Al-Qur’an Sebagai Petunjuk Hidup yang Benar | YDSF

Al-Qur’an Sebagai Petunjuk Hidup yang Benar | YDSF

19 September 2020

Salah satu manfaat ponsel pintar, mencari lokasi atau alamat dengan menu Global Positioning System (GPS) dan dengan Google Maps.

Bagaimana dengan arah hidup kita? Rute mana yang harus ditempuh? Itulah salah satu hikmah, Allah menurunkan peta hidup kepada manusia. Itulah Al-Qur’an.

Seorang pemuda Amerika Serikat bernama Sajid Lipham bercerita di Youtube bagaimana dia mencari naskah-naskah Tuhan sebelum akhirnya masuk Islam. Dia mengatakan, “Mungkin Tuhan telah berkomunikasi dengan manusia di masa lalu. Dan kini kita telah kehilangan naskah-naskah itu.  Kita tak bisa lagi menafsirkan yang benar dan salah. Aku yakin Tuhan itu ada. Aku merasa inilah yang paling masuk akal. Dan itu menjadi bagian dari insting manusia untuk mencari tahu. Pokok-pokok yang Tuhan inginkan dari kita, mana yang benar dan mana yang salah. Apa yang terjadi saat kita mati, cara berkomunikasi denganNya, dan apa yang terjadi di masa lalu. Aku merasa itu semua tidak diketahui oleh sebagian besar orang.”

Dia sudah membaca Bible. Juga kitab suci Yahudi, Hindu dan Budha. Hanya Al-Qur’an yang belum. Ketika membuka Al-Qur’an di internet, “Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Penguasa Hari Pembalasan…” Lalu berlanjut ke Al Baqarah, “Alif lam mim. Ini adalah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya. Petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” Dia berkomentar, “Aku merinding membaca ini. Tak ada keraguan di dalamnya. Pasti ini dari Tuhan. Tak mungkin manusia yang membuatnya. Tuhan benarbenar telah mengirim petunjuk kepada manusia.”

Demikian pula respon pemuka Arab Quraisy di masa Rasulullah saw. Ketika sampai pada ayat, “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan); Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?” (QS. Ath Thuur 35-37). Membaca ayat itu, Jubair bin Muth`im berkata, “Hatiku serasa terbang” (HR. Bukhari, no. 4854).

Waktu itu, Jubair bin Muth`im belum beriman. Hatinya yang murni dan jernih tak kuasa mengingkari keindahan ayat-ayat Al-Qur’an hingga terlontar kalimat itu dari lisannya. Mungkin terkesan berlebihan. Tapi begitulah kenyataannya yang menggambarkan kedahsyatan dan kemukjizatan Al-Qur’an.

Baca juga: Adab Terhadap Alquran | YDSF

Dari kisah-kisah nyata ini, kita dapat membuat urutan bagaimana kita bisa berinteraksi dalam keseharian. Para sahabat Nabi mengatakan, “Kami tidak melewatkan satu ayat pun dari Rasulullah kecuali kami mendengarnya, membacanya, menghafalnya, memahaminya, dan mengamalkannya.”

Mari kita ulas sekelumit dari urutan ini:

Mendengarkan

Allah berfirman, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah ia (baik-baik), dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raaf 204). Di ayat ini, Allah menggunakan kata Al Inshat yang berarti diam memperhatikan dan menyimak atau ditafsiri juga dengan makna mendengarkan baik-baik.

Membacanya

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya…” (QS. Fathir 29-30).

Menghafalnya

Secara umum, ada dua macam orang yang mampu menghafalkan bacaan Al-Qur’an: karena ikut pembelajaran tahfidz Al-Qur’an atau hafal karena rutin membaca tiap hari. Kita sering menemukan banyak orang sepuh yang hafal surat-surat yang panjang seperti surat Yaasin, Al Waqiah, Al Kahfi, atau Al Mulk. Saking seringnya ulang baca, mereka pun menghafalnya.

Di antara hikmah besar menghafal Al-Qur’an adalah agar setiap muslim tidak bisa lepas dari Al-Qur’an di lisannya, di hatinya dan di perilakunya. Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya orang yang di dalam dirinya tidak ada sedikit pun Al-Qur’an, maka ia seperti rumah yang roboh.” (HR. Tirmidzi, dari Ibnu Abbas secara marfu).

Memahaminya

Selain dari susunan bahasanya, mukjizat Al-Qur’an ada pada maknanya. Sedangkan, manusia punya akal untuk berpikir, anugerah besar dari Allah yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya. Maka, tugas manusia berikutnya adalah memikirkan dan memahami makna Kitabullah.

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad 29).

Mengamalkan dan menyebarkan ajarannya

Bani Israil dulunya mendapat kemuliaan dari Allah. Kitab turun kepada mereka tapi malah mengingkarinya. “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman), ‘Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!’ Mereka menjawab, “Kami mendengar tetapi tidak mentaati.” (QS. Al-Baqarah 93).

Orang beriman punya sikap berbeda. “Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat- Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya,’ dan mereka mengatakan, ‘Kami dengar dan kami taat’” (QS. Al Baqarah 285).

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi Desember 2019

 

Baca juga:

Belajar Membaca Alquran di Masa Rasulullah Saw | YSDF

TANDA-TANDA ALLAH MEMBERI HIDAYAH | YDSF

Banyak Menghafal Alquran, Tubuh Jadi Semakin Sehat | YDSF

Hukum Menyebar Berita Hoax dalam Islam | YDSF

 

Sedekah dari Rumah

Tags:

Share:


Baca Juga

Sedekah di YDSF lebih mudah, melalui: