Memulai dakwah yang paling dekat adalah dengan berawal dari rumah. Karena, rumah merupakan lingkungan pertama seseorang menerima dakwah. Lingkungan yang juga pertama kali menjadi tempat bagi seseorang dalam membentuk karakter.
Dakwah menjadi penting, melalui sebuah dakwah seseorang dapat memperdalam ilmu agamanya. Sedangkan sebagaimana Allah berfirman bahwasannya memperdalam pengetahuan agama juga merupakan suatu kewajiban,
۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Qs. At-Taubah: [9]:122).
Dakwah tidak melulu harus dilakukan dengan cara berceramah, ada masa dimana orang menekuni agama namun bukan untuk berdakwah. Walaupun ia kerap tampil di hadapan umat untuk berceramah tapi motifnya bukan berdakwah untuk menolong agama Allah, namun mencari keuntungan dunia. Itulah yang digambarkan oleh Ibnu Masud RA.
Makna ‘tidak patut semua pergi berjihad’ bukan berarti Allah menganjurkan untuk tidak berjihad demi keselamatan pribadi, sebuah anjuran agar orang-orang tertentu yang barangkali memiliki keilmuan untuk tetap tinggal karena ilmunya akan sangat dibutuhkan masyarakat. Demikianlah yang terjadi pada awal perjuangan Islam, para sahabat lebih memilih berjihad tetapi Rasulullah tidak mengizinkan seluruhnya. Akan tetapi menyuruh sebagian mereka untuk mendalami agama.
Tholabul ilmi bukan karena menyukai jihad, mereka bahkan rindu berjihad. Ini berarti menuntut ilmu untuk berdakwah setara dengan berjihad, dengan ketentuan; pertama, manakala kita ingin memilih jihad akan tetapi ketidakadaan medan jihad. Kedua, karena pertimbangan bahwa ada ilmu yang harus dipelajari dengan sungguh-sungguh. Ketiga, apa yang kita pelajari betul-betul sesuai dengan tuntunan syari.
Mengapa harus sesuai dengan tuntunan syari? Karena sejatinya perusak agama hanya dua fitnah, yaitu fitnah subhat dan fitnah syahwat. Fitnah subhat adalah rusaknya agama karena suatu yang bukan agama tetapi disangka bagian dari agama. Mengaku sunnah padahal fitnah syubhat. Banyak pendakwah, baik tua ataupun muda yang terlihat ahli akan tetapi tidak lebih dari anak kecil yang tidak berilmu apa-apa selain hanya berbekal keberanian berbicara.
Itulah yang terjadi saat ini, sedikit sekali fuqaha (yang menguasai ilmu agama), akan tetapi banyak kita jumpai penceramah. Perlu dipahami bahwa penceramah berbeda dengan pendakwah. Berapa banyak penceramah yang memberikan pengajian, menyampaikan ilmu tetapi lupa tidak mendakwahi. hanya menyampaikan yang menyenangkan pendengar, hanya sekadar memberi hiburan.
Sedangkan fitnah syahwat adalah rusaknya agama karena kita membunuh, mengikuti syahwat, harta, nama besar dan lainnya. Yang paling berbahaya adalah fitnah syubhat. Tapi fitnah syahwat yang menimpa seorang dai lebih berbahaya karena bisa menimbulkan fitnah syubhat.
Tugas utama seorang pendakwah adalah memberi kabar gembira, memberi peringatan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali Imran [3]: 110). Inilah landasan kokoh seorang pendakwah. Ini jugalah yang mengantarkan kaum muslim terdahulu menjadi khairu ummah.
Jika dakwah telah ditinggalkan maka jangan heran bila terjadi kemunduran umat. Runtuhnya umat bukan karena jumlah umat muslim berkurang, bukan karena semakin sedikitnya pengajian, musabaqoh berkenaan dengan ilmu agama.
Iran pada masa lalu banyak melahirkan tokoh-tokoh ahlu sunah, kini runtuh karena dakwah terhenti. Demikian juga dengan runtuhnya Andalusia, bukan karena jumlah umat Islam berkurang. Dengan kata lain, Islam jatuh bukan karena kekurangan umat atau sebagian umat berada di bawah garis kemiskinan namun karena dakwah berhenti.
Seorang pendakwah juga harus paham prioritas umat yang harus terlebih dulu didakwahi, yaitu keluarganya sendiri. Betapa banyak orang yang sibuk berdakwah di luar rumah tetapi lupa mendakwahi keluarganya. Maka jadilah ia seperti lilin, menerangi sekitarnya tetapi diri sendiri (keluarga) terbakar tak bersisa.
Tugas pendakwah adalah melindungi umat dari berbagai bahaya yang berpotensi melemahkan, bahkan membunuh akidah umat. Karena itu seorang pendakwah dituntut untuk; Pertama, memiliki komitmen kuat untuk mendidik umat, memiliki kesabaran yang tinggu dalam mengawal dan membimbing umat. Kedua, memiliki integritas pribadi dan ilmiah. Ketiga, kemandirian ekonomi, karena dengan kemandirian ekonomi seorang pendakwah tidak akan mengalami hambatan dalam menjalankan misinya. Keluarganya pun menjadi keluarga yang mandiri, tercukupi kebutuhan hidupnya sehingga tak menjadi beban orang lain. Keempat, kemandirian bersikap. Kelima, keluarga yang baik.
Tidak hanya itu seorang pendakwah harus mempunyai komitmen kuat untuk berdakwah. Komitmen bahwa dakwah adalah panggilan hidup yang dikerjakan karena kepatuhannya kepada Allah semata. Selain itu serang pendakwah tidak menyibukkan diri dengan popularitas alias siap untuk tidak populer.
Narasumber: Fauzil Adhim
Editor: Ayu SM
Baca juga:
Bagaimana Cara Membedakan Bid’ah atau Bukan?
Contoh Istiqomah dalam Beribadah | YDSF
Waspadai Perkara Perusak Amal | YDSF
Perbedaan Pahala Shalat di Masjid dan Mushola | YDSF