Zakat pertanian
merupakan salah satu amalan yang wajib ditunaikan saat hasil panen dari
persawahan atau perkebunan yang dimiliki telah memenuhi nishab dan haul
zakatnya. Namun, tidak semua jenis tanaman dapat dikeluarkan zakatnya, meski
telah memenuhi nishab. Bahkan, juga ada beberapa perbedaan zakat pertanian bila
dibandingkan dengan zakat maal jenis lainnya. Baik dari sisi nishab zakat
pertanian hingga haulnya.
Dalam fiqih Islam, zakat
pertanian dikenal dikenal dengan istilah usyur “sepuluh persen” atau disebut
juga “zakat tanaman dan buah-buahan” atau zakat “perpuluh persen”. Dalil utama
yang sering menjadi rujukan dalam penunaian zakat pertanian adalah surah Al-An’am
ayat ke 141. Dalam ayat surah tersebut, Allah Swt. berfirman,
“Dan Dialah yang
menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma,
tanam-tanaman yang bermacam-,macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya) Makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila berbuah. Dan tunaikanlah haknya (zakatnya) di hari
memetiknya.”
Dalam tafsir Ibnu Katsir,
pada ayat ini terdapat Riwayat hadits dari Imam Ahmad dan Imam Abu Daud di
dalam kitab sunannya melalui hadits Muhammad ibnu Ishaq, “Telah menceritakan
kepadaku Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban, dari pamannya (yaitu Wasi' ibnu
Hibban), dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Nabi Saw. telah memerintahkan untuk
menyedekahkan setangkai buah kurma dari tiap-tiap pohon yang menghasilkan
sepuluh wasaq, kemudian digantungkan di masjid buat kaum fakir miskin.”
Sedangkan para ulama
sepakat bahwa sedekah tersebut merupakan bentuk penunaian kewajiban untuk
berzakat dari hasil tanaman yang dikembangkan.
Nishab dan Haul Zakat Pertanian
Yang membuat zakat
pertanian unik dan berbeda dari jenis zakat maal lain adalah penunaiannya harus
segera setelah mendapatkan atau menjual hasil panennya. Sebagaimana kita
ketahui umumnya zakat maal itu ditunaikan setidaknya menunggu haul (kepemilikan
harta) selama satu tahun terlebih dahulu.
Untuk nishab zakat pertanian
yaitu sebesar 5 wasaq, ini sesuai dengan jumhur ulama yang terdiri dari para
sahabat dan tabi’in. Yang mana bersandar pada hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim, “Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.”
Lalu berapa banyak
dari satuan 5 wasaq nishab zakat pertanian?
Dijelaskan oleh Abu
Yusuf dalam bukunya al-Kharaj, 1 wasaq setara dengan 60 sha’ (ukuran Rasulullah
saw.). Sehingga, 5 wasaq memiliki konversi menjadi 300 sha’ (5 dikali 60).
Berikutnya, untuk setiap 1 sha’ disetarakan dengan 2,176 kilogram (kg). Maka,
300 sha’ memiliki besaran 652,8 kg (300 dikali 2,176 kg). Kemudian, ada yang
membulatkannya menjadi 653 kg.
Baca juga: Zakat Pertanian | YDSF
Berikutnya, untuk persentase
kadar zakat pertanian juga memiliki perincian yang berbeda berdasarkan cara
pengairan yang dilakukan. Yaitu irigasi secara alami (gharibah) dan irigasi
buatan (basah). Rincian persentase kadar zakat pertanian yang harus ditunaikan:
1.
Kadar
zakat pertanian untuk irigasi alami (gharibah)
Pada
lahan pertanian yang menggunakan irigasi alami seperti, bantuan Binatang,
timba, kincir atau sejenisnya, maka zakatnya adalah 10% dari total hasil panen
setelah mencapai nisab. Dalam hal ini jika hasil panen telah mencapai nisab,
maka pemilik lahan wajib mengeluarkan zakatnya 10% dari hasil panen.
2.
Kadar
zakat pertanian untuk irigasi buatan (basah)
Sedangkan,
pada lahan pertanian yang menggunakan irigasi buatan atau tanpa usaha
pengairan, maka kadar zakatnya adalah 5% dari total hasil panen setelah
mencapai nisab. Hal ini berarti jika hasil panen mencapai nisab, maka pemilik
lahan wajib mengeluarkan 5% dari hasil panen sebagai zakat.
Jenis Tanaman Zakat Pertanian
Terdapat beberapa
perbedaan pendapat dari para ulama tentang tanaman seperti apa saja yang wajib
dikeluarkan zakat pertanian ketika telah memenuhi nishab dan haul, yaitu:
1.
Ibnu Umar
dan sebagian tabi’in serta para ulama berpendapat bahwa zakat hanya wajib atas
dua jenis biji-bijian yaitu gandum (hintah) dan sejenis gandum lain (syair) dan
dua jenis buah-buahan yaitu kurma dan
anggur.
2.
Imam
Maliki dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa hasil panen yang diwajibkan untuk
bayar zakat hanyalah hasil panen yang merupakan makanan pokok dan dapat
disimpan. Bijian dan buahan kering seperti padi, gandum, jagung kurma, dan
sejenisnya.
3.
Pendapat
lainnya datang dari Imam Ahmad yang mengatakan bahwa hasil pertanian yang
dizakatkan ialah hasil tanaman yang kering, tetap, dan ditimbang (bisa disimpan
dan ditakar).
4.
Terakhir
dari Abu Hanifah, beliau berpendapat bahwa semua hasil tanaman wajib
dizakatkan, baik itu sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Dimaksudkan, ketika
hasil panennya memenuhi kadar wajib zakat sebesar 10% atau 5%.
Zakat di YDSF
<p><a
href="../../../ayodonasi"><img
src="../../../assets/media/2020/03/31/1223/1-ayodonasi.png"
width="164" height="58"></a></p>
Artikel Terkait
BEDA ZAKAT PENGHASILAN DAN ZAKAT MAAL | YDSF
YDSF Buat Warung Sedekah, Siapapun Bisa Mampir Makan Gratis
PERBEDAAN ZAKAT PROFESI DAN ZAKAT PERTANIAN | YDSF
Dahsyatnya Makna Kata “Insya Allah” | YDSF
ZAKAT, DIBERIKAN KE TETANGGA ATAU LEMBAGA? | YDSF
Bolehkah Zakat Maal dalam Bentuk Barang? | YDSF
6 AMALAN PEMBUKA REZEKI | YDSF
Panen Raya Porang bersama Wakil Bupati Madiun