya.
Tak mungkin kita
mendeteksi sendiri penyakit kita. Kita patuhi anjuran: hubungi dokter jika
sakit berlanjut.
Namun di sisi
lain, kita kerap melalaikan anjuran ulama dalam keseharian kita. Seolah-olah
kita mampu mendiagnosis permasalahan kita sendiri dalam hal agama dan cara
hidup.
Padahal Dinul
Islam itu bukan sekadar agama ritual saja, namun Al Islam itu petunjuk hidup.
Tidak hanya di dunia ini, juga petunjuk keselamatan kelak di akhirat.
Dinul Islam telah
memberi panduan sejak manusia lahir, tumbuh kembang (akil baligh), dewasa,
hingga menikah.
Juga dalam bermuamalah, ritual ibadah, kematian hingga kehidupan setelah mati.
Jika dokter bisa
memberi resep obat bagi penyakit raga, maka ulama bisa memberi resep penawar
bagi sakitnya jiwa dan krisis kehidupan, melalui ilmu agama dan nasihat.
Baca juga: 5 Hajat Asasi Manusia Menurut Islam | YDSF
"Manusia
lebih membutuhkan ilmu pengetahuan daripada makanan dan minuman, karena makanan
dan minuman hanya dibutuhkan dua kali atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu
pengetahuan dibutuhkan setiap waktu." Demikian penjelasan Imam Ahmad bin
Hanbal atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Hambali (dalam
islamdigest.republika.co.id, 22-9-2022).
Karena, atas
dasar keilmuan mereka itulah kehidupan ini ada arahnya. Dan para alim/ulama itu
adalah pewaris para nabi. Sebab rasul tidak mewarisi harta namun mewarisi ilmu.
Dan ciri utama
ulama itu adalah punya kepahaman dan merasa takut kepada Allah. “Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir
28).
Sedangkan para
ulama adalah sosok yang sangat kuat komitmennya dalam mengikuti jalan hidup
Nabi Muhammad saw. Para ulama memiliki ilmu tentang agama Allah ini dan
terdepan dalam mengamalkannya. Betapa besar rasa takut mereka kepada Allah
Ta’ala.
Rasulullah saw.
Menegaskan: “Sesungguhnya aku yang paling mengenal Allah dan akulah yang paling
takut kepada-Nya.” (HR. Bukhari-Muslim).
Karena itulah,
kita patut meneladani orang-orang berilmu yang punya rasa takut terhadap kuasa
Allah. Meneladani demi menjaga arah hidup ini.
3. Tidak berakrab dengan orang
shalih
Bergaul boleh
dengan siapa saja. Berdagang, berbisnis, bekerja dan bertetangga bisa dengan
siapa saja. Namun, agar ada arahnya, orang mukmin patut memilih dan memilah
mana yang kita akrabi.
Mana yang bisa
jadi teman curhat. Mana yang bisa jadi sahabat dalam tolong-menolong dalam
kebaikan dan ketaqwaan.
Persahabatan
antarmukmin itulah yang akan menyelamatkan hidup dunia akhirat. “Teman-teman
akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67).
Imam Hasan Al
Bashri pernah mengungkapkan hal ini. “Menjauh dari majelis ilmu dan pertemuan
para ikhwah (orang-orang shalih), serta menjauhi kunjungan-kunjungan serta
aktivitas dakwah dapat mengeraskan hati.”
Imam Hasan Al
Bashri menambahkan, “Sahabat-sahabat kami (yang shalih) lebih mahal daripada
keluarga kami. Keluarga kami mengingatkan kami dunia, sedangkan sahabat-sahabat
kami mengingatkan kepada akhirat.”
Sumber
Majalah Al Falah Edisi Juni 2023 Rubrik Bijja
Artikel Terkait:
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF
Doa Agar Diberikan Hikmah & Masuk Golongan Shalih | YDSF
PIPANISASI AIR DAN PAKET SEMBAKO YDSF UNTUK PENYINTAS GEMPA CIANJUR
Sedekah Atas Nama Orang Tua yang Telah Meninggal | YDSF
Niat Puasa Ayyamul Bidh | YDSF
ZAKAT DARI HASIL GAJI | YDSF
DAKWAH YDSF DI BALI
Saat Amal Baik Batal Dilakukan | YDSF