Saat ini, kasus Covid-19 kembali meningkat, khususnya untuk varian baru yang bernama Omicron. Setelah kurang lebih tiga bulan kita merasakan hidup normal meski berdampingan dengan Covid-19, kini sepertinya kita harus mulai waspada kembali.
Ada sebuah kisah:
“Istri saya adalah penyintas Covid, tapi tidak mau keluar rumah
berhari-hari, ketakutan kena covid setelah mendengar temannya meninggal dalam
masa isolasi mandiri”
“Saya sudah sembuh dari covid, tapi sekarang sering gelisah dan sulit tidur
di malam hari”
“Anak teman saya menjadi yatim-piatu setelah orangtuanya meninggal positif
covid, tantenya bercerita anak ini selalu mengigau berteriak memanggil ayah
ibunya”
Kita mendengar cerita ini
dengan penuh keprihatinan, inilah realita bahwa kecemasan gelombang kedua tetap
melanda orang-orang yang sudah sembuh
setelah terpapar covid. Teman-teman psikolog menyebutnya tsunami kecemasan
covid. Pandemi ini memang telah menjadi sumber stres
pada kehidupan masyarakat. Mulai dari kekhawatiran akan tertular covid, khawatir
akan meninggal dan kehilangan anggota keluarga serta teman hingga stress akibat
terkena PHK dan mengalami penurunan pendapatan. Laporan media yang secara
konstan memberitakan tentang angka dan keadaan yang sakit dan meninggal
menambah rasa takut dan stres.
Kita mungkin mengalami rasa kurang percaya diri akibat pandemi ini.
Apakah hal ini wajar terjadi? Jiwa manusia adalah ciptaan Allah yang sungguh
sempurna. Perasaan tidak nyaman, tidak percaya diri saat dalam situasi tidak
nyaman seperti pandemi adalah sebuah mekanisme pertahanan jiwa dari situasi
lingkungan. Beberapa orang yang memiliki pengendalian yang baik, kembali pulih
dalam waktu cepat dan beberapa orang lain akan butuh waktu.
Baca juga: MAKANAN PENINGKAT IMUNITAS (KEKEBALAN) TUBUH | YDSF
Bagaimana kita dapat mengembalikan rasa percaya diri setelah terpapar
covid? Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat menjadi ikhtiar kita.
1. Membatasi informasi sumber stres
Mendengar
kabar yang sama tentang si fulan sakit atau si fulan meninggal, tokoh A positif
covid, tokoh B wafat, kadangkala menambah beban pikiran. Dalam kondisi ini,
mari kita batasi asupan informasi dari aneka media sosial yang ada. Dalam
kondisi kita masih mudah cemas dengan berita negatif, sebaiknya kita mengurangi
durasi akses gawai. Mungkin kita terbiasa berjam-jam dalam sehari memegang smartphone, kita bisa coba kurangi. Kita
mungkin punya belasan atau puluhan grup whatsapp,
kita bisa pilah dan pilih mana penting dan mana yang bisa dinonaktifkan
notifikasinya, agar kita tidak tergoda untuk terus membuka pada saat kondisi
emosi kita belum baik.
2. Membiasakan hidup teratur
Rutinitas
dan keteraturan adalah obat mujarab untuk hati yang gelisah dan aneka perasaan
tidak nyaman lainnya. Usaha agar kita dapat mengondisikan diri bangun bagi,
beribadah secara rutin, melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum,
mandi, dan mengerjakan hal-hal yang kita sukai, akan membuat hati lebih nyaman.
Jika ada yang merasa sulit tidur di malam hari, mungkin perlu dicoba untuk
menyibukkan diri di waktu pagi-siang-sore hari sehingga mendapat tidur malam
yang lebih berkualitas. Tidur malam yang teratur sangat membantu mengurangi
kegelisahan pikiran.
3. Membangun dukungan sosial
Silaturahim
adalah obat bagi jiwa. Kita harus keluar dari kamar pribadi untuk berinteraksi
dengan seluruh anggota keluarga, berbagi senyuman, cerita, dan juga perasaan.
Sikap saling memahami antar anggota keluarga akan menjadi jalan mudah bagi
siapapun yang masih trauma dengan dinamika covid. Pada saatnya, kita juga mulai
akan berani menjalin silaturahim
dengan teman juga kerabat kita dengan mulai bertamu dan menerima tamu. Sungguh,
kita akan menemukan kisah-kisah yang menjadi sarana saling memberi empati dan
mengumandangkan doa. Masa pandemi ini telah menggoreskan banyak duka pada
banyak keluarga, dan ketika sambung silaturahim
kembali, kita akan tahu banyak orang bertahan hidup padahal kondisinya lebih
mengenaskan dari yang kita alami.
4. Membangun pola berpikir positif
Ikhtiar
pemerintah dan berbagai komponen masyarakat menunjukkan bahwa telah demikian
banyak upaya dilakukan agar pandemi ini dapat dikendalikan. Proses vaksinasi
dan penegakan protokol kehatan sedang terus berjalan. Berita-berita kematian
akibat positif covid telah jauh menurun drastis. Kita dapat memiliki optimisme
dengan terus berdoa dan memohon pertolongan Allah, yakin bahwa Allah akan
menolong kita menghadapi ini semua.
Saat kita
dapat mengendalikan perasan kita, insyaa Allah bisa lebih percaya diri
menjalani hidup meskipun pandemi belum berakhir. Kita masih punya tanggung
jawab untuk mendampingi anak-anak yang masih trauma dengan pandemi. Mungkin
anak-anak dari teman, saudara, atau anak-anak kita sendiri yang kehilangan ayah atau ibunya, kakek
neneknya, saudaranya atau trauma melihat orang sesak nafas saat serangan covid
terjadi. Kita perlu merangkul mereka, memberikan banyak sentuhan dan perhatian,
juga meluangkan waktu berbagi perasaan dengan meraka. Anak-anak ini juga butuh
pendampingan agar memiliki kepercayaan diri untuk melanjutkan hidup. Mari kita
berjuang bersama melalui pandemi ini dengan kekuatan optimisme.
Sumber: Majalah Al
Falah Edisi Oktober 2021
Featured Image by Pexels.
Sedekah Mudah, Klik:
Artikel Terkait:
Tips Hadapi Cemas dalam Pandemi Covid-19 | YDSF
Al-Qur’an Sebagai Petunjuk Hidup yang Benar | YDSF
SASARAN DISTRIBUSI PENERIMA SEDEKAH | YDSF
Apa Itu Wakaf? Pengertian, Dalil, dan Hukum Wakaf | YDSF
Bolehkah Korban Bencana Menerima Zakat? | YDSF