Peran Pesantren di Indonesia | YDSF

Peran Pesantren di Indonesia | YDSF

26 Januari 2020

Pesantren di Indonesia terdiri dari dua sistem yaitu tradisional dan modern. Keduanya mempunyai misi Tafaqquh fi al-din, artinya lembaga pendidikan yang bertujuan khusus mempelajari agama. Pada pesantren tradisional misi ini dijabarkan secara kurikuler dalam bentuk kajian kitab kuning yang terbatas pada fiqih, aqidah, tata bahasa Arab, hadist, tasawwuf dan tarekat, akhlak, dan siroh.

Sementara itu bagi pesantren modern misi ini diwujudkan dalam bentuk kurikulum yang dikemas dengan menyerderhanakan kandungan kitab kuning sehingga sifat madrasi dan dilengkapi dengan mata pelajaran dengan ilmu-ilmu yang biasa di sebut “ilmu pengetahuan umum” (dalam Peradaban Islam, Makna dan Strategi Pembangunannya, Hamid Fahmy Zarkasyi, Penerbit CIOS, cet. II, 2015, hlm. 65-69).

Sementara itu, Dr. Yudha Heryawan Asnawi, MMA, pemerhati ekonomi pesantren mengungkapkan ada tiga hal yang secara obyektif perkembangan bangsa ini yang dipengaruhi atau dipelopori oleh pesantren. Yang pertama adalah pada bidang pendidikan, kedua adalah bidang politik ketatanegaraan dan yang ketiga adalah bidang ekonomi. Dalam istilah Islam, pesantren bagi umat Islam memiliki beberapa fungsi dan peran, di antaranya adalah fungsi religius (diniyyah), fungsi sosial (ijtima’iyah) dan fungsi edukasi (tarbawiyyah).

Yudha menjelaskan telah banyak riset para ahli yang membuktikan peran ini. Sejarah pesantren hampir seiring dengan sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Masa awal pembangunan tradisi pesantren antara abad ke-11 dan ke-14. Ini menunjukkan keberadaan pesantren hampir bersamaan dengan awal mula perkembangan Islam di Indonesia. Walaupun fungsi dan perannya belum kompleks seperti saat ini,” ungkap Yudha.

Peran pesantren yang paling konkret, masih kata Yudha, adalah memperkenalkan budaya baca tulis kepada masyarakat umum. Pengenalan budaya baca tulis adalah sebuah revolusi budaya yang menggantikan budaya elitis intelektualitas yang ada pada masyarakat Hindu-Budha sebelumnya.

“Pada masyarakat Hindu-Budha, budaya baca tulis hanya diperuntukan pada kelompok elit saja. Pengajaran baca tulis di Indonesia sampai dengan tahun 1901, yaitu ketika pemerintah penjajah Belanda melaksanakan politik etis. Jadi, hanya pesantren sebagai pertama dan satu-satunya lembaga pendidikan di Nusantara yang bersifat umum untuk seluruh masyarakat,” jelas pengajar dan peneliti Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Pada masa penjajahan, meski sekolahsekolah modern ‘yang sekuler’ telah meluas dan beragam pembatasan telah diberlakukan, pesantren masih bisa bertahan hidup. Adanya penolakan terhadap aparatur ideologi kolonial serta tekanan modernisasi mendorong kalangan ulama yang mapan untuk mengembangkan mekanisme bertahan dengan cara menunjukkan komitmennya untuk mempertahankan apa yang mereka anggap sebagai tradisi keagamaan pribumi yang otentik. Jadi, pesantren-pesantren ini telah ada sejak lama terus diorganisasi dan dihidupkan oleh ulama konservatif tradisionalis.

Namun demikian lembaga pendidikan ini sama sekali tidak statis karena mereka selalu secara kreatif menyesuaikan diri. Hingga dekade-dekade awal abad ke-20, pengadopsian pelajaran-pelajaran dan teknologi-teknologi modern, seperti misalnya penggunaan bahasabahasa Eropa, tulisan Romawi, perhitungan aritmetika, sistem kelas berjenjang, dan pengajaran dalam ruang kelas.

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi Agustus 2017

 

Baca juga:

Pilar Dakwah Di Rumah Kita

Zakat Profesi atau Penghasilan | YDSF

KORBAN BENCANA BOLEH TERIMA ZAKAT | YDSF

HUKUM BAYAR ZAKAT ONLINE DALAM ISLAM

Cara Menghitung Zakat Profesi | YDSF

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: